Aljir, MINA – Aljazair dan Prancis telah mengakhiri krisis diplomatik mereka, dan sepakat untuk memperkuat kerja sama timbal balik, lapor kantor berita nasional Aljazair pada Jumat (24/3).
Pengumuman itu datang setelah pembicaraan telepon antara presiden kedua negara. Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune dan Presiden Prancis Emmanuel Macron setuju untuk memperkuat kontak antara kedua negara.
Hal itu, kata Kepresidenan Prancis, untuk menghindari kesalahpahaman.
“Hubungan kami dengan Prancis berfluktuasi. Duta Besar Aljazair akan segera kembali ke Paris,” kata Tebboune kepada Al Jazeera.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Krisis diplomatik dimulai ketika aktivis Aljazair Amira Bouraoui melarikan diri ke Tunisia dan kemudian ke Prancis.
Bouraoui dikenal pada tahun 2014 karena protesnya terhadap masa jabatan keempat presiden saat itu Abdelaziz Bouteflika, kemudian terlibat dalam gerakan protes Hirak.
Bouraoui ditahan dan dijatuhi hukuman satu tahun penjara pada Juni 2020 sebelum diberikan pembebasan sementara pada Juli di tahun yang sama.
Tahun ini, dengan bantuan pejabat Prancis, dia meninggalkan Aljazair menuju Tunisia, dan ditahan pada 3 Februari saat menuju penerbangan tujuan Paris. Pada 6 Februari, aktivis tersebut dibantu untuk terbang ke Paris.
Baca Juga: Kedubes Turkiye di Damaskus Kembali Beroperasi setelah Jeda 12 Tahun
Aljazair memutuskan bahwa perjalanannya ke Prancis merupakan “eksfiltrasi ilegal” yang dilakukan dengan bantuan personel diplomatik dan keamanan Prancis, dan memanggil pulang Duta Besarnya untuk Paris Saïd Moussi untuk konsultasi.
Aljazair pernah dijajah Prancis dan memperoleh kemerdekaan melalui perang. (T/R6/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: UNICEF Serukan Aksi Global Hentikan Pertumpahan Darah Anak-Anak Gaza