Alumni Al-Azhar Kairo Gelar Konferensi Internasional Moderasi Islam di NTB

Jakarta, MINA – Organisasi Internasional (OIAA) Cabang Indonesia kembali akan menyelenggarakan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengangkat tema “Moderasi Islam dalam Perspektif Ahlussunnah wal Jama’ah,” yang berlangsung pada Kamis-Ahad (26-29 Juli 2018).

Acara ini diadakan OIAA bekerjasama dengan Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah (FKAT) NTB dan Pemerintah Propinsi NTB. Konferensi ini juga akan diikuti oleh narasumber dan peserta dari 21 negara sebanyak 400 orang.

“Moderasi Islam saat ini menjadi sangat krusial dan harus dikedepankan di tengah situasi fenomena takfir (pengkafiran) yang sebenarnya dimulai oleh kelompok khawarij di masa lalu, dan saat ini masih banyak dianut oleh kelompok Islam garis keras yang bisa dikategorikan sebagai ‘khawârijul `ashr’ (khawarij modern),” ungkapM. Zainul Majdi, Ketua Umum OIAA dalam Konferensi Pers  di RM Taliwang Bersaudara, Jakarta, Jumat (20/7).

Zainul Majdi yang akrab disapa sebagai Tuan Guru Bajang (TGB) menjelaskan fenomena takfir saat ini sering mengkafirkan individu Muslim, dan juga institusi negara Muslim. Fenomena takfir di masa kini terbukti memecah belah persatuan umat Islam, dan menciptakan stabilitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Wasathiyah Al-Islam juga menjadi pesan inti dari Bogor Message yang dihasilkan oleh Ulama dan Cendekiawan muslim dunia. Hal ini juga sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo dm pembukaan KTT Cendekiawan Muslim dunia yang digelar di Istana Bogor tersebut,” ungkapnya.

Terkait hal ini, menurut TGB, wasathiyyah atau Moderasi Islam perlu terus disuarakan. Karena wasathiyah sebuah etode berpikir, berinteraksi dan berperilaku yang didasari atas sikap tawâzun (seimbang) dalam menyikapi keadaan perilaku yang dimungkinkan untuk dianalisis dan dibandingkan, sehingga dapat ditemukan sikap yang sesuai dengan kondisi dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama dan tradisi masyarakat.

“Wasathiyyah Islam mencerminkan ajaran Islam yang ramah dan damai, antara lain: a) toleran dalam menyikapi keragaman; b) memberi kemudahan dalam beragama; c) memahami realitas kondisinya masyarakat; d) terbuka dalam interaksi dengan terhadap agama dan peradaban lain; e) tidak gampang-gampang mengkafirkan orang lain, selama masih mengucapkan dua kalimat syahadat dan salat menghadap kiblat yang sama,” jelas TGB.

“Penyelenggaraan konferensi dilatarbelakangi oleh keinginan kuat untuk menghadirkan wajah Islam yang moderat, toleran, ramah dan damai dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara, di tengah meningkatnya fenomena ekstremisme dan radikalisme,” ungkap Dr. Muchlis M. Hanafi, Wakil Ketua OIAA.

Ia melanjutkan, istilah moderasi Islam, tambah Mukhlis, belakangan ini kembali menggema. Bukan hanya di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat global. Fenomena terorisme dan ekstremisme beragama membangkitkan kembali kesadaran untuk menghadirkan kehidupan keagamaan yang moderat.

“Sisi-sisi kemoderatan Islam dikaji dan disuarakan kembali. Islam yang ramah, toleran, terbuka dan cinta damai,” tambahnya.

OIAA adalah sebuah wadah organisasi alumni Al-Azhar Mesir yang didirikan tahun 2007 dan dipimpin oleh Grand Syeikh Al-Azhar untuk menyebarluaskan wasathiyyah (moderasi) Islam sebagai risalah Al-Azhar melalui para alumni yang ada di banyak negara, salah satunya Indonesia.

Sejak dibentuk cabang Indonesia pada tahun 2010, OIAA telah menyelenggarakan beberapa kegiatan, antara lain Multaqa (temu alumni) Nasional, seminar, konferensi dan lainnya dalam upaya mengukuhkan wasathiyyat (moderasi) Islam. (L/R10/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.