DUKUNGAN PALESTINA UNTUK KEMERDEKAAN INDONESIA

image: infospesial.net
image: infospesial.net

Oleh Rendi Setiawan *

Presiden Pertama Republik  Ir. Soekarno pernah berwasiat kepada para generasi muda dengan kata “jasmerah” (jangan sekali-kali melupakan sejarah). Kenapa? Karena sejarah dapat menjadi bahan pelajaran dan pertimbangan bagi pilihan sikap dan tindakan di masa kini dan yang akan datang.

Berkaitan dengan sejarah Indonesia, ada hal yang jarang diungkap oleh ahli sejarah, yakni tentang negara mana saja yang pertama kali membantu dan memberikan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia.

Perlu dicatat bahwa dan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pertama kali datang dari Timur Tengah khususnya Mesir  dan , yang mayoritas warganya beragama Islam, bukan dari negara-negara Barat yang kala itu tentu saja masih mendukung penjajah Belanda.

Sejarah itu menjelaskan bahwa bangsa Indonesia berhutang dukungan dari Palestina.

Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI secara de jure dan de facto pada 17 Agustus 1945, tetapi perlu diketahui bahwa untuk berdiri sebagai negara yang berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan dari bangsa-bangsa lain. Pada poin ini negara Indonesia tertolong dengan adanya pengakuan dari tokoh tokoh Timur Tengah, khususnya Palestina.

Bahkan dukungan Palestina telah dimulai sejak setahun sebelum Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan RI.

Seruan pertama datang dari mufti umum Palestina Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini. Beliau hadir sebagai sosok ulama yang pertama memberikan dukungan, pengakuan dan ucapan selamat atas Kemerdekaan Indonesia.

Tersebutlah nama seorang Palestina lainnya yang sangat simpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia, yaitu Muhammad Ali Taher. Beliau adalah seorang pemimpin dan saudagar kaya Palestina yang spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata: Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia’’.

Tak hanya itu beliau juga mendesak kepada negara-negara Timur Tengah untuk mengakui Kemerdekaan Indonesia sekaligus menyakinkan negara-negara Timur Tengah lainnya seperti Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, Yaman, Arab Saudi dan Afghanistan.

Setelah seruan dari mufti Palestina itu, maka negara yang pertama kali berani mengakui kedaulatan RI adalah negara Mesir,  pada tahun 1949,   lantas disusul oleh negara-negara Timur Tengah lainnya. Inilah yang menjadi modal besar bagi RI sebagai negara yang merdeka, berdaulat penuh dan diakui dunia internasional sebagai salah satu syarat syahnya berdiri sebuah negara.

Pengakuan itu membuat RI berdiri sejajar dengan Belanda (juga dengan negara-negara merdeka lainnya) dalam segala macam perundingan di lembaga-lembaga internasional, walau Belanda masih berkeras menolak. Belanda  akhirnya terpaksa mengakui Indonesia barulah empat tahun kemudian, pada Konperensi Meja Bundar kedua negara tahun 1949 di Istana den Dam.

Para pemimpin negara dan perwakilannya di lembaga internasional PBB dan Liga Arab sangat gigih mendorong diangkatnya isu Indonesia dalam pembahasan di dalam sidang lembaga tersebut.

Di jalan-jalan di negara-negara Timur Tengah terjadi demonstrasi-demonstrasi dukungan kepada Indonesia ketika terjadi serangan Inggris atas Surabaya yang mencapai puncaknya pada 10 Nopember 1945 sehingga menewaskan ribuan penduduk Surabaya.

Demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur-Tengah khususnya Mesir, sholat ghaib dilakukan masyarakat di lapangan-lapangan dan masjid-masjid di Timur Tengah untuk mendoakan para syuhada yang gugur dalam pertempuran yang sangat dahsyat itu.

Fakta Hubungan Indonesia- Palestina

Ada beberapa fakta sejarah bangsa Indonesia yang menggambarkan betapa dekatnya hubungan Indonesia-Palestina. Mulai dari jaman kerajaan Islam hingga ke jaman perang kemerdekaan.

Fakta pertama, Adalah Syaikh Ja’far Shadiq, juru dakwah sekaligus panglima perang kerajaan Demak, sebelum akhirnya beliau hijrah ke kota Tajug (sekarang Kudus).

Ja’far Shodiq yang lebih terkenal dengan sebutan Sunan Kudus menamakan masjid yang dibangunnya pada tahun 956 H atau 1530 M dengan nama Masjidil Aqsha. Dalam prasasti pendirian masjid tertuliskan: “Telah dibangun Masjidil Aqsha fil Quds”. Beliau memakai nama masjid yang ada di Palestina, yaitu masjidil Aqsha di Kota Al Quds sehingga beliau merubah nama kota Tajung menjadi kota Kudus. Jadi kata Kudus berasal dari kata Al Quds.

