Ektrimis Budha Kirim Surat Terbuka Desak Presiden Hapus Rohingya Dari Myanmar

,27 Ramadhan 1437/2 Juli 2016 (MINA) – Kelompok nasionalis Arakan dari Sittwe, negara bagian Rakhine mengirimkan surat terbuka kepada para pemimpin negara itu agar mengahapus kata “” dan “komunitas Muslim di negara bagian Rakhine”.

“Ratusan warga etnis dan para biksu Buddha Rakhine menandatangni surat yang tujukan kepada Presiden Htin Kyaw dan Penasehat Negara Aung San Suu Kyi dan Kepala Komandan Militer Min Aung Hlaing,” kata seorang warga setempat yang ikut menandatangani surat.

Radio Free Asia (RFA) yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan, tidak hanya pimpinan tertinggi di yang menerima surat, termasuk majelis tinggi dan DPR serta beberapa kepala kementerian dan pemimpin pemerintahan negara bagian.

Bulan lalu, pemeritah mengeluarkan perintah yang mengarahkan media milik negara untuk menggunakan istilah “komunitas Muslim di negara bagian Rakhine” untuk merujuk 1,1 juta Muslim yang tinggal di Myanmar.

Penganut Buddha yang menjadi warga mayoritas di negara tersebut menolak untuk menggunakan istilah “Rohingya” yang mereka anggap sebagai “Bengali,” migran ilegal dari negara tetangga Bangladesh, meskipun banyak dari mereka yang tinggal di Myanmar sudah beberapa dekade lamanya. Namun, pemerintah saat ini juga melarang penggunaan istilah “Bengali”.

“Penggunaan kalimat ‘komunitas Muslim di negara bagian Rakhine’ berarti ada dua kelompok, Buddha dan Muslim yang tinggal (di sini),” kata staf RFA Myanmar, Aung Htay.

Menurutnya, nama etnis Rakhine terancam hilang. Pihaknya menegaskan agar semua orang di Myanmar harus belajar dari sejarah.

“Kami mengirim surat kepada Presiden dan Menteri Persatuan Pemerintah untuk belajar tentang geografi dan sejarah negara bagian Rakhine,” katanya.

Surat itu merupakan bagian dari kampanye besar di Sittwe, daerah etnis Buddha Rakhine yang mempublikasikan pemberitahuan di rumah-rumah penduduk, memberitahu mereka untuk tidak menerima istilah “komunitas Muslim di negara bagian Rakhine”.

Nasionalis Buddha berencana akan melaksanakan kampanye yang sama di 17 kota lainnya di Rakhine pada Ahad (3/7).

Setidaknya ada 140.000 Muslim Rohingya yang mengungsi setelah kekerasan empat tahun lalu antara Muslim dan Buddha, yang menewaskan 200 orang lebih dan puluhan ribu kehilangan tempat tinggal.

Sekitar 120.000 warga Rohingya saat ini masih berada di kamp-kamp, sementara ribuan lainnya melarikan diri dari penganiayaan di negara bagian yang mayoritas umat Buddha.

Pemerintah Myanmar hingga saat ini belum ada upaya untuk mencari solusi atas masalah ini. Mereka pun tidak mempertimbangkan warga Rohingya untuk menjadi warga negara penuh dan menyangkal pula hak dasar mereka, seperti kebebasan bergerak dan akses ke pelayanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan.

Setelah pemerintah mengeluarkan perintah tertulis pada 16 Juni lalu, mandat penggunaan istilah “komunitas Muslim di negara bagian Rakhine”, Partai Nasional Arakan (ANP) -partai yang mewakili kepentingan rakyat Buddha di Rakhine- merilis sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa mereka akan terus menggunakan sebutan “Bengali”.

Pada Mei lalu, pemerintah Myanmar menyarankan Amerika Serikat dan kedutaan lain di negara itu agar bisa menghindari menggunakan istilah “Rohingya”. (T/P004/P001)
Miraj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.