Beijing, 9 Ramadhan 1434/17 Juli 2013 (MINA) – Cina melakukan pembatasan bagi Muslim Uighur dalam melaksanakan shalat di masjid dan menjalankan puasa Ramadhan, hal ini mengundang kemarahan dari kelompok hak asasi manusia.
“Pembatasan tersebut diluncurkan atas nama stabilitas dan keamanan, Beijing melakukan penindasan terhadap Muslim Uighur secara terstruktur,” kata Dr Katrina Lantos Swett, Komisi AS tentang kebebasan Beragam Internasional (USCIRF), menurut laporan Onislam yang dikutip Mi’raj News Agency (MINA), RAbu (17/7).
Menjelang awal Ramadhan, pihal berwenang Cina telah memberlakukan pembatsan pada shalat di masjid-masjid, serta pelarangan puasa di siang hari yang dinyatakan mengganggu.
Menurut Dilxadi Rexiti, juru bicara World Uighur Congress, para pejabat pemerintah berulang kali masuk ke rumah-rumah Muslim dan menyediakan makanan serta buah-buahan kemudian memaksa mereka berbuka puasa di siang hari.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Selain itu Rexiti menyatakan bahwa kegiatan pengajian sepenuhnya dilarang dan masjid-masjid dijaga ketat, termasuk disekitar utara kota Karamay. Pegawai pemerintah, dosen dan mahasiswa juga dikenakan denda jika mereka melakukan puasa.
Menurut laporan oleh Uighur America Association (UAA), mengatakan pemilik restoran Muslim di Hotan wajib buka selama Ramadhan, bahkan jika ditutup dengan alasan perbaikan mereka akan didenda.
“Pembatasan agama yang sangat agresif dan mengganggu kehidupan pribadi Muslim Uighur oleh pemerintah Cina hanya akan memancing kemarahan rakyat Uighur,” kata Presiden UAA, Alim Seytoff.
Menurut pengamat Cina di Oxford memperingatkan bahwa situasi di Xinjiang adalah masalah keamanan lokal, “Cina perlu mengelola minoritas yang lebih baik,” kata Ronan Gunaratna, kepala pusat Internasional untuk Penelitian Kekerasan Politik dan Terorosme Singapura.
Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar
Muslim Uighur adalah minoritas yang berbahasa Turki dengan delapan juta di wilyah Xinjiang barat laut, Xinjiang, sering disebut Turkestan Timur, telah menjadi otonom sejak tahun 1955 dan menjadi subyek tindakan kekerasan oleh pemerintah Cina. (T/P013/R2).
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Taliban Larang Pendidikan Medis Bagi Perempuan, Dunia Mengecam