Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Efektifitas Peringatan Maulid Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam

Rana Setiawan - Rabu, 12 Oktober 2022 - 01:16 WIB

Rabu, 12 Oktober 2022 - 01:16 WIB

5 Views

Oleh: Dr. K.H. Masyhuril Khamis & H. J. Faisal*

Setiap tahun, tepatnya setiap tanggal 12 Rabiul Awal, sebagian besar umat Islam di seluruh dunia memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.

Hari kelahiran manusia agung pilihan Allah Ta’alla ini sesungguhnya merupakan momentum yang sangat tepat bagi seluruh umat muslim di dunia, termasuk umat muslim di Indonesia, untuk mengingat kembali tentang sosok Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam yang sangat agung, yang merupakan suri tauladan bagi umat muslim dunia, sekaligus juga sebagai nabi penutup dari semua nabi dan rasul yang pernah diutus oleh Allah Subhannahu Wata’alla.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’alla di dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab : 21, yang artinya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS Al-Ahzab : 21).

Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari

Dengan demikian, maka tidak diragukan lagi, sesungguhnya umat Islam telah mempunyai seorang sosok role model yang sangat ideal untuk diikuti dan dicontoh di dalam semua sendi dan bidang kehidupan umat Islam itu sendiri.

Namun yang menjadi fenomena umum juga adalah, ketika bulan Rabbiul Awal telah lewat, dan ketika momentum perayaan peringatan kelahiran (maulid) Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam telah berlalu, maka berlalu pula kegiatan mengingat dan mencontoh akhlak Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam sudah tidak lagi dijadikan seorang panutan dalam kehidupan sehari-hari, dan berganti dengan para tokoh lain yang lebih menekankan nilai materialisme dan egoisme belaka.

Tidak ada dampak atau bekas yang nyata bagi diri seorang muslim (tidak efektif) atas kegiatan peringatan hari kelahiran Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam , meskipun dia telah mengikuti acara perayaan peringatan kelahiran (maulid) Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam seumur hidupnya.

Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina

Jika demikian adanya, berarti ada yang kurang pas, di dalam kegiatan memperingati kelahiran (maulid) Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam selama ini, dan jika hal ini dibiarkan terus menerus, itu sama saja bahwa selama ini, umat muslim telah melakukan perbuatan yang sia-sia.

Sedangkan menurut hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, melakukan perbuatan sia-sia sama saja dengan menjauhkan kita dari perhatian Allah Ta’alla.

“Diantara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia sebagai tanda Allah menelantarkannya” (At-Tamhid Hadist ke-21 hal.200).

Membuat Efektifitas dari Peringatan Maulid Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23]  Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran

Jika demikian, mengapa kegiatan peringatan kelahiran Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam ini sepertinya tidak pernah menjadi efektif dampaknya bagi umat muslim itu sendiri?

Hal ini terjadi karena sikap mendua umat Islam sendiri di dalam menjadikan sosok manusia yang dijadikan teladan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Banyak umat muslim yang mengaku mengidolakan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam di dalam kehidupannya, tetapi hanya sebatas perkataannya saja. Di sisi lain, ternyata mereka masih mengambil contoh kehidupan tokoh-tokoh manusia lain, selain Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, misalnya tokoh-tokoh di dalam bidang ekonomi, pendidikan, hukum, pemikiran, politik, dan bidang-bidang kehidupan lainnya, yang tidak mendasarkan pemikirannya kepada Al Qur’an dan as sunah.

Kita ambil contoh, di dalam sistem perekonomian, umat muslim dunia ternyata lebih percaya dengan sistem ekonomi kaptalisme yang mengandalkan sistem riba untuk memutar roda perekonomian, dibandingkan dengan sistem ekonomi syariah yang berkeadilan, yang telah terbukti lebih mensejahterahkan umat, sesuai dengan yang pernah dicontohkan oleh para pemimpin muslim di zaman Rasulullah di abad ke-6 dan berlanjut sampai ke zaman runtuhnya dinasti Abassiyah di abad ke-18.

Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam

Contoh lain, di dalam sistem pendidikan keumatan, di mana masih banyak umat muslim di seluruh dunia yang masih percaya dengan sistem pendidikan yang bernafaskan paham positivisme, dibandingkan dengan paham kewahyuan Allah Ta’alla.

Hal ini disebabkan karena masih banyak pula umat muslim yang memandang bahwa wahyu Allah Ta’alla dan sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam (khabar shoddiq) bukanlah merupakan sumber-sumber ilmu pengetahuan, tetapi hanyalah dogma atau aturan-aturan yang sifatnya transendensial semata, dan tidak ilmiah/sintifik.

Paham-paham sekuler sepeti inilah yang sebenarnya telah berhasil ditanamkan oleh para pemikir sekuleris dan liberalis barat kepada umat muslim agar menjauh dari sumber-sumber kebenaran Islam yang hakiki, yaitu Al Qur’an dan sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam.