Fakta kedua, rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim menggunakan madzhab Imaam Syafi’i,  salah satu imam mazhab besar yang empat. Siapa Imam Asy Syafi’i itu? Beliau adalah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i, lahir di kota Ghozzah atau Gaza, Palestina pada tahun 150 H atau 767 M. beliau masih satu nasab dengan Nabi Muhamamd Shallallahu ‘Alaihi Wasalam, beliau termasuk dari Bani Al-Muththalib, saudara dari Bani Hasyim, Kakek Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam.

Fakta ketiga, sebagaimana diungkap dalam buka resmi “Sejarah Diplomasi Republik Indoneia”, diterbitkan Kementerian Luar Negeri RI (1996). Buku ini disusun oleh tim penulis terdiri dari diplomat-diplomat senior RI dan wartawan senior Ismet Rauf, kini Wakil Pemimpin Redaksi I Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Liga Arab segera memberi pengakuan pada Kemerdekaan RI. Ditulis dalam buku sejarah itu, “Liga Arab mengirim Konsul Jenderal Mesir di Bombay, Mohammad Abdul Moun’im ke ibukota RI dengan pesawat charter”.  Menarik pula, pejabat-pejabat tinggi negara Indonesia yang baru merdeka, menompang di pesawat charteran Liga Arab itu sampai Singapura, untuk berjuang melalui diplomasi di forum internasional . Para pejabat itu adalah Menteri Muda Luar Negeri H. Agus Salim,   Menteri Muda Penerangan AR Baswedan (kakeknya Anis Baswedan) dan diplomat Nazir Datuk Pamuncak (ayah dari artis Yayang Pamuncak). Ketiganya melanjutkan misi mencari dukungan ke negara-negara Timur Tengah dengan hasil yang gemilang.

Fakta keempat, sebagaimana ditulis dalam buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri”  oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia , M. Zein Hassan Lc. Bahwa yang pertama kali menyuarakan kemerdekaan Indonesia adalah orang Palestina. Gelombang dukungan itu juga dikutip dalam kata sambutan Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden pertama RI), M. Natsir (mantan Perdana Menteri RI, Ketua Umum Partai Islam Masyumi, partai terbesar hasil pemilu 1955 bersama PNI), Adam Malik (Wartawan / pendiri Kantor Berita Antara, Menteri Luar Negeri RI ketika buku ini diterbitkan), dan Jenderal (Besar) A.H. Nasution (Panglima Komando Jawa ketika revolusi pisik di tahun-tahun pertama kemerdekaan).

Fakta-fakta sejarah ini telah memberikan pelajaran bahwa solidaritas umat Islam adalah kekuatan dahsyat yang harus terus dipelihara. Oleh karena itu upaya-upaya untuk melakukan konsolidasi antara bangsa-bangsa muslim, menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial, pertahanan keamanan, dan peradaban Islam secara umum harus terus diperjuangkan. Dengan demikian rahmat Islam dapat menyebar di seluruh penjuru bumi dan dirasakan oleh seluruh umat manusia.

Khusus bagi bangsa Indonesia, fakta sejarah bahwa Palestina yang pertama mengakui kemerdekaan RI, seyogianya juga mengingatkan bangsa Indonesia, bahwa pengakuan Palestina itu adalah pelaksanaan ajaran Islam, yang mengajarkan prinsip ukhuwah Islamiyah.

Berkat semangat persatuan dan persaudaraan Islam inilah bangsa Indonesia segera dapat memperoleh dukungan kemerdekaan dari negari yang mayoritas penduduknya sama-sama beragama Islam yakni Palestina dan Mesir.

Oleh karenanya alangkah eloknya jika bangsa ini dapat meningkatkan penghargaannya pada ajaran Islam. Bahkan bersedia menegakkan nilai-nilai universalnya dalam masyarakat dan bangsa Indonesia.

Selain fakta dan kebenaran sejarah di atas, Indonesia harus mendukung Palestina karena mereka merupakan saudara-saudara seiman.  Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasalam mengumpamakan kaum muslimin seperti satu tubuh, sebagaimana sabda Beliau:

 “Perumpamaan kaum muslimin yang saling kasih mengasihi dan cinta mencintai antara satu sama lainnya ibarat satu tubuh, Jika salah satu anggota merasa sakit maka seluruh tubuh akan turut merasa sakit dan tidak dapat tidur.” (HR. Al Bukhari).

(RS/P04/IR)

(Dikutip dari berbagai sumber)

*Penulis adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Alfatah, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), alamat Cileungsi, Kabupaten Bogor.

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0