Ankara, MINA – Ketua Pelaksana Badan Wakaf Indonesia Prof. Mohammad NUH. DEA , mengikuti Global Waqf Conference ke-11 di kampus Istanbul Sabahattin Zaim University, Istanbul, Turki, Kamis (7/9).
Dalam acara tersebut, Prof. Mohammad NUH. DEA menjadi salah satu pembicara kunci menyampaikan materi tentang wakaf.
Menteri Pendidikan periode 2009-2014 itu memaparkan kegiatan perwakafan dalam perspektif input-output system terdiri atas aktivitas pengumpulan harta wakaf, pengelolaan harta wakaf, dan penyaluran manfaat harta wakaf. Pihak utama yang terlibat dalam proses input-output ini adalah wakif, nazhir, dan penerima manfaat. Namun, nazhir menempati posisi paling sentral di antara mereka.
“Perspektif Input-output system perwakafan itu terdiri atas gumpulan harta wakaf, pengelolaan harta wakaf, dan penyaluran manfaat harta wakaf,” ucap M. NUH, demikian keterangan yang dikutip MINA.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Ia menejelaskan, sebagai pihak yang menerima amanah harta benda wakaf dari wakif, nazhir seringkali lebih berfokus pada kegiatan meningkatkan jumlah wakif dan harta benda wakaf. Keberhasilan wakaf lebih condong diukur dari besarnya harta benda wakaf yang berhasil dikumpulkan oleh nazhir dari para wakif.
“Adapun proses pengelolaan harta benda wakaf dan kegiatan penyaluran manfaat wakaf seringkali kurang mendapatkan perhatian yang memadai,” ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Badan Wakaf Indonesia Prof. Mohammad Nuh. DEA mengajak para nazhir dan semua pegiat wakaf dari berbagai negara untuk menggeser paradigma yang terlalu fokus pada penghimpunan tersebut.
“Paradigma itu saya sebut sebagai wakaf 1.0,” kata Nuh dalam presentasi berbahasa Inggris di hadapan delegasi dari berbagai negara yang hadir.
Baca Juga: Pengadilan Belanda Tolak Gugatan Penghentian Ekspor Senjata ke Israel
Prof. Nuh mengajukan tiga paradigma wakaf baru untuk melengkapi paradigma wakaf 1.0 yang hanya berfokus pada pengumpulan harta benda wakaf.
Paradigma wakaf 2.0 menekankan agar kegiatan pengelolaan harta benda wakaf melahirkan nilai tambah. Nilai tambah ini menjadi nilai lebih dari pengelolaan harta benda wakaf dibandingkan dengan pengelolaan harta benda nonwakaf. Nazhir harus berupaya mewujudkan nilai tambah ini. Demikian penjelasan Nuh.
Selanjutnya, jelas Nuh, dalam paradigma wakaf 3.0, manfaat yang dihasilkan dan disalurkan kepada masyarakat harus optimal. Nazhir diharapkan bisa memberikan manfaat dari harta benda wakaf sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Terakhir, menurut Nuh, paradigma wakaf 4.0 menginginkan wakaf bisa meningkatkan status penerima manfaat menjadi wakif. Oleh karena itu, nazhir harus mampu menyiapkan program penyaluran manfaat wakaf yang sifatnya pemberdayaan kepada para penerimanya. (R/R8/P1)
Baca Juga: Macron Resmi Tunjuk Francois Bayrou sebagai PM Prancis
Mi’raj News Agency (MINA)