Jakarta, MINA – Aliansi Santri Milenial meminta Kementerian Agama mengungkap pemotongan dana bantuan di Pesantren, hasil temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang adanya berbagai bentuk potongan oleh pihak ketiga dalam dana Program Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) untuk Pondok Pesantren (Ponpes) dari Kementerian Agama.
“Jika ini benar, sungguh informasi yang menyedihkan,” kata Adia Ketua Aliansi Santri Milenial Indonesia dalam keterangan tertulis, Senin (30/5).
“Potongan 40-50 persen atas penerima bantuan sudah tidak bisa dibenarkan, ini merupakan praktik Korup yang sudah akut. Jika terbukti benar, praktik tersebut sudah seharusnya dibongkar hingga ke akar,” ujar Adia.
“Praktik pemotongan dana hingga 50 persen, itu sudah akut, dan sangat tidak bisa dibenarkan,” Adia menambahkan.
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian
Menurtnya, modus praktik korupsi seperti ini memang sering terdengar di kalangan santri dan pesantren. Dengan berdalih membantu mengurus persyaratan administrasi pesantren, biasanya ada oknum yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk melakukan pungutan atau pemotongan biaya.
“Praktik seperti itu sering saya dengar dari teman teman di pesantren. Kayaknya sudah menjadi rahasia umum. Ada makelar yang bantu urus administrasi, tapi ujung-ujungnya minta bagian,” tambah Adia.
Menurutnya, jika informasi dari ICW ini benar, seharusnya menjadi tamparan keras bagi Kemenag. Kemenag harus serius membenahi dan mau membersihkan institusinya dari oknum-oknum yang memanfaatkan momentum demi kepentingan politik dan uang.
“Hal ini tidak sesuai dengan slogan Kemenag yang berbunyi Ikhlas Beramal. Ini memalukan. Slogannya saja ikhlas beramal, tapi masih aja ada pungli program bantuan. Kemenag harus punya tekad benahi masalah seperti ini” ujar Adia.
Baca Juga: PSSI Anggarkan Rp665 M untuk Program 2025
Ketua Aliansi Santri Milenial ini melanjutkan, seharusnya Kemenag memberikan pembinaan yang efektif terhadap pesantren yang berhak menerima bantuan. Pesantren-pesantren yang kurang mendapatkan informasi, memiliki kelemahan dalam hal administrasi, seharusnya diberikan edukasi dan pendampingan.
“Kalau masih ada pesantren yang tidak bisa urus adminitrasi harusnya dibina, bukan malah dimanfaatkan,” tutur Adia. (R4/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Naik 6,5 Persen, UMP Jakarta 2025 Sebesar Rp5,3 Juta