Corona, Antara Hati-Hati dan Panik (Oleh: Shamsi Ali*)

Sejak merebaknya beberapa minggu yang lalu, atau saat ini populer dengan nama Covid-19, telah menjadi momok yang menakutkan bagi dunia global. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) misalnya menjadikannya sebagai penyakit dengan penularan yang massif (Pandemic).

Berawal dari kota Wuhan di China, ke negara-negara Asia khususnya Asia Tenggara, ke Timur Tengah khususnya Iran, Eropa khususnya Italia, bahkan Amerika Serikat. Kini dideklarasikan sebagai ancaman global.

Di Amerika sendiri saat ini sudah ada 400 ratusan kasus, 100-an di antaranya yang dipastikan sebagai Corona. Ada 14 orang yang meninggal karena virus tersebut. Bahkan di negara bagian New York, kampung saya, diperlakukan keadaan darurat oleh Gubernurnya.

Dampak besar juga terjadi di bidang ekonomi. Pasar keuangan dunia, termasuk Wall Street ambruk. Bahkan dianggap inilah krisis terbesar keuangan setelah resesi beberapa tahun lalu.

Barangkali tidak kalah hebohnya adalah pasar dan toko-toko “retail” barang-barang kebutuhan pokok tiba-tiba mengalami penurunan “stock” (persediaan) yang luar biasa. Dari bahan makanan, kebutuhan rumah tangga, hingga ke alkohol pembersih tangan (hand sanitizers) dan napkins.

Barulah saat ini disadari oleh banyak orang di Amerika, ternyata lebih 80 persen bahan-bahan kebutuhan dasar sehari-sehari di Amerika datangnya dari negeri asal Corona itu. China ternyata adalah pemasok terbesar bahan-bahan kebutuhan dasar hidup sehari-hari bangsa Amerika.

Salah satu toko murah meriah yang juga banyak diminati warga Indonesia di Amerika adalah 99c store. Saat ini jika anda masuk ke toko itu anda akan menemukan sebagian rak-raknya kosong. Selain karena memang diborong oleh kostumer, juga karena terhentinya pengiriman barang-barang murah itu dari China.

Yang ingin saya bahas singkat kali ini adalah bagaimana seharusnya kita menyikapi penyebaran virus corona atau penyebaran isunya? Haruskah kita panik, bahkan ketakutan, sehingga hidup harus seolah terhenti karenanya?

Saya ingin mengatakan bahwa sesungguhnya dalam dunia keterbukaan media saat ini, sebuah kejadian di manapun di dunia ini dapat menjadi isu yang dibesarkan atau sebaliknya dikecilkan.

Saya tidak mengatakan bahwa penularan virus corona adalah isu yang dibesarkan atau dikecilkan. Kenyataannya isu ini telah menjadi isu besar yang menggoncang dunia.

Corona seolah telah menjadi sebuah realita yang tidak lagi terhindarkan (unavoidable reality). Dan karenanya di depan kita hanya satu pilihan: HADAPI.

Sejatinya memang demikian. Semua yang telah menjadi realita tidak mungkin terhindarkan. Bahkan termasuk “realita kematian” jika memang masanya telah tiba.

Dalam Islam, menyikapi realita hidup, apa saja, baik yang baik atau buruk, besar atau kecil dalam pertimbangan manusia, termasuk isu Corona, selayaknya dihadapi dengan lima hal.

Pertama, ketika ada sesuatu yang kita anggap kurang menguntungkan, atau sebuah musibah terjadi dalam hidup, ada kemungkinan hal itu adalah bagian dari balasan dari kesalahan dan dosa-dosa yang kita lakukan.

Karenanya menghadapi Corona bagi seorang Muslim, hal pertama yang harus diingat adalah memohon maghfirah dan ampunan Allah. Sebab jangan-jangan hal ini terjadi karena kelalaian demi kelalaian yang selama ini kita lakukan dalam hidup.

Kedua, dari masa ke masa Allah mengingatkan manusia akan kuasaNya yang tiada batas. Salah satu caranya adalah dengan mengingatkan manusia akan segala keterbatasan dirinya sendiri. Bahwa manusia dengan segala kehebatannya, kekuatan, keilmuan, ragam inovasi, kekayaaan, dan seterusnya, memilki keterbatasan dan kelemahan yang nyata.

Virus corona bukan yang pertama dalam dekade ini saja. Dari virus AIDS/HIV, flu burung, dan saat ini yang dinamai virus Corona itu. Semuanya itu mengingatkan kita kembali akan kuasa Allah di satu sisi. Sekaligus menyadarkan kita akan kekurangan dan keterbatasan diri kita sendiri di sisi lain.

Ketiga, sesungguhnya alam semesta dan segala isinya ini berada dalam kontrol tunggal. Tak satu apapun yang terjadi dalam hidup ini kecuali karena memang digerakkan oleh Dia yang memegang kendali langit dan bumi.

Sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Rasulullah SAW nenegaskan: “Kalau seandainya seluruh jin dan manusia berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu, niscaya tidak ada yang mampu memberimu manfaat kecuali dengan ketetapan Allah bagimu. Dan kalau sekiranya suluruh jin dan manusia berkumpul untuk mendatangkan bahaya (mudhorat) bagimu, mereka tidak akan membahayakanmu kecuali dengan izin Allah”.

Maknanya, kasus ini harusnya semakin menguatkan keyakinan kita bahwa apa yang diperbincangkan di seantero dunia saat ini tak akan berdampak kecuali karena memang diizinkan oleh Pengendali langit dan bumi. Hal ini sekaligus akan menjadikan hati kita menemukan ketenangan di tengah keresahan manusia.

Keempat, keindahan Islam itu salah satunya adalah karena bercirikan “kaamil wa mutakaamil” (lengkap dan saling melengkapi). Aspek akidah itu harus dilengkapi dengan aspek ilmu dan amal.

Demikian pula dalam menyikapi Corona tentu mengharuskan ikhtiar manusia dalam upaya menjaga agar tidak menyebar. Dimulai dari ilmu. Belajar dari mereka yang ahli pada bidangnya.

Ahli selama ini mengatakan bahwa salah satu cara terbaik untuk membentengi diri dari kemungkinan penularan ini adalah dengan selalu mencuci tangan, muka, dan seterusnya. Tentu bersyukurlah kita bahwa ajaran agama ini secara mendasar mengajarkan yang demikian.

Artinya keimanan itu menuntut (requires) kita untuk memahami apa dan bagaimana corona itu. Lalu dengan ilmu itu kita berikhtiar (amal) untuk mengambil langkah-langkah usaha agar virus itu tidak berdampak ke kita dan orang lain.

Kelima, salah satu bentuk ikhtiar itu, selain yang disebut di atas, adalah dengan menengadahkan tangan ke atas, menundukkan hati kita, memohon kepada Allah SWT yang mengendalikan segala sesuatu di alam semesta ini untuk intervensi.

Percayalah, doa itu adalah senjata yang ampuh. Doa adalah kekuatan yang dahsyat. Dan karenanya jangan pernah remehkan. Dan Allah, Penguasa dan Pengendali segala keadaan telah berjanji akan mengabulkan doa hamba-hambaNya.

Itulah hal-hal yang harus kita lakukan dalam menghadapi ganasnya isu Corona ini. Saya hanya ingin menekankan kembali bahwa isu ini sudah menjadi isu global. Negara Amerika saja, yang diakui dunia sebagai “negara super power” juga ketar ketir dengan isu corona.

Karenanya jangan berpura-pura kebal, atau tidak peduli, atau mungkin juga sengaja disembunyikan demi kepentingan lain. Perlu kehati-hatian (carefulness).

Namun demikina kita juga tidak perlu panik (panicking). Berhati-hati itu perlu bahkan harus, bahkan positif. Tapi panik tidak perlu dan negatif. Kehati-hatian membangun rasionalitas dan jalan keluar. Panik menimbulkan sikap berlebihan di luar kawajaran.

Semoga Allah menjaga kita semua. Amin!

*Presiden Nusantara Foundation

(AK/R6/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)