DK PBB Gagal Setujui Pernyataan Mengutuk Kudeta Myanmar

New York, MINA – Dewan Keamanan PBB gagal menyetujui rancangan pernyataan bersama yang mengutuk kudeta militer di Myanmar, setelah pertemuan darurat selama dua jam, karena tidak mendapatkan dukungan dari China, sekutu utama Myanmar dan anggota tetap dewan yang pemegang hak veto.

Pertemuan dengan 15 anggota Negara diadakan secara virtual, untuk membahas pernyataan yang dirancang Inggris, yang menyatakan PBB “secara kolektif mengirim sinyal yang jelas untuk mendukung demokrasi” di negara itu. Al Jazeera melaporkan, Rabu (3/2).

“Saya mengutuk keras langkah-langkah baru-baru ini yang diambil oleh militer dan mendesak semua untuk secara kolektif mengirimkan sinyal yang jelas untuk mendukung demokrasi di Myanmar,” kata utusan Inggris Christine Schraner Burgener kepada dewan, menurut pernyataan yang telah disiapkannya.

Sementara itu mengatakan kudeta itu konstitusional dan berjanji untuk mengadakan pemilihan baru, sebab mengklaim pemilihan November lalu itu curang. Keadaan darurat akan tetap berlaku selama satu tahun.

“Mari kita perjelas, hasil pemilu baru-baru ini adalah kemenangan telak bagi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD),” kata Schraner Burgenershe.

“Usulan militer untuk mengadakan pemilihan lagi harus dicegah,” ujarnya.

Pernyataan, yang dirancang Inggris, yang tidak hanya mengutuk kudeta, tetapi juga menyerukan kepada militer untuk menghormati supremasi hukum dan hak asasi manusia dan segera membebaskan mereka yang ditahan secara tidak sah.

“Cina dan Rusia telah meminta lebih banyak waktu,” kata seorang diplomat.

“Sebuah pernyataan masih dalam pembahasan,” lanjut diplomat lain, yang juga tidak disebutkan namanya.

Draft tersebut juga akan menuntut agar keadaan darurat dicabut dan “agar semua pihak mematuhi norma-norma demokrasi.”

Kelompok hak asasi manusia mengecam kegagalan DK PBB untuk mengambil tindakan cepat.

“Tidak ada yang perlu terkejut bahwa badan dunia untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional gagal mengeluarkan pernyataan yang mengutuk kudeta militer yang kurang ajar,” Akila Radhakrishnan, presiden dari Global Justice Center mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Ia mendesak para pemimpin dunia untuk mengambil tindakan termasuk sanksi, embargo senjata, dan divestasi ekonomi untuk “melemahkan” militer Myanmar. (T/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.