Jakarta, MINA – Anak-anak ajaib dari Gaza, Ramadhan Abu Jazar (10) dan Walid Abu Jazar (7) mengisahkan ketangguhan perjuangan warga Palestina di Jalur Gaza.
Ramadhan yang lahir dalam Perang Gaza tahun 2014 menceritakan kisah hidupnya selama menghadapi penjajahan dari zionis Israel.
Ia lahir di tengah duka warga Gaza, karena pada saat itu ia kehilangan tempat tinggal dan juga beberapa keluarganya.
“Saya lahir di tahun 2014, saat itu Gaza sedang diserang dalam perang panjang selama 50 hari, dan ketika saya lahir di hari itu adalah hari yang sama dengan paman saya syahid, namanya Ramadhan, dan ayah saya memberi nama saya Ramadhan yang diambil dari nama paman saya,” ujar Ramadhan saat menceritakan pengalaman hidupnya di Aula Buya Hamka Gedung MUI Pusat, Jakarta, Selasa (10/9).
Baca Juga: Al-Qassam Hancurkan Pengangkut Pasukan Israel di Jabalia
“Di hari itu juga ayah saya luka parah, sekujur tubuhnya terkena serpihan bom, rumah kami hancur, paman bibi kami syahid, setelahnya saya tumbuh dan besar dengan suasana yang tidak beda. Saya hidup di tiga perang setelahnya,” imbuhnya menjelaskan.
Tidak berhenti sampai di situ, dia juga menceritakan bahwa peperangan yang masih bergulir hingga hari ini adalah peperangan yang paling besar yang kembali menghancurkan rumah yang dimilikinya.
“Perang yang paling besar adalah perang kali ini, perang dari 7 oktober hingga hari ini yang terhitung sudah 11 bulan, lagi-lagi rumah saya dihancurkan, kemudian paman dan bibi saya syahid, 140 keluarga besar Abu Jazar syahid,” tuturnya.
Setelah enam bulan hidup di tengah genosida, mereka dievakuasi oleh Pemerintah Qatar.
Baca Juga: Zionis Israel Serang Pelabuhan Al-Bayda dan Latakia, Suriah
Pemerintah Qatar tidak mengevakuasi semuanya, mereka hanya mengevakuasi orang-orang yang dianggap sebagai aset besar, di antaranya adalah Ramadhan dan Walid . Mereka tinggal di Qatar selama 3 bulan dan kemudian berkunjung ke Indonesia.
Di hadapan tamu yang hadir pada kunjungan ke MUI itu, Ramadhan dengan lantang mengatakan, anak-anak Gaza memiliki mental sangat kuat. Sejak kecil mereka dididik orang tuanya menjadi anak-anak berjiwa tangguh dan berguna bagi umat Islam.
“Kami anak-anak Gaza bukan tipe anak-anak yang mudah menyerah, dengan berbagai penderitaan yang kami rasakan, kami yakin bahwa ini semua akan membentuk kami menjadi orang besar dan ayah ibu saya sejak kecil sudah meletakkan visi misi mereka pada kami anak-anaknya,” kata Ramadhan, berbicara dengan lancar layaknya penceramah dewasa.
“Mereka mendidik kami sesuai dengan visi misi mereka, yakni mereka ingin membesarkan anak-anak yang memiliki jiwa kepemimpinan, bisa bermanfaat untuk umat islam, dan menjadi bibit-bibit pionir pembebas Masjidil Aqsha,” imbuhnya, membuat seisi ruangan memberikan tepuk tangan gemuruhdan meneriakan takbir.
Baca Juga: Majelis Umum PBB akan Beri Suara untuk Gencatan Senjata ‘Tanpa Syarat’ di Gaza
Dia juga meminta agar seluruh kaum Muslim khususnya di Indonesia tetap terus berjuang untuk kemerdekaan Palestina.
“Pesan saya, jangan pernah kita berhenti berjuang bersama Gaza, karena pada hakikatnya korban dari penjajahan ini bukan hanya kami orang Gaza, bukan hanya warga Palestina, tapi semua kalian umat Islam,” ungkapnya.
“Kalian adalah korban dari penjajahan ini, zionis ini tidak akan pernah puas hanya menguasai Gaza atau Palestina. Kami yakin, kalau Gaza ini takluk mereka akan melalap sejauh yang bisa mereka lalap. Maka dari itu, ketahuilah, bukan kami yang membutuhkan kalian, tetapi kalian yang membutuhkan kami. Karena hari ini warga Gaza sedang memperjuangkan kehormatan Islam, yaitu Masjidil Aqsha,” imbuhnya. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Sudah 66 Hari Israel Blokir Bantuan Kemanusiaan ke Gaza Utara