DEWAN ROHINGYA EROPA DESAK PBB INVESTIGASI GENOSIDA DI MYANMAR

Ankara, 23 Muharram 1437/5 November 2015(MINA) – Dewan Eropa (European Rohingya Council/ERC) menyatakan dukungannya terhadap sebuah laporan yang mengklaim pemerintah Myanmar, tentara, dan polisi bertanggung jawab atas genosida terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara itu.

Atas dasar temuan itu, ERC kembali menyerukan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk segera melakukan penyelidikan dan berhenti menutup mata atas kejahatan kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya.

Demikian pernyataan ERC yang dilaporkan Anadolu Agency, Senin (2/11) dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Laporan analisis itu dirilis oleh Allard K. Lowenstein dari Klinik Hukum HAM Internasional di Yale Law School, Amerika Serikat, dasarkan pada bukti yang dikumpulkan selama tiga tahun oleh kelompok advokasi Fortify Rights.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis akhir pekan lalu, Ketua ERC Khairul Amin mengatakan, laporan Yale mengatakan, ancaman eksistensial yang dihadapi oleh Rohingya telah disorot dalam berbagai misi pencari fakta internasional utama.

“Temuan Yale Law School sama dengan laporan dari United to End Genocide, berjudul Marching to Genocide in Burma (Myanmar) yang menemukan bahwa tidak di mana pun juga di dunia ini yang terdapat begitu banyak genosida, selain di Burma hari ini (terhadap Rohingya),” kata Amin.

Menurut analisis Yale, telah terjadi tindakan pembunuhan, kerja paksa, kekerasan seksual, dan penahanan sewenang-wenang sejak pemerintahan Presiden Thein Sein yang berkuasa pada 2011 dan dipuji-puji sebagai administrasi yang reformis.

Amin menambahkan penelitian lain juga telah menemukan komunitas Muslim Rohingya berada dalam ‘proses genosida secara perlahan-lahan’ sejak 1970-an.

Temuan itu terangkum dalam sejumlah laporan penting, di antaranya dalam Pacific Rim Law & Policy Journal, University of Washington, berjudul “Slow-Burning of Genocide of Myanmar’s Rohingya” pada Juni 2014, yang ditulis oleh Maung Zarni dan Alice Cowley.

Laporan lain, yaitu Countdown to Annihilation: Genocide in Myanmar, yang dikeluarkan oleh International State Crime Initiative, Queen Mary University of London, pada Februari 2015 juga menemukan bukti kuat bahwa pemerintah Myanmar telah mensponsori genosida terhadap Rohingya.

Amin mengklaim selama periode junta militer dan pemerintahan kuasi-sipil berikutnya di bawah Thein Sein, tindakan genosida terhadap etnis Rohingya telah diatur secara sistematis.

“Hak kewarganegaraan dan hak untuk memperkenalkan diri sebagai Rohingya ditanggalkan seiring penerapan undang-undang kewarganegaraan pada tahun 1982. Undang-undang itu lebih lanjut mendorong tindakan pembunuhan yang meluas, penyiksaan, pemerkosaan, penangkapan sewenang-wenang, kerja paksa, penghancuran dan penyitaan tanah dan properti bersama dengan pembatasan kebebasan beragama, pergerakan, pernikahan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan kelahiran (genosida biologis),” Amin menjelaskan.

Rohingya telah menghadapi penganiayaan selama beberapa dekade. Tindakan kekerasan yang mereka alami semakin berbahaya sejak 2012, ketika para ekstremis Budha mengamuk di beberapa desa di Sittwe, ibu kota Rakhine.

Penganut Budha radikal membakar rumah-rumah etnis Rohingya dan menyembelih komunitas tersebut dengan parang dan senjata lainnya. Sejak itu, sekitar 140 ribu Rohingya tidak bisa kembali ke desa mereka dan hidup menggelandang di kamp-kamp pengungsian yang kumuh.

Selain itu, sistem apartheid yang diterapkan pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya telah memaksa atau mendorong puluhan ribu orang Rohingya melarikan diri ke berbagai negara tetangga, seperti Bangladesh, Malaysia, Indonesia, dan negara Asia lainnya.

Kini, Rohingya kembali dikecualikan dari proses pemilihan umum pada 8 November nanti. Mereka dan calon dari kalangan Muslim, dilarang terlibat dalam proses jajak pendapat. Awal tahun ini pemerintah mencabut kewarganegaraan sementara yang dipegang oleh ratusan ribu orang Rohingya yang sebelumnya diberikan hak pilih. (T/P022/P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0