EcoRamadhan: Hindari Perilaku Mubazir dan Berlebih-Lebihan (Oleh: Dr. Hayu S. Prabowo)

Oleh: Dr. Ir. H. Hayu S. Prabowo, Ketua Lembaga Pemuliaan dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (Lembaga PLH & SDA MUI)

Krisis lingkungan hidup yang terjadi saat ini dengan berbagai manifestasinya, sejatinya adalah akibat krisis moral, karena manusia memandang alam hanya sebagai obyek bukan subyek dalam kehidupannya. Maka penanggulangan terhadap permasalahan tersebut haruslah melalui pendekatan moral dan bukan hanya semata-mata pendekatan teknologi ataupun penegakan hukum.

Pada titik ini agama berperan penting dan harus tampil melalui bentuk tuntunan keagamaan serta direalisasikan dalam bentuk nyata dalam kehidupan sehari-hari umat manusia.

Keberhasilan menciptakan kehidupan yang ramah lingkungan merupakan penjelmaan dari hati bersih dan pikiran jernih umat beragama dan merupakan titik-tolak upaya menciptakan negeri yang asri, nyaman, aman sentosa: “baldatun thoyyibatun wa Robbun Ghafur.”

Manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki amanah dan tanggung jawab untuk memakmurkan bumi seisinya dan tidak hanya memanfaatkannya saja.

Maksud dari Islam yang memberikan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil‘alamin) adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu memberikan rahmat di dunia maupun di akhirat melalui kedamaian dan kasih sayang bagi bumi beserta seluruh makhluk hidupnya.

Namun umat muslim sebagai potensi terbesar bangsa yang seharusnya menjadi subyek sekaligus obyek gerakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam itu sendiri, justru masih kurang sadar akan hak serta kewajiban dalam hal pelestarian lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam.

Program dimulai saat menyongsong hari Lingkungan Hidup Dunia pada 5 Juni 2016 yang bertepatan dengan datangnya bulan 1437H, maka hikmah yang dapat diambil adalah meningkatkan keimanan ibadah Ramadhan dengan mengendalikan nafsu dan syahwat, melalui peningkatan pemahaman dan kesadaran atas pengelolaan lingkungan hidup.

Program ini terus berlanjut hingga saat ini. EcoRamadhan 2018M atau 1439H sudah dilaksanakan pada hari pertama Ramadhan ditandai dengan buka puasa bersama (ifthar jamai) di Masjid Burj Al-Bakrie Jakarta, minim sampah dan tanpa bungkus plastik. Semua peralatan digunakan ulang.

Sebagai salah satu ibadah yang paling agung, puasa/shaum merupakan sarana untuk melatih seorang Muslim agar memiliki kecerdasan emosional dan mental yang sehat.

Shaum melatih seorang hamba untuk mengendalikan hawa nafsunya dari berbagai godaan untuk mencapai kesempurnaan akhlak. Manusia telah dikaruniai akal dan nafsu, jika seseorang mampu menggunakan akal dan mengendalikan nafsunya maka kedudukannya beberapa derajat di atas malaikat akan tetapi jika seseorang tidak mampu menggunakan akal dan menjadikan nafsu sebagai tuannya maka kedudukannya jauh lebih hina dari binatang.

Imam Ghazâlî dalam kitab Ihyâ’ Ulûm al-Dîn menyatakan bahwa sumber segala dosa adalah syahwat perut, dan dari situlah timbul syahwat kemaluan. Karena banyak kejadian yang telah diceritakan dalam Al-Qur’an terkait dengan kesalahan manusia akibat mengikuti syahwat perutnya. Mengikuti hawa nafsu akan menyebabkan seseorang mencari dunia dengan rakusnya dan menyukainya secara berlebih, yang dampak lebih jauhnya juga akan menyebabkan rusaknya lingkungan.

Menurut Imam Ghazâlî, lapar merupakan hal yang utama dalam mengendalikan syahwat. Itulah sebabnya Rasulullah Shollahialaihiwassalam menyuruh umatnya untuk memerangi syahwat dengan lapar dan haus, karena pahala dalam hal itu seperti pahala orang yang berjihad di jalan Allah, dan tiada amal yang lebih disukai Allah Ta’ala daripada lapar dan haus.

Menjaga Kebersihan Lingkungan

Tujuan program EcoRamadhan adalah untuk meningkatkan kesadaran umat muslim sebagai potensi terbesar bangsa, atas pentingnya pelestarian lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan ajaran Islam.

Program EcoRamadhan merupakan wujud ibadah menuju ketakwaan dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dan dapat kembali menjadi fitrah, keadaan suci tanpa dosa dan kesalahan pada akhir Ramadhan.

MUI telah menetapkan Fatwa No. 47/2014 Tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan, di mana salah satu ketentuan hukumnya adalah setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabdzir dan israf.

Tabdzir adalah menyia-nyiakan barang/harta yang masih bisa dimanfaatkan menurut ketentuan syar’i ataupun kebiasan umum di masyarakat.

Israf adalah tindakan yang berlebih-lebihan, yaitu penggunaan barang/harta melebihi kebutuhannya.

Dalam hal ini selama Ramadhan umat Islam dihimbau dapat menjaga alam dengan mengkonsumsi sesuatu dari alam seperlunya. Melakukan ibadah Ramadhan dengan kebutuhan hidup yang sederhana dan mendasar.

Selain bernilai ibadah, perbuatan ini baik untuk kesehatan tubuh yang sekaligus menjaga alam sebagai bentuk tanggung jawab khalifah di bumi.

1. Menghindari konsumsi yang berlebihan

  • Jangan makan hingga terlalu kenyang.
  • Beli makanan lokal – kurangi makanan impor. Makanan impor memproduksi banyak sampah: energi penyimpanan dan transportasi, packing dan pembusukan.
  • Jangan membuang makanan dengan membeli makanan secukupnya dan hindari membeli makanan ketika perut lapar.

2. Menciptakan lingkungan tanpa sampah (Zero Waste Environment)

  • Kurangi penggunaan plastik dan styrofoam
  • Kurangi pemakaian air wudhu. Jaga wudhu untuk sholat Maghrib dan Isya.
  • 3M (Mengurangi, Menggunakan kembali, Mendaur-ulang)
  • Sumbangkan barang-barang layak pakai (baju, buku, majalah, elektronik, dan lain-lain).
  • Tingkatkan pola hidup hemat energi. Rencanakan dan pertimbangkan perjalanan anda, gunakan angkutan umum, berjalan kaki, sepeda, gunakan energi terbarukan, kurangi kertas, dan lain-lain.

3. Gunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk beribadah.

Baik itu Ibadah Mahdhah (Ibadah Ritual) dan Ibadah Ghairu Mahdhah (Ibadah umum atau muamalah). Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Ada dua nikmat yang banyak orang dirugikan di situ, yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu lapang. (HR. Bukhari)

Dua nikmat yang karenanya, manusia dirugikan mengandung arti bahwa dia tidak dapat memanfaatkan masa sehat dan waktu lapang untuk memperbanyak ibadah kepada Allah serta memperbanyak amal kebajikan yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat serta seluruh makhluk hidup di alam ini.

“Orang Mukmin itu bagaikan lebah, jika ia makan sesuatu ia makan yang baik, jika ia mengeluarkan sesuatu ia keluarkan yang baik. Dan jika ia hinggap di ranting yang sudah lapukpun, ranting itu tidak dirusaknya.” (HR. Tirmizi)

(AK/R01/RS1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Comments: 0