Jakarta, 21 Shafar 1438/21 November 2016 (MINA) – Ketua Bidang Sarana, Hukum dan Waqaf Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI), Muhammad Natsir Zubaidi mengatakan, Wakaf hendaknya harus dikembangkan menjadi instrumen sosial dan ekonomi yang lebih produktif.
“Keberhasilan perwakafan dalam sejarah Islam telah membuktikan mampu memberikan solusi jaminan sosial dan kesejahteraan bagi masyarakat,” kata Natsir kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Jakarta, Selasa (22/11).
Natsir mengatakan, semangat perwakafan dipelopori oleh Khalifah Umar Ibnu Khatthab yang mewakafkan tanahnya yang paling baik dan subur di khaibar telah turut andil dalam memberikan kontribusi terhadap kebutuhan dan sekaligus mensejahterakan masyarakat.
“Di tanah air kita, perwakafan peruntukkannya pada umumnya dipergunakan untuk Pembangunan Tempat Ibadah (Masjid atau Mushalla), Pekuburan, Pesantren dan sekolah,” jelas Natsir.
Baca Juga: Jawa Tengah Raih Penghargaan Kinerja Pemerintah Daerah 2024 untuk Pelayanan Publik
Sebagai negara yang berpenduduk Muslim cukup besar. Maka pelaksanaan perwakafan diatur melalui UU no.41 tahun 2004 (tentang wakaf), PP.42 tahun 2006 (tentang pelaksanaan UU no.42 tahun 2004), PMA no.4 tahun 2009 (tentang administrasi pendaftaran Wakaf Uang) dan KMA no.37 tahun 2013 (tentang tata cara perwakafan benda tidak bergerak dan benda bergerak selain uang ).
Menurutnya, Indonesia sebenarnya memiliki kekuatan wakaf yang potensial berdasarkan data Maret 2016 terdiri dari 435.468 lokasi berupa tanah seluas 4.359.443.170 m2.
Ada model-model Wakaf yang diperuntukkan untuk Masjid seperti Masjid Agung Semarang sejak Bupati Semarang pada zaman Hindia Belanda dan yang sekarang berupa Masjid Agung Jawa Tengah. Ada berupa Pesantren seperti Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo dan ada juga berupa Perguruang Tinggi yakni UII Yogyakarta.
Sedangkan untuk model pemberdayaan Wakaf produktif masih belum nampak signifikan, namun untuk Ormas semacam Muhammadiyah yang memiliki Sekolah, RS atau Poliklinik, Perguruan Tinggi, Panti jompo, Balai Ketrampilan tentu juga dari dana Lembaga Amil Zakat Shadaqah dan Wakaf (Laziswa) ormas tersebut.
Baca Juga: Cuaca Jabodetabek Berawan Jumat Ini, Hujan Sebagian Wilayah
Sedangkan Ormas NU biasa Ponpes kebanyakan dimiliki Yayasan langsung oleh Perorangan atau Pak Kyainya.
Oleh sebab di UU Wakaf (pasal 9) Nazhir meliputi, perorangan, organisasi dan badan hukum. Untuk masa datang perkembangan Perwakafan hendaknya di samping diperuntukan bagi sarana dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan, bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu dan beasiswa.
Hendaknya dapat diperuntukkan bagi kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syari’ah dan peraturan perundang-undangan.
“Perlu ditambahkan dipotensi Wakaf ada 287.160 lokasi bersertifikat dan 148.608 lainnya yang belum bersertifikat ini, merupakan tantangan yang harus diselesaikan dan perlunya koordinasi antar Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama dan Kementerian Agraria, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN),” jelas Natsir. (L/P002/R05)
Baca Juga: Bedah Berita MINA, Peralihan Kekuasaan di Suriah, Apa pengaruhnya bagi Palestina?
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)