Akhirnya, banyak juga umat muslim yang terpengaruh dengan metode pemikiran sekuler seperti itu, sehingga mereka enggan untuk menerapkan nilai-nilai Illahiyah dan nilai-nilai propetik kenabian ke dalam kegiatan kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina

Padahal pencetus dan pemikir tentang paham positivisme ini, yaitu Auguste Comte (wafat 1857), yang dijuluki sebagai Bapak Sosiologi modern, sesungguhnya memiliki persoalan prilaku pribadi, dikarenakan kondisi kejiwaannya yang tidak seimbang.

Filosof Prancis yang dikenal dengan filsafat positivisme ini, yang mana pahamnya dipakai dalam metodologi ilmiah kependidikan hingga sekarang, sebenarnya dikenal sebagai orang yang kejam, tempramental, dan arogan. Bahkan dia pernah dibawa ke rumah sakit jiwa, lalu kabur sebelum sembuh.

Sosok tokoh seperti itu, tentu saja tidak ideal untuk dijadikan role model oleh para umat manusia, apalagi umat muslim pada khususnya. Tetapi,bagi manusia yang berfikiran pragmatis, apalagi tidak mempunyai kemampuan berlogika, mereka pasti akan berkata, “Ambil ilmunya, tetapi jangan tiru perilakunya.”

Tentu saja cara berfikir seperti ini tidak dapat diterima di dalam konsep pemahaman ber-Islam yang benar. Di dalam Islam, cacat di sisi akhlak, adab, dan moral, pasti akan membuat kecacatan pula di dalam keilmuan yang dimilikinya. Itulah mengapa dikatakan bahwa ilmu tidaklah bebas nilai.

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Karena itu, peradaban Barat tidak pernah mencapai kemapanan etika, sehingga menjadi peradaban yang ‘tidak selesai’ sampai sekarang (unfinished civilization). Itulah mengapa pemikiran dan perilaku dari Barat tidak ideal untuk diikuti.

Perdebatan tentang siapa tokoh paling puncak atau paling cocok dalam peradaban Barat yang menjadi model bagi masyarakatnya untuk ditiru? Tidak pernah ada kepastian atau kesepakatan sampai sekarang.

Padahal sesungguhnya, ketika umat muslim memahami hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, yang artinya “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah), maka sebenarnya kita dapat menyimpulkan, bahwa kemuliaan akhlak yang diinginkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam,untuk umatnya, bukan saja kemuliaan akhlak seorang hamba dengan Allah Ta;alla (habluminallah) sebagai tuhannya, tetapi juga kemuliaan akhlak dengan sesama manusia lainnya (habluminannaas). Karena dengan melakukan kemuliaan akhlak dengan sesama manusia lainnya juga merupakan hal yang diwajibkan oleh Allah Ta’alla kepada hamba-Nya. Dengan demikian, ada titik keseimbangan (tawadzun) di dalam kehidupan umat muslim.

Dengan kata lain, umat muslim juga harus tetap menjadikan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam sebagai standar contoh yang ideal di dalam proses kehidupan sehari-hari, baik yang berkenaan dengan bidang ekonomi, Pendidikan, hukum, pemikiran, politik, dan bidang-bidang kehidupan lainnya secara komprehensif.

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

Maka dari itu, saat umat muslim merayakan peringatan maulid Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam , diharapkan, para da’i atau pendakwah muslim sebaiknya mengupas, membahas, serta mensyiarkan juga tentang sisi-sisi sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam Shalallahu Alaihi Wassalam yang berkaitan dengan seluruh bidang kehidupan manusia secara komprehensif, dan tidak hanya mensyiarkan sunnah Rasulullah dari sisi akhlak beliau kepada Allah Ta’alla. Karena bagaimanapun Rasulullah pastinya telah dijamin oleh Allah Ta’alla untuk masuk ke dalam surga-Nya Allah Ta’alla.

Dengan demikian, maka umat muslim akan semakin mengenal bagaimana sosok dan sepak terjang Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam yang sangat cerdas di dalam mensyiarkan Islam di segala bidang kehidupan manusia, seperti bidang ekonomi, pendidikan, hukum, pemikiran, politik, pemberdayaan lingkungan, dan bidang-bidang kehidupan lainnya secara komprehensif tersebut.

Inilah yang dinamakan proses keterpaduan dan pengintegrasian kehidupan yang diajarkan oleh Islam melalui contoh-contoh dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam.

Wallahu’allam bisshowab

Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia

Jakarta, 9 Oktober 2022/ 13 Rabiul Awal 1444 H

*Dr. K.H. Masyhuril Khamis: Ketua Umum PB Al Washliyah/ Ketua MUI Bidang Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB)
* H. J. Faisal: Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor/ Anggota Majelis Pendidikan PB. Al Washliyah/ Wakil Ketua Umum PJMI

(AK/R1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom