Daniel Hernandez, Anggota Geng yang Setia pada Al-Quran Curian

adalah orang asli Puerto Rico yang tinggal di Amerika Serikat. Saat ini beliau adalah Imam Pearland Islamic Center di Texas dan pendakwah di IslamInSpanish, komunita Muslim berdarah Latin.

Beliau anak kedua dari tiga bersaudara, sudah punya empat anak, lelaki semua. Ibunya bernama Gloria Hernandez.

Dahulunya ia adalah anggota sebuah kelompok geng. Namun, sebuah hasil curian berperan besar dalam hidayah yang dijemputnya.

Berikut kesaksiannya di depan komunitas Muslim Amerika yang videonya diunggah oleh channel “Why Islam?” dan “Islam Bersatulah” pada akhir 2019.

 

Pertama, aku beruntung karena dulu ibuku seorang biarawati. Dia mempunyai pertanyaan yang tidak terjawab, jadi dia memutuskan meninggalkan biara. Dia dulu mengajar 50 siswi di biara. Fotonya masih ada, membuatku terkesan. Hijab yang dia pakai sama seperti yang dipakai para muslimah. Modelnya sama, dalamnya putih, luarnya hitam.

Waktu SMA aku terlibat dalam geng. Aku tidak akan sebutkan nama gengnya, sebab itu geng yang besar. Orang-orang yang mengenalku dulu mungkin akan membunuhku kalau ini ku-ungkap, sedangkan aku masih punya banyak hal yang harus ku-urus. Mengurus pemuda Muslim, berdakwah, dll. Aku tidak akan mengambil risiko.

Saat aku di geng ini, aku punya teman, seorang lulusan terbaik.

Suatu hari dia butuh tempat tinggal. Jadi kubilang ibuku untuk mengizinkannya tinggal. Ibuku membolehkan, jadi dia tinggal di rumah dan dia membawa sekotak buku. Di dalam kotak buku itu kulihat ada Biografi Malcom X.

Waktu aku bersama teman ini, kami pergi ke perpustakaan. Saat kami sudah membawa maksimal buku yang bisa dipinjam, kami berjalan ke luar dan kami melihat Al-Quran. Temanku bilang ingin membaca Al-Quran itu, tetapi sudah tidak bisa meminjam lagi.

Jadi kubilang, “Kamu ingin membacanya?”

Jadi kucuri saja. Itu bukan Al-Quran saku, biar jelas, mencurinya membutuhkan keahlian. Yang kuambil Al-Quran besar, terjemahan Abdullah Yusuf Ali. Kucuri dari perpustakaan karena temanku ingin membacanya.

Saat dia tinggalkan rumahku, dia juga tinggalkan Al-Quran itu. Satu-satunya barang Islami yang ada di rumahku hanya Al-Quran itu.

Abdullah Daniel Hernandez berbagi kisah perjalanannya mendapat hidayah Allah. (YouTube)

Setahun berlalu, dua orang temanku terbunuh oleh sesama anggota geng. Hari Ahad aku masih bersama mereka, esoknya kulihat mereka di berita. Mereka dibunuh, dianiaya.

Jika ini bisa terjadi pada mereka, maka ini pun bisa terjadi padaku. Jadi aku kehilangan kepercayaan pada satu-satunya orang yang kupercaya, pada orang-orang yang aku rela mengorbankan nyawa, mengorbankan pekerjaan untuk mereka. Jika mereka bisa melakukan itu pada temanku, mereka pun bisa melakukannya padaku.

Aku hilang kepercayaan kepada manusia. Aku percaya orangtuaku, tetapi mereka tidak punya pengalaman di jalanan. Jadi mereka tidak bisa mengeluarkanku.

Teman-temanku mulai melakukan sesuatu tanpa memberitahuku. Kadang-kadang polisi tiba-tiba menangkapku, “Kamu merampok rumah ini?”

“Aku baru saja bangun tidur.”

Kamu drop out, tidak sekolah, jam berapa kamu bangun?

Polisi, “Tidak, masuk ke mobil!”

Jadi setiap hari pikiranku hanyalah, “Apakah aku mati hari ini? Apakah aku terinfeksi penyakit hari ini? Atau apakah ibuku akan tersakiti karenaku?” Karena label yang melekat padaku.

Pada waktu itu aku tengah mencari. Aku putuskan pada suatu sore, aku putuskan pergi ke gereja. Aku ke gereja untuk mencari petunjuk.

Aku sering berlutut di kamar ibuku. Kubilang, “Tuhan, Kamu kan penciptaku. Kamu tahu yang kubutuhkan lebih dari diriku. Pilihkan jalan terbaik dan aku tidak akan menoleh lagi. Aku akan tinggalkan semuanya.”

Pada waktu itu aku punya kontrak musik, laguku sudah siap ditulis. Aku akan merekam albumku. Aku pada tahap mengambil keputusan. Jadi aku putuskan mencari petunjuk.

Lalu aku teringat, aku punya Al-Quran. Aku dengar di dalam Al-Quran terdapat kebijaksanaan. Orang yang menunjukkan Al-Quran dihukum seumur hidup karena membunuh dua temanku. Jadi Allah gunakan dia untuk memberitahunya, tetapi malah aku yang berakhir dengan Al-Quran itu.

Ketika aku membaca Al-Quran, aku dapati “iyyaa kana’budu wa iyya kanasta’iin”. Pada waktu itu aku bertanya, “Siapa yang bisa kumintai pertolongan? Aku tidak percaya siapa pun.”

Al-Quran berkata, “Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.”

Jadi itu yang akan aku lakukan. Aku hanya akan menyembah Tuhan dan kepada-Nya aku akan minta pertolongan.

Lalu aku terus membaca Al-Quran. Aku tidak menyebut Allah, kusebut Tuhan.

Dan aku terus membaca Al-Quran. Setiap aku temui perintah, aku melakukannya.

Al-Quran berkata, “Bacalah Al-Quran di waktu subuh.”

Aku bangun ketika semua orang masih tidur. Tenang, hanya ada aku dan Tuhan. Aku biasa membacanya sampai sejam. Kututup lalu berangkat tidur dan kurasakan telah menyelesaikan sesuatu. Sebab itu rahasia antara aku dan Tuhan.

Lalu semua orang bangun siap bekerja, dan aku telah selesai melakukan sesuatu.

Aku terus melakukan ini berbulan-bulan. Lalu aku sampai pada satu ayat “kutiba ‘alaikumush shiyaamu.” Diwajibkan atas kamu berpuasa.

Aku pun berpuasa, tetapi aku tidak seberuntung kalian (Muslim). Aku tidak tahu tentang magrib. Jadi aku tidak tahu bagaimana cara puasa. Aku puasa sampai aku merasakan sakit. Sebab aku bukan munafik. Aku akan berpuasa sampai aku merasakan penderitaan orang miskin. Saat kurasakan rasa sakit yang tidak bisa kutahan, aku akan berbuka karena kutahu kulkasku penuh dengan makanan.

Jadi apa maksudnya puasa?

Lalu ketemukan ayat tentang sedekah. Aku dulu biasa memakai DKNY. Suatu hari aku putuskan memberikan seluruh pakaianku yang mahal, semua DKNY. Kumasukkan kotak.

Ibuku bertanya, “Apa yang kamu lakukan?”

Kubilang, “Akan kusedekahkan.”

Aku tidak peduli omongan orang. Al-Quran bilang beri sedekah, maka kusedekahkan. Kubawa kotak itu ke penampungan terdekat, lalu kuletakkan di depan pintu.

Karena aku belajar melakukan kebaikan, harus rahasia antara aku dan Tuhan. Jadi kutekan bel, lalu aku lari. Dan aku mahir dalam hal lari dan sembunyi.

Alhamdulillah, perasaan yang aku dapat saat aku pulang ke rumah …. luar biasa.

Jadi, setelah 9 bulan membaca Al-Quran dan mempraktikkan apa yang kubaca, aku bilang pada diriku, “Aku ini Muslim.”

Jadi aku pergi ke masjid hari itu. Aku bertemu imam masjid.

Imam itu bertanya, “Bagaimana kamu belajar Al-Quran?”

Aku jujur saja, “Aku mencurinya.”

Dia bilang, “Apa?”

Aku belum pernah melihat imam berlari begitu cepat.

Dia bilang, “Kamu harus mengembalikannya!”

Aku jawab, “Aku akan kembalikan kalau dapat gantinya. Ini adalah satu-satunya temanku. Kamu pikir aku akan kembalikan? Ini yang membantuku berhenti minum alkohol. Ini yang membantuku belajar bersabar. Ini yang memberiku nasihat yang baik. Kamu pikir aku akan kembalikan? Berikan aku Al-Quran yang sama, baru aku akan kembalikan. Jika aku tidak dapat gantinya, maka ini akan aku beli.”

Lalu dia lari ke perpustakaan, kemudian dia berikan Al-Quran yang sama.

Alhamdulillah, dalam proses belajar Islam, pergi ke masjid, pulang ke rumah.

Di pagi hari setelah subuh, aku biasa bertemu ibuku di dapur. Aku sering membaca Al-Quran di sana. Terkadang aku temukan sesuatu yang menarik, tentang Yesus, tentang Maria.

Kubilang, “Mom, boleh kutunjukkan sesuatu?”

Jadi aku mulai membacakannya Al-Quran. Dan ini menjadi kebiasaan setiap hari setelah subuh dalam bahasa Inggris. Aku membacakannya Al-Quran.

Lalu, alhamdulillah aku menikah. Suatu hari ibuku datang kepadaku.

“Aku kangen mendengarmu baca Al-Quran.”

Aku bilang, “Sungguh?”

“Banyak pertanyaan yang membuatku meninggalkan biara, terjawab di Al-Quran.”

“Jadi Ibu percaya apa yang Ibu dengar?”

“Iya. Aku ingin masuk Islam.”

Alhamdulillah, ibuku masuk Islam dua tahun setelah aku.

 

Setahun berikutnya, Abdullah Daniel Hernandez menunaikan ibadah haji. Sepulang dari haji, ayahnya masuk Islam, adik dan kakaknya juga masuk Islam.

Hernandez kemudian belajar agama di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, selama lima tahun. Kini menjadi imam di Pearland Islamic Center di Texas. (A/RI-1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)