DPR Ingatkan Tiga Hal Terkait Alihfungsi Gedung Menjadi Rumah Sakit Darurat

Jakarta, MINA – Upaya pemerintah mengalihfungsikan satu area dan bangunan yang memungkinkan menjadi semacam untuk merawat para pasien yang terjangkit memang menjadi satu pilihan paling realistis demi menghemat waktu dan biaya daripada membangun gedung baru.

Namun tiga hal mendasar diingatkan anggota Komisi X , Ledia Hanifa Amaliah agar bisa dilakukan secara cermat dan teliti saat dilakukan upaya alih fungsi gedung atau wilayah.

Tiga hal tersebut adalah persoalan standarisasi ruang rawat, ketersedian alat, dan SDM serta persoalan limbah.

Salah satu contoh, urai Ledia, adalah Wisma Atlet Kemayoran yang disebut pemerintah akan dialihfungsikan menjadi tempat perawatan pasien . Dari kesepuluh tower dinyatakan bisa menampung hingga 22 ribu pasien dengan 2.400 kamar dinyatakan sudah siap pada Senin ini (23/3).

“Pengalihfungsian ini memang situasi darurat, namun saya harap soal standarisasi ruang isolasi dan ruang rawat, ketersedian alat, dan SDM serta persoalan limbah harus tetap disiapkan dengan sangat sangat teliti dan cermat, justru demi tidak terjadinya hal-hal tidak diinginkan ke depannya.”

Ketersediaan kamar-kamar di Tower Wisma Atlet memang disyukuri cukup banyak, namun  ruang isolasi dan ruang rawat bagi para pasien COVID -19 jelas membutuhkan spesifikasi khusus dengan standar khusus karena sifat penularan virus yang begitu cepat.

“Menyiapkan kamar rawat dengan spesifikasi dan standar khusus dalam waktu singkat tentu akan menjadi tantangan tersendiri, membutuhkan biaya tak sedikit pula. Tetapi jangan sampai menjadi kurang cermat dan teliti karena alasan keterbatasan waktu dan biaya,” kata Ledia.

Begitu pula soal ketersediaan alat dan tenaga kesehatan yang memadai. Semakin hari ketersediaan  obat-obatan dan peralatan pendukung kesembuhan pasien serta peralatan pendukung kerja dan pelindung kesehatan bagi para tenaga kesehatan makin terbatas jumlahnya.

Padahal untuk tempat yang dikhususkan sebagai tempat perawatan pasien COVID-19 maka ketersediaan obat, alat dan APD bagi nakes ini harus menjadi prioritas utama. Sederhananya saja soal masker medis dan hand sanitizer yang semakin langka. Lebih lanjut adalah pakaian APD.

“Kalau perlu produksi dan peredaran peralatan pendukung kesembuhan pasien serta peralatan pendukung kerja dan pelindung kesehatan bagi para tenaga kesehatan ini segera ditata dengan aturan khusus hingga tidak ada lagi penimbunan atau bahkan salah manfaat. Sebab saat ini yang banyak terjadi masyarakat ikut berbondong-bondong menjadi pemakai barang yang lebih dibutuhkan oleh tenaga kesehatan,” sambung aleg Fraksi PKS ini pula.

Terakhir adalah persoalan limbah. Setiap rumah sakit tentu telah dirancang secara khusus memiliki standar pengolahan dan pembuangan limbah, dengan spesifikasi dan standar khusus dan berbeda dengan bangunan dan wilayah lain.

“Pada saat mengalihfungsikan bangunan non rumah sakit seperti wisma atlet ini tentu menjadi peer tersendiri persoalan pengolahan dan pembuangan limbah ini. Merombak secara keseluruhan tentu tidak mungkin, tidak cukup waktu dan biaya. Namun  tetap tetap harus ada upaya terencana, cermat dan teliti agar urusan pengolahan dan pembuangan limbah ini tidak menjadi masalah baru di kemudian hari.”

Penanganan limbah rumah sakit ini jelas memerlukan koordinasi dan kerjasama lintas Kementrian/Lembaga terkait, karena potensi penularan maupun pencemaran pada orang dan  lingkungan sekitar tempat alihfungsi rumah sakit ini cukup tinggi.

“Sesegera mungkin pihak terkait menyiapkan SOP dan teknis pengolahan dan pembuangan limbah ini sebelum kita harus berhadapan dengan situasi yang lebih sibuk bila alihfungsi sudah dilakukan,” tambah Ledia.(R/R1/RS3)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.