Jakarta, MINA – Setelah tsunami menghantam beberapa pantai di sekitar Selat Sunda beberapa hari yang lalu, kini warga Provinsi Banten yang berada di pesisir pantai dihantui oleh isu tsunami susulan.
Kepala Pusat Gempa Bumi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Rahmat Triyono menegaskan, tidak ada istilah susulan dalam tsunami, istilah susulan hanya digunakan untuk gempa bumi.
Seperti dikutip dari laman Indonesia.go.id, Rabu (26/12), Rahmat menjelaskan, tsunami hanya terjadi jika ada gempa besar, longsoran atau kejadian lain seperti letusan gunung api di bawah laut yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air laut. Dan kalau kemudian ada tsunami lagi, artinya ada kejadian lain lagi yang memicunya.
Mengenai tsunami yang menerjang Pandeglang, Serang dan Lampung Selatan pada Sabtu (22/12), ia mengatakan bahwa penyebabnya masih diteliti oleh Badan Geologi.
Baca Juga: Longsor di Salem, Pemkab Brebes Kerahkan Alat Berat dan Salurkan Bantuan
Siaran Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di laman resminya menyebutka, pusat vulkanologi merekam adanya gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale 58 milimeter dan letusan Gunung Anak Krakatau pada Sabtu pukul 21.03 WIB, namun masih mendalami kaitannya dengan tsunami yang terjadi di Selat Sunda.
PVMBG merekam getaran tremor tertinggi yang terjadi sejak bulan Juni tidak menimbulkan gelombang air laut bahkan hingga tsunami. Material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar tubuh gunungapi masih bersifat lepas dan sudah turun saat letusan ketika itu.
Untuk menimbulkan tsunami, menurut pusat vulknaologi, perlu ada runtuhan yang cukup besar masuk ke dalam kolom air laut untuk merontokan bagian yang longsor dan ini tidak terdeteksi oleh seismograf di pos pengamatan gunung api.
Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) menunjukkan hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang berdiameter lebih kurang dua kilometer merupakan kawasan rawan bencana.
Baca Juga: Tausiyah Kebangsaan, Prof Miftah Faridh: Al-Qur’an Hadits Kunci Hadapi Segala Fitnah Akhir Zaman
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga 23 Desember, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau masih tetap Level II (Waspada). Pada level ini, warga tidak diperbolehkan mendekati radius dua kilometer dari kawah gunung. (T/Sj/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pembukaan Silaknas ICMI, Prof Arif Satria: Kita Berfokus pada Ketahanan Pangan