Faisal Basri: Lemahnya Sektor Industri Sebabkan Minimnya Ekspor Barang

Jakarta, MINA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada 2018 mengalami defisit angka sebesar USD 8,57 miliar. Defisit tersebut merupakan yang terburuk sepanjang sejarah sejak BPS mencatat pada 1975 silam.

Laporan BPS itu menuai respon dari Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri. Menurutnya, secara sederhana terjadi karena Indonesia melakukan impor lebih banyak dibanding ekspor.

“Indonesia tidak bisa mengekspor barang dan jasa lebih banyak dari impor disebabkan industri di Indonesia yang terus melemah. Padahal ekspor utama Indonesia adalah industri. Industri di Indonesia layu sebelum berkembang,” kata Faisal dalam sebuah forum diskusi di Jakarta, Selasa (15/1).

Faisal mengungkapkan, sektor industri Indonesia yang posisi ekspornya terus menurun adalah , manufaktur hightech dan medium tech. Memang, kata dia, ekspor melemah tidak hanya terjadi di era Jokowi, tapi di era ini keadaan semakin memburuk.

“Ekspor industri manufaktur menurun terus. Kita pakai batik, iya buatan lokal, tapi katunnya dari mana? Untuk segala industri kita lebih banyak mengimpor dari pada mengekspor,” katanya.

Ia menegaskan, ekspor manufaktur berteknologi tinggi (hightech) terus menurun setiap tahun. Padahal, kata dia, kemajuan suatu negara diukur dari ekspor produk berteknologi tinggi yang naik.

Faisal kemudian menunjukkan sebuah data manufaktur hightech di Indonesia turun dari 16,7 persen pada 2002 menjadi 5,8 persen pada 2016. Sedangkan ekspor hightech ditambah medium tech juga mengalami penurunan dari 34,4 persen pada 2002 menjadi 28,8 persen pada 2015.

“Di saat seharusnya menambah ekspor di sektor manufaktur, pemerintah justru melakukan ekspor secara masif yang menyebabkan eksploitasi besar-besaran,” katanya.

Bahkan Faisal menyebutkan pada 2017 lalu, pemerintah menambah jatah ekspor batu bara hingga 100 juta ton. Menurut Faisal, akibat dari ekspor batu bara yang besar-besaran itu, Indonesia sudah mengalami over eksploitasi.

“Kan ekspornya lagi memble, jadi keruk sebanyak-banyaknya, sedalam-dalamnya untuk menutup (ekspor yang kurang), itupun tidak tertutup,” katanya.

Dia memaparkan data bahwa sebenarnya Indonesia hanya memiliki cadangan batu bara 2,2 persen dari total kekayaan dunia. Tapi produksi batu bara mencapai 7,2 persen dari total dunia dengan mengekspor 16,1 persen dari total dunia.

“Padahal kekayaan batu bara Indonesia tidak gede-gede amat, bukan top five produsen batu bara dunia,” ujarnya.

Ia mengatakan, negara yang memiliki cadangan batu bara yang banyak sekalipun tidak rakus mengekploitasinya. Ia mencontohkan India yang memiliki cadangan batu bara 9,4 persen dari total kekayaan batu bara dunia, tapi hanya memproduksi 7,8 persen dari produksi dunia.

“Sedangkan yang diekspor India hanya 0.1 persen dari total ekspor batu bara dunia,” katanya. (L/Mufi/R06)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: Rendi Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.