Gaza City, 3 Safar 1435/6 Desember 2013 (MINA) – Kepala Komite Politik Dewam Legislatif Palestina, Mahmoud Al-Zahar menyerukan berbagai faksi Palestina membentuk sebuah front yang kuat dan terorganisir dalam menolak negosiasi damai dengan Israel yang sedang berlangsung, yang ia digambarkan sebagai “sia-sia”.
Seruan Al-Zahar datang selama sidang yang digelar oleh Dewan Legislatif, dipimpin oleh Wakil Pertama Ahmed Bahr, pada Kamis (5/12) untuk mengetahui perkembangan terbaru yang berkaitan dengan masalah-masalah Palestina, khususnya yang berkaitan dengan negosiasi dan hubungannya bagi masa depan Palestina.
“Negosiator telah tidak adil membebaskan 80 persen tanah Palestina,” kata Al-Zahar menekankan bahwa Palestina -dari sungai hingga laut- adalah tanah suci, dan tak seorang pun memiliki hak untuk mengesampingkan setiap inci dari hal itu, MEMO melaporkan sebagaimana dikutip Mi’raj News Agency (MINA).
Dia menjelaskan bahwa ada berbagai kondisi yang harus dipenuhi bagi negosiator untuk dapat berbicara atas nama rakyat, yang paling penting menurutnya adalah pengalaman, kecerdasan, dan kesadaran akan kebutuhan nasional,” menambahkan bahwa negosiator Palestina saat ini “memiliki semua kondisi tersebut.”
Baca Juga: Parlemen Inggris Desak Pemerintah Segera Beri Visa Medis untuk Anak-Anak Gaza
Dalam pidatonya , Al-Zahar menyinggung hak kembali, menekankan bahwa itu adalah “hak individu yang tidak bisa dihapuskan oleh negosiator,” dan juga mencatat bahwa “Presiden Mahmoud Abbas telah tawar-menawar dengan penjajah Israel dengan mengorbankan rakyat Palestina yang berdiaspora.”
Al-Zahar menyerukan rakyat Palestina untuk memimpin dan melakukan perlawanan dalam menghadapi semua orang yang telah menjual tanah dan manusia tanpa harga.
Pemerintah Palestina memuji ketabahan rakyat Palestina dalam menghadapi konspirasi yang sedang berlangsung dan rencana terhadap hak-hak mereka, memperbaharui penolakan untuk dimulainya kembali pembicaraan damai antara otoritas Palestina dan Israel yang hanya berfungsi sebagai penutup untuk rencana-rencana Israel.
Dia berargumen bahwa sementara negara-negara Arab dan masyarakatnya berfokus pada urusan dalam negeri mereka, kepemimpinan Palestina telah bertahan bahkan lebih dengan “steril” pada proyek negosiasi, sehingga ia menuntut Liga Arab mengambil posisi yang menentukan arah berkas negosiasi.
Baca Juga: Paus Fransiskus Terima Kunjungan Presiden Palestina di Vatikan
Dia juga berbicara mengenai penderitaan rakyat Palestina di Tepi Barat yang diduduki, Al-Quds (Yerusalem) dan wilayah pendudukan 1948, menyerukan perlunya untuk melawan penajajahan dalam segala cara yang memungkinkan.
Sejak akhir Juli lalu, pembicaraan damai Otoritas Palestina-Israel kembali bergulir, setelah disponsori oleh Amerika Serikat. Sebelumnya, perundingan damai itu sempat terhenti selama tiga tahun karena kebijakan pembekuan pembangunan permukiman Ilegal Yahudi dihentikan.
Di dalam satu wawancara dengan sebuah radio Israel, Menteri Kehakiman Israel Tzipi Livni mengatakan, pembicaraan damai Israel-Otoritas Palestina mencapai kemajuan besar kendati ada keraguan dari pihak Palestina.
Sementara itu, pemimpin perunding Palestina Saeb Erekat yang bertemu dengan tim perunding Israel di Al-Quds mengatakan, mereka mengundurkan diri karena sikap keras Israel yang tetap akan melanjutkan pembangunan permukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat.
Baca Juga: Israel Serang Kamp Nuseirat, 33 Warga Gaza Syahid
Meskipun Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Komite Sentral Partai Fatahnya menolak pengunduran diri tim Palestina, perunding kedua, Mohammed Ishteya tetap mempertahankan keputusannya dan tak mau ikut dalam pertemuan di kota Al-Quds.
Selama pertemuan itu, Erekat juga dengan tegas mengecam serangan militer Israel di beberapa wilayah Palestina di Tepi Barat dan Sungai Yordania. Dia juga mengecam pembangunan permukiman ilegal Yahudi yang membuat wilayah-wilayah Palestina secara geografis akan saling terpisah. (T/P02/R2).
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hamas: Pemindahan Kedutaan Paraguay ke Yerusalem Langgar Hukum Internasional