Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hajj Journey- 06 (Oleh: Shamsi Ali, New York)

Septia Eka Putri - Selasa, 30 Juli 2019 - 10:03 WIB

Selasa, 30 Juli 2019 - 10:03 WIB

3 Views ㅤ

Jamaah haji India (Radio Gov)

Oleh: Shamsi Ali/Presiden Nusantara Foundation

Oleh karena haji adalah ibadah yang mendasar dalam Islam maka sudah pasti tuntunannya sangat detail dan jelas dari Rasulullah SAW.

Jika shalat diperintah “shalatlah sebagaimana kamu melihatku shalat”. Maka haji oleh Rasulullah SAW juga diperintahkan: “ambillah dariku manasikmu”. Artinya dalam melakukan ibadah haji, lakukanlah sesuai cara dan ketentuan yang Rasulullah SAW telah contohkan.

Ada beberapa kekeliruan fatal di kalangan sebagian umat Islam. Terkadang kita melihat sebagian orang menunaikan ibadah haji sesuai tradisi atau budaya yang selama ini berlaku. Padahal ibadah harus terbangun di atas dasar “al-ittiba’”. Yaitu dalam melakukannya harus sesuai dengan tuntutan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Tiga cara memulai ibadah haji

Dalam tuntunan Rasulullah SAW ada tiga cara dalam melakukan ibadah haji: Ifrad, Qiran, Tamattu’.

Haji Ifrad adalah dalam musim haji tahun itu seseorang hanya meniatkan melakukan ibadah haji. Sehingga ketika memulai ihramnya, niat yang dilafazkan semata bertujuan untuk menunaikan ibadah haji.

Bentuk niat Ifrad adalah: “labbaika allahumma hajjan”. (Ya Allah aku datang memenuhi panggilan-Mu untuk berhaji).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

Ketika berhaji dengan cara Ifrad ini maka sang haji tidak diharuskan menyembelih sembelihan. Sembelihan ini lazimnya disebut “DAM” yang berarti “darah”. Karena menyembelih hewan itu identik dengan “mengalirkan darah”.

Haji Qiran adalah ketika seseorang dalam musim itu berniat untuk umrah dan haji sekaligus. Karena niatnya memang melakukan umrah dan haji sekaligus maka lafaz niat ihramnya menyebutkan keduanya.

Bentuk niat Qiran adalah “Labbaika allahumma hajjan wa umratan” (ya Allah kami datang memenuhi panggilanmu untuk berhaji dan berumrah).

Haji dengan cara Qiran (artinya menggabung) atau menggabung antara pelaksanaan haji dan umrah mengharuskan pelakuny untuk memotong hewan (kambing atau domba).

Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi

Haji Tamattu’ adalah ketika dalam sebuah musim haji seseorang berihram (berniat) untuk melakukan umrah, lalu pada musim yang sama kembali berihram untuk melakukan haji.

Artinya seseorang yang akan berhaji dengan cara tamattu’ ini ketika berihram hanya menyebutkan niat umrah saja. Lafaznya adalah “Labbaika allahumma umratan” (ya Allah saya hadir memenuhi panggilan-Mu untuk berumrah).

Tamattu’ berarti “bersenang-senang”. Berasal dari kata “mataa” atau kesenangan. Kata ini relevansinya adalah karena orang yang ihram untuk umrah itu setelah melakukan umrah kembali bersenang menikmati kehidupan normal. Dia tidak lagi terikat oleh aturan/larangan ihram.

Seorang haji yang melakukan hajinya secara tamattu’ diwajibakan menyembelih binatang (kambing/domba).

Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan

Lalu mana yang terbaik dari tiga cara berhaji itu? Jawabannya tidak ada yang pasti. Walau Rasulullah SAW melakukan Qiran, beliau justru setuju dengan sahabatnya melakukan Ifrad atau tamattu’.

Saya kira keistimewaan masing-masing ditentukan oleh niat dan tatacara pelaksanaannya (benar atau semrawut).

Rukun-rukun haji

Mayoritasnya ulama menyebutkan lima rukun ibadah haji: Niat Ihram, Wukuf Arafah, Thawaf, Sa’i, dan Tahallul.

Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina

Ada pula yang menggantikan Tahallul dengan melempar Jamarat sebagai salah satu rukun haji.

Rukun artinya amalan-amalan haji yang tidak boleh sama sekali ditinggalkan. Meninggal salah satunya berarti haji tidak sah atau batal dengan sendirinya. Seorang yang sudah ihram misalnya, lalu Wukuf di Arafah. Tapi karena satu dan lain hal dia tidak melakukan thawaf, maka hajinya batal.

Ihram

Ihram itu berarti “mensucikan atau kesucian”. Dari kata “al-haram” (suci). Sebagai masjid suci di Makkah dikenal dengan nama “almasjidul haraam”.

Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?

Ihram sesungguhnya adalah kata lain dari melakukan secara formal “niat” beribadah haji. Maka substansi dasar atau esensi terpenting dari Ihram itu adalah niatnya. Bukan sekedar pakaiannya.

Ada beberapa hal yang menjadi kewajiban di saat melakukan Ihram itu. Salah satu yang terpenting adalah melakukan niat (melafazkan niat ihram: Labbaika allahumma hajjan misalnya) di luar dari garis