Cendekia Diaspora Indonesia Ditantang Bawa Iptek Indonesia ke Kelas Dunia

(Foto: Ageng/Kemenristekdikti)

Jakarta, MINA – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) kembali mengundang para  (yang bermukim di luar negeri) Indonesia kembali ke Tanah Air dalam rangka Program World Class Scholars (WCS) 2017.

Puncak Program WCS 2017 ini diselenggarakan melalui Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD), yakni mempresentasikan hasil kegiatan dan kolaborasi para diaspora dengan masing-masing mitra perguruan tinggi dan institusi riset di berbagai daerah.

Pembukaan SCKD 2017 dihadiri , Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Ali Ghufron Mukti, Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Jamaluddin Jompa.

Selain mengungkapkan apresiasi bagi para ilmuwan diaspora, Wapres juga menantang mereka untuk menghasilkan standar baru guna memajukan pendidikan Indonesia agar sejajar dengan perguruan tinggi berkelas dunia.

“Pendidikan di Indonesia membutuhkan pengalaman Anda untuk membuat standar baru, sehingga kita tidak hanya menjadi konsumen pendidikan di luar negeri,” kata Wapres Jusuf Kalla saat membuka SCKD 2017 di Hotel Sultan Jakarta, Kamis (21/12).

Wapres menjelaskan, tidak ada negara yang maju tanpa nilai tambah. Sedangkan nilai tambah membutuhkan teknologi yang merupakan produk dari pendidikan yang berkualitas.

Sebagai negara besar, lanjut Wapres Jusuf Kalla, Indonesia harus mampu menghasilkan lulusan yang mampu berpengaruh pada dunia, seperti menjadi CEO perusahaan-perusahaan besar yang saat ini banyak didominasi lulusan asal India dan Tiongkok.

“Peringkat perguruan tinggi Indonesia harus mampu masuk 100 besar dunia, tetapi saat ini baru bisa 300 besar. Berbagai cara pun sudah diupayakan, seperti mengirim anak bangsa kuliah di luar negeri melalui beasiswa,” imbuhnya.

Tamu undangan yang hadir dari Komisi VII dan Komisi X DPR RI, Dewan Guru Besar Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK), pimpinan perguruan tinggi, dan jajaran pejabat di Kemenristekdikti maupun Kementerian lainnya.

Sementara itu, pada sambutannya, Menristekdikti Mohamad Nasir mengungkapkan, program ini menjadi salah satu terobosan Kemenristekdikti, khususnya Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti untuk membangun kualitas manusia dan mendorong daya saing bangsa Indonesia.

Sebelumnya, program serupa sudah dilakukan pada 2016, dengan mengusung tema Visiting World Class Professor (WCP).

Menurutnya, perubahan nama program dari Visiting World Class Professor pada tahun 2016 menjadi World Class Scholars di tahun 2017 dikarenakan dua hal.

“Pertama tahun ini kami memiliki program yang sama, yakni World Class Professor yang mengundang tidak hanya dikhususkan diaspora namun juga seluruh academics leaders dari seluruh universitas terbaik dunia untuk hadir di perguruan tinggi di Indonesia. Kedua, kami ingin menjangkau publik yang lebih luas tidak hanya publik dari akademisi kampus saja yang terlibat tetapi juga para diaspora yang berasal dan berkarir di dunia industri,” ujar Nasir.

Mengusung tema baru, Program WCS 2017 mendapat antusiasme yang cukup tinggi dari para ilmuwan diaspora. Sejak dibuka pendaftaran pada akhir November lalu, lebih dari 100 ilmuwan Diaspora dari berbagai negara dan latar belakang keilmuan mendaftarkan diri.

Bekerjasama dengan ALMI, Kemenristekdikti melakukan seleksi ketat terkait data diri, kualifikasi akademis, penelusuran riwayat akademis, capaian akademihingga etika akademis pengusul sampai akhirnya terpilih 40 Diaspora dari 11 negara, meliputi Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Singapura, Taiwan, Jerman, Inggris, Kanada, Australia, Arab Saudi, dan Swiss. (L/R01/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.