Amnesty Internasional Indonesia Beberkan Temuannya Soal Tragedi di Rakhine

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Foto: Royhanul Iman/MINA

Jakarta, MINA – Amnesty International Indonesia membeberkan laporan temuan timnya terkait tragedi persekusi dan kekerasan yang dialami oleh etnis Muslim di , .

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, temuan pertama adalah soal serangan militer Myanmar pada Agustus 2017 yang diklaim ditujukan untuk menindak kelompok bersenjata ARSA.

Tetapi menurut Usman kejadian ini juga sempat terjadi pada tahun lalu dan kembali terjadi di tahun ini. Berdasarkan penjelasan Myanmar, menurutnya alasan dilakukan serangan terdebut adalah aneh.

“Dari penjelasan otoritas Myanmar aneh, karena jumlah yang disebutkan tewas (serangan tahun 2017) jumlah fantastis hampir 400 orang. Laporan lapangan, mayoritas yang tewas dari etnis muslim Rohingya,” katanya dalam sebuah kesempatan di Jakarta, Kamis (14/9).

Ia menambahkan, belakangan ini juga ada belasan ribu orang yang dievakuasi oleh Myanmar, tetapi Muslim Rohingya tidak dievakuasi. Ada pula soal temuan ranjau yang ditanam diperbatasan, bahkan tim Amnesty melihat korbannya dari Muslim Rohingya.

Pembakaran rumah ibadah, rumah juga ditemukan di Rakhine yang mayoritas penduduk Muslim Rohingya. “Tentara datang mengepung, dan membakar, orang yang ada di dalam rumah terbakar,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Burma Human Right Network (BHRN) Kyaw Win membenarkan adanya pembakaran masjid dan rumah, serta kekerasan terhadap Muslim Rohingya yang berujung pada pembersihan etnis di Rakhine.

BHRN juga melaporkan, sejak tahun 1962 otoritas Myanmar juga melarang adanya pembangunan Masjid, dan Madrasah. Berbanding terbalik dengan pembangunan infrastruktur umat Buddha yang meningkat.

Pelarangan untuk memperingati hari raya Islam juga dilakukan oleh otoritas Myanmar. Bahkan ada imbauan-imbauan yang ditempel di desa-desa yang tidak memperbolehlah Muslim.

“Bahkan etnis Muslim Rohingya juga tidak dapat fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan,” katanya.

Kyaw Win menilai jika ditanya soal yang terjadi di Rakhine adalah konflik Agama atau bukan itu sangat lah sulit, melihat persoalan yang ada sangat kompleks dan sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu.

Menurutnya jika bisa dikatakan ada kekerasan terhadap Muslim Rohingya, itu memang benar terjadi, tetapi sebenarnya militer Myanmar sendiri melakukan diskriminasi tidak hanya kepada etnis Muslim Rohingya saja ke etnis lain di Myanmar juga.

Bahkan, soal kekerasan dan pengusiran kepada etnis Muslim Rohingya yang terjadi dikaitkan dengan kepentingan politik juga bisa saja, karena di daerah Rakhine terdapat kekayaan alam yang cukup baik.

Krisis kemanusian, dan kekerasan terhadap Muslim Rohingya memang benar terjadi, terbukti dengan adanya penyiksaan, pembakaran, dan diskriminasi lainnya.

“Di lokasi yang perkampungannya dibakar informasi yang kami dapat pada tahun 2014 itu ditemukan titanium dan alumunium,” katanya. (L/R08/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)