Rotterdam, MINA- Koalisi Internasional Freedom Flotilla telah mengumumkan akan berlayar lagi ke Jalur Gaza pada musim panas 2020. Demikian Palestinepost24 melaporkan, dikutip MINA, Rabu (4/12).
Keputusan itu diambil setelah pertemuan dua hari di kota Rotterdam Belanda, dihadiri oleh perwakilan organisasi solidaritas untuk mendukung hak-hak Palestina, dari sepuluh negara Eropa termasuk Amerika, Kanada dan Selandia Baru.
Langkah ini dilakukan untuk mencoba memecahkan blokade terhadap hukuman kolektif yang terus berlanjut terhadap lebih dari 2 juta rakyat Palestina di Gaza.
Sukarelawan Indonesia juga ikutserta dalam Freedom Flotila sebelumnya.
Baca Juga: Abu Ubaidah Serukan Perlawanan Lebih Intensif di Tepi Barat
Flotilla akan berlayar pada Mei tahun depan, sepuluh tahun setelah serangan berdarah Israel terhadap armada Freedom Flotilla pertama milik Turki, Mavi Marmara yang bertujuan mengirimkan bantuan ke Gaza mematahkan blokade Israel dan Mesir di wilayah itu pada 2010.
Kapal-kapal itu membawa 10.000 ton barang, termasuk perlengkapan sekolah, bahan bangunan dan dua generator listrik besar.
Para aktivis menegaskan, blokade itu ilegal berdasarkan hukum internasional. Di mana Tentara Israel membunuh sepuluh aktivis Turki di atas kapal tersebut.
Koalisi Internasional Freedom Flotilla (FFC) adalah gerakan solidaritas antar-masyarakat tingkat bawah dengan anggota dari seluruh dunia bekerja sama untuk mengakhiri blokade Gaza.
Baca Juga: Tentara Israel Mundur dari Kota Lebanon Selatan
“Anak-anak Gaza berhak mendapatkan hak yang sama dengan anak-anak di setiap negara lain di dunia,” kata Ann Wright dari Kapal AS ke Gaza.
“Mereka lebih dari satu juta, lebih dari setengah populasi Gaza, dan mereka kehilangan hak untuk masa depan yang adil karena blokade ilegal dan serangan militer yang sedang berlangsung di Gaza yang diduduki oleh Israel, dengan keterlibatan pemerintah kita,” ujarnya.
Koalisi menyatakan keprihatinan serius mengenai situasi kemanusiaan, menyerukan kepada orang-orang yang memiliki hati nurani dari seluruh dunia untuk misi mendukung membantu hak-hak anak-anak Gaza.
Pada 2012, PBB memprediksi bahwa Gaza menuju tempat tidak layak huni pada 2020. Pada 2017, PBB mengakui bahwa ambang batas tidak dapat dihuni telah dilewati. Meskipun demikian, entah bagaimana, keluarga-keluarga di Gaza menemukan jalan bekerja.
Baca Juga: PBB Adopsi Resolusi Dukung UNRWA dan Gencatan Senjata di Gaza
Zaher Birawi, Kepala Komite Internasional untuk pemecahan blokade yang juga berpartisipasi dalam pertemuan Rotterdam, menekankan proyek koalisi tahun ini akan fokus pada dampak blokade terhadap anak-anak dan remaja di Gaza.
Blokade Israel di Gaza, yan diperkuat oleh Mesir, telah membuat Gaza tidak dapat mengimpor bahan bangunan yang diperlukan atau barang-barang penting lainnya, menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan tingkat pengangguran di Gaza.
Warga Palestina di Gaza tidak dapat meninggalkan Jalur Gaza akibat blokade. (R/ara/B01-P1).
Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Menhan Israel: Ada Peluang Kesepakatan Baru Tahanan Israel