Jakarta, MINA – Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) Jumain Appe mengatakan, pengembangan inovasi harus memiliki kesiapan yang matang, mulai dari perencanaannya hingga sampai ke masyarakat.
Hal itu disampaikan Appe usai memberi arahan pada “Sosialisasi Permenristekdikti Nomor 29 Tahun 2019 tentang Pengukuhan dan Penetapan Tingkat Kesiapan Inovasi (Katsinov)” di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta Pusat, Selasa (23/7).
“Kita tahu kita sudah punya yang namanya tingkat kesiapan teknologi. Namun demikian, pengukuran ini sifatnya sangat spesifik untuk teknologi, bukan untuk mengukur bagaimana suatu teknologi itu bisa sampai ke pasar,” katanya.
Tingkat Kesiapan Inovasi (Katsinov) adalah metode untuk estimasi kesiapan inovasi dari suatu program inovasi di perusahaan, lembaga penelitian dan pengembangan, serta perguruan tinggi yang ditinjau dari aspek teknologi, pasar, organisasi, kemitraan, resiko, manufaktur, dan investasi.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Appe menjelaskan, pengembangan inovasi minimal harus memenuhi tiga syarat. Pertama, suatu inovasi harus memberikan perubahan yang signifikan. Kedua, suatu inovasi harus bisa dimanfaatkan atau digunakan. Dan yang ketiga, suatu inovasi harus bisa memberikan nilai komersil.
“Nah kalau kita ingin melihat ketiga hal ini, maka kita perlu satu ukuran, ukuran apa yang akan kita gunakan, sehingga kita betul-betul bisa melihat bahwa apa yang kita lakukan itu bisa disebut sebagai produk inovasi,” ujarnya.
Appe mengatakan, dalam rangka mendorong kesiapan inovasi ke tahap komersialisasi dan pengurangan resiko kegagalan dalam pemanfaatan, perlu dilakukan pengukuran tambahan berupa TKT (Tahap Kesiapan Teknologi).
“Kan percuma suatu teknologi itu kita sudah selesai semuanya, tapi begitu kita mau jual produknya itu nggak laku, nggak ada yang mau, nggak ada yang butuh, atau tidak memiliki daya saing, tidak memiliki nilai tambah,” katanya.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
Ia melanjutkan, ada satu proses namanya proses manufactur atau pengolahan. Proses ini diberlakukan untuk melihat mulai dari bahan bakunya, bagaimana proses produksinya, kemudian bagaimana nanti delivery dan segala macam.
“Ketika semua ukuran ini ada, kalau tidak ada manajemennya, tidak ada sumber daya manusianya, hal ini juga berbahaya. Karena kuncinya di situ. Jadi ada manajemen, ada organisasi, dan ada orangnya,” katanya. (L/R06/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru