GENERASI STMJ

Bahron Ansori (mirajnews.com)
Bahron Ansori (mirajnews.com)

Oleh Bahron Ansori, 

Redaktur Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Jilbab-jilbab kok ? Demikian kata seorang teman menilai seorang akhwat yang punya hubungan ‘serius’ dengan seorang lelaki. Jaman semakin tua, kiamat mungkin tak lama lagi akan datang. Tapi prilaku Bani Adam yang menumpang di bumi fana ini semakin menjadi-jadi saja. Yang tak kalah lucu di akhir jaman ini banyak lahir generasi STMJ alias generasi yang Terus Maksiat Jalan.

“Aku mencintaimu karena Allah” kata seorang ikhwan kepada seorang akhwat melalui akun fb-nya. Kemudian si akhwat itu menjawab, “Iya, akupun mencintaimu karena Allah.” “Kita saling menjaga saja ya, jika saatnya tiba, tentu kita akan bersama,” kata si ikhwan melanjutkan. Ungkapan saling mencintai antara ikhwan dan akhwat di akhir jaman ini seolah menjadi hal yang biasa dilakukan, tanpa rasa risih dan malu. Ikhwan akhwat ikut-ikut pacaran hari ini bukan suatu yang asing dan aneh. Salah satu sebab terjadinya pacaran antara ikhwan dan akhwat ini bisa jadi karena intennya ikhtilat (berbaur) antara mereka.

Pacaran, bukan satu-satunya kemaksiatan yang sering dilakukan oleh generasi STMJ ini. Kemaksiatan tak kalah hebat lain pun mereka lakukan seperti meninggalkan shalat! Hari ini, meninggalkan shalat bagi generasi muda Muslim sudah bukan hal asing lagi. Berjuta alasan dikemukakan untuk tidak melaksanakan shalat. Ngakunya sih Muslim, tapi prilakunya tidak mencerminkan orang-orang yang mendirikan dan menegakkan shalat. Padahal, dalam Islam, ia mengetahui bahwa mengerjakan shalat adalah sebuah kewajiban bagi setiap Muslim.

Meninggalkan Shalat

Karena pentingnya perintah shalat ini, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengatakan dalam salah satu ayat :

 فَخَلَفَ مِنۢ بَعۡدِهِمۡ خَلۡفٌ أَضَاعُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُواْ ٱلشَّہَوَٲتِ‌ۖ فَسَوۡفَ يَلۡقَوۡنَ غَيًّا 

Artinya, “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti/generasi (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Q.S. Maryam [19] : 59).

Ibnu Katsir menjelaskan, generasi yang adhoo’ush shalaat (meninggalkan shalat) itu, kalau mereka sudah menyia-nyiakan shalat, maka pasti mereka lebih menyia-nyiakan kewajiban lainnya. Karena shalat itu adalah tiang agama dan pilarnya, dan sebaik-baik amal seorang hamba. Dan akan tambah lagi (keburukan mereka) dengan mengikuti syahwat dunia dan kelezatannya, senang dengan kehidupan dan kenikmatan dunia. Maka mereka itu akan menemui kesesatan, artinya kerugian di hari qiyamat.

Adapun maksud lafazh Adho’us shalaat ini, menurut Ibnu Katsir, ada beberapa pendapat. Ada orang-orang yang berpendapat bahwa adho’us shalaat itu meninggalkan shalat secara keseluruhan (tarkuhaa bilkulliyyah). Itu adalah pendapat yang dikatakan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi, Ibnu Zaid bin Aslam, As-Suddi, dan pendapat itulah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat inilah yang menjadi pendapat sebagian salaf dan para imam seperti yang masyhur dari Imam Ahmad, dan satu pendapat dari As-Syafi’i sampai ke pengkafiran orang yang meninggalkan shalat (tarikus sholah) berdasarkan hadits,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاةِ

Artinya : “(Perbedaan) antara hamba dan kemusyrikan itu adalah meninggalkan sholat.” (HR. Muslim dalam kitab Shohihnya nomor 82 dari hadits Jabir).

Menurut Sa’id bin Musayyab, menyia-nyiakan shalat ialah tidak segera shalat Dhuhur hingga datang shalat Ashar, tidak segera shalat Ashar hingga datang shalat Maghrib, tidak segera shalat Maghrib sehingga datang waktu Isya, tidak segera shalat Isya sampai datang waktu Subuh dan tidak segera shalat Subuh sampai terbit matahari.

Menyia-nyiakan shalat berarti juga melambatkan waktu shalatnya. Sa’ad bin Abi Waqqas mengatakan, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam tentang orang yang menyia-nyiakan shalat, maka Nabi Shallalahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, ‘maksudnya orang yang melambatkannya.” (H.R. Al Bazaar).

Banyak hal yang membuat orang menyia-nyiakan shalat. Diantaranya karena disibukkan oleh harta dan anak-anak. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُلۡهِكُمۡ أَمۡوَٲلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَـٰدُڪُمۡ عَن ذِڪۡرِ ٱللَّهِ‌ۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٲلِكَ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡخَـٰسِرُونَ 

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman janganlah harta dan anak-anakmu itu dapat melalaikan kamu dari ingat kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itu kelak akan merugi.” (Q.S. Al-Munafiqun [63] : 9).

Lebih tegas lagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

 مَا سَلَڪَكُمۡ فِى سَقَرَ (٤٢) قَالُواْ لَمۡ نَكُ مِنَ ٱلۡمُصَلِّينَ (٤٣)وَلَمۡ نَكُ نُطۡعِمُ ٱلۡمِسۡكِينَ (٤٤) وَڪُنَّا نَخُوضُ مَعَ ٱلۡخَآٮِٕضِينَ (٤٥) وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوۡمِ ٱلدِّينِ (٤٦) حَتَّىٰٓ أَتَٮٰنَا ٱلۡيَقِينُ (٤٧) فَمَا تَنفَعُهُمۡ شَفَـٰعَةُ ٱلشَّـٰفِعِينَ (٤٨)

Artinya : “Apakah yang menyebabkan kamu masuk ke dalam saqar (neraka).” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan kami tidak pula memberi makan orang miskin. Dan kami (senang) membicarakan yang batil bersama orang-orang yang membicarakannya. Dan kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami hari kematian.” Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat.” (Q.S. Al-Muddatstsir [74] : 42-48).

Yang membedakan antara muslim dan kafir juga terletak pada shalat. “Janji (sebagai pembeda) di antara kami dan mereka (orang kafir) ialah dalam hal shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka benar-benar ia telah kafir.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai). Hadis lain, “Perbedaan antara hamba Allah (yang beriman dan yang kafir) adalah menyia-nyiakan shalat.” (HR. Muslim).

Sebaliknya, orang yang mampu menjaga shalatnya dengan baik, maka ia akan selamat di hari kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa yang menjaga shalatnya, maka ia (shalat) akan menjadi cahaya dan tanda bukti yang bisa menyelamatkannya di hari kiamat kelak. Sedang orang yang tidak mau menjaga shalatnya, (maka) dia tidak mempunyai cahaya, tanda bukti serta penyelamat di hari kiamat nanti, bahkan ia kelak akan berkumpul dengan Fir’aun, Qarun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Thabrani).

Maka sangat berbahaya orang yang shalat tetapi ia menyia-nyiakan shalatnya, semua amal kebaikan yang pernah dilakukanpun menjadi sia-sia. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa yang menghadap kepada Allah padahal ia menyia-nyiakan shalat, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak menyediakan sedikitpun untuk amal kebaikan orang itu.” (HR. Al Iraqi).

Renungan

Jadi, jangan menjadi generasi STMJ, sebab hanya akan membuahkan keburukan demi keburukan di dunia dan tentu jika saja tak segera bertaubat, maka akan mendapat azab di akhirat. Jadilah generasi Rabbani yang senantiasa berdiri dan tegak lurus di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jadilah generasi-generasi yang istikomah dalam jihad dan dakwah, memilih dan memantapkan niat untuk senantiasa ada dalam bingkai syariat-Nya. Jadilah generasi-generasi yang merasa lebih mulia bila ada dalam lingkup Al Qur’an dan As Sunnah.

Hidup hanya sekejap, siang malam berganti seolah dalam hitungan jam. Tahun berganti tahun pun seperti tak terasa berjalan. Usia semakin senja, itu artinya kematian sudah menanti diujung sana. Bukan tidak mungkin maut akan menghampiri orang yang secara zahir masih berusia belia. Yang jelas, kematian itu tak mungkin ditunda bila waktunya tiba. Karena itu, persiapkan diri dengan segala kebaikan yang kelak bisa menjadi tabungan pahala di syurga.

Idealnya, semakin tua usia seseorang, tentu ilmu, dan kebijaksanaannya pun semakin bertambah. Pikirannya semakin jernih,  ruhiyahnya tabah cerdas dan semakin barokah pula hidupnya. Barokah berasal dari bahasa Arab baaroka berarti semakin bertambahnya kebaikan atau manfa’at (ziyadatu al-khoiri awi al-naf’i). Menurut kamus al-Muhith, barokah berawal dari arti kata bergerak, tumbuh; berkembang; dan bahagia.

Dari sini, para ulama kemudian mendefinisikan barokah sebagai “bertambahnya manfa’at dan kebaikan dalam setiap hal yang kita lakukan waktu demi waktu”. Ada juga yang mengartikan barokah sebagai kebaikan berlimpah yang diberikan oleh Allah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Barokah juga dapat diartikan sebagai kepekaan untuk selalu bersikap baik dan benar.

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, barokah adalah semakin dekatnya kita kepada Allah. Pengertian ini amat dipegang teguh oleh ulama terutama di Indonesia. Jika ada seseorang berkata “Semoga Allah memberkatimu” maka yang dimaksud adalah semoga Allah selalu mendatangkan kebaikan dan manfa’at bagi Anda sehingga Anda semakin dekat kepada-Nya.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membimbing langkah kita untuk menjadi orang-orang yang penuh barokah dalam hidup di dunia dan dalam kehidupan selanjutnya. (T/R2/EO2/R1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0