400 Ribu Warga Palestina Terlantar di Perbatasan Rafah

Edi Wahyudi sebelah kanan, sedang berjabat tangan dengan salah satu Staf MWR-C, ketika sampai di Bandara Soekarno Hatta, foto: MINA
(sebelah kanan), sedang berjabat tangan dengan salah satu Presidium , Arief Rahman, saat tiba di Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Selasa (16/2) malam. (Foto: MINA)

Jakarta, 9 Jumadil Awwal 1437/17 Februari 2016 (MINA) – Keputusan Mesir yang masih menutup perbatasannya dengan Jalur Gaza telah mengakibatkan terlantarnya ribuan warga Palestina.

Ir. Edi Wahyudi, Site Manager RS Indonesia, yang baru dapat keluar dari wilayah terblokade Jalur Gaza, Palestina itu, mengatakan, sekitar 400 ribu warga Palestina masih terlantar di sekitar perbatasan .

“Yang ikut mengantri di perbatasan Rafah sekitar 400 ribu orang, namun yang terdaftar hanya 200 ribu orang. Dan yang bisa keluar hanya kurang dari seribu orang,” kata Edy saat tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta, Selasa (16/2) malam.

Sementara penumpang yang dapat melintasi perbatasan Rafah diprioritaskan bagi warga yang akan melanjutkan pendidikan di luar dan orang-orang sakit saja, itu pun harus mengantongi izin dari dua pemerintahan, yaitu dari Palestina dan Mesir.

Tiga Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) asal jaringan Pondok Pesantren Al-Fatah Indonesia, yaitu Ir. Edy Wahyudi (Site Manager RS Indonesia), Karidi dan Miyanto, tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pukul 22.40 WIB setelah melakukan penerbangan dari Kairo dan sempat transit di bandara Abu Dhabi.

Mereka kembali ke tanah air karena amanah tugas yang telah selesai, RS Indonesia telah diserahterimakan kepada Kementerian Kesehatan Palestina dan telah beroperasi memberikan pelayanan medis kepada rakyat Gaza yang membutuhkan.

Kepulangan mereka sempat tertunda beberapa lama karena menunggu dibukanya pintu perbatasan Rafah. Sementara dua relawan lainnya, yaitu Reza Aldilla dan Muhamad Husein masih berada di Jalur Gaza.

Dia juga mengakui bahwa pembukaan perbatasan Rafah tahun ini lebih sulit dari tahun sebelumnya, diakibatkan masih kurangnya informasi tentang pembukaan dan perizinannya yang sangat ketat.

“Tidak pernah ada kejelasan perbatasan Rafah kapan akan dibuka, dan setelah dibuka pun kami masih menjalani pemerikasaan yang sangat ketat, dan pada Sabtu (13/2), kami sempat gagal namun kami mencoba lagi pada keesokan harinya, Alhamdulillah kami bisa melintasi perbatasan,” ujarnya.

Ketiga relawan bisa keluar pada hari kedua atau hari terakhir pembukaan perbatasan Rafah, setelah beberapa lama informasi pembukaan Rafah hanya “katanya dan katanya”, baru pada Sabtu-Ahad (13-14 Februari 2016) perbatasan Rafah akhirnya benar-benar dibuka meskipun hanya dua hari saja.

Kesempatan itu langsung dimanfaatkan oleh ketiga relawan yang telah bertugas selama lebih dari 1,5 tahun di Gaza. Sejak Sabtu pagi (13/2), mereka telah bersiap menuju perbatasan Rafah untuk mengantri bersama ribuan orang lainnya. Namun pada hari Sabtu itu kesabaran relawan kembali diuji. Mereka belum mendapat izin keluar dari Gaza.

Pada Ahad (14/2), mulai oukul 8 pagi, ketiga relawan kembali mengantri mengurus izin di perbatasan Rafah, barulah pada pukul 5 sore akhirnya tiga relawan RS Indonesia bisa keluar dari Gaza bersama sedikit orang yang berhasil keluar pada hari itu.

Meskipun cukup berbahaya melakukan perjalanan dari Rafah ke Kairo pada malam hari, namun hal ini tetap dilakukan. Dengan menggunakan taksi sewaan, ketiga mulai bergerak dari Rafah menuju ibukota Kairo.

Untuk sampai ke Kairo, saat ini ada 20 checkpoint pemeriksaan yang harus dilewati. Di tengah jalan relawan juga sempat mendengar suara penembakan saat beberapa mobil dan bis termasuk taksi yang ditumpangi relawan jalan beriringan. Untungnya tidak ada korban jiwa dalam insiden penembakan ini dan tidak beberapa lama semua kendaraan bisa bergerak lagi. Setelah menempuh perjalanan selama 8,5 jam, pada pukul setengah dua dinihari, relawan tiba di Kairo.

Ir. Edy Wahyudi, Karidi dan Miyanto memang dijadwalkan kembali ke tanah air karena amanah tugas yang telah selesai, RS Indonesia telah diserahterimakan kepada Kementerian Kesehatan Palestina dan telah beroperasi memberikan pelayanan medis kepada rakyat Gaza yang membutuhkan. Kepulangan mereka sempat tertunda beberapa lama karena menunggu dibukanya pintu perbatasan Rafah.

Pada Senin (15/2) siang, ketiga relawan berkunjung dan bertemu dengan pejabat KBRI Kairo untuk memberikan laporan terakhir program pembangunan RS Indonesia di Jalur Gaza sekaligus berpamitan dengan staf KBRI yang selama ini telah memfasilitasi izin masuk seluruh relawan RS Indonesia yang akan bertugas ke Jalur Gaza.

RS Indonesia sudah diserahterimakan dari rakyat Indonesia untuk Warga Palestina, dan diopersikan pada 24 Desember 2015 lalu, dan sudah mencapai 400 pasien dari seluruh kalangan setiap harinya tanpa dipungut biaya pengobatan.(L/nrz/R05)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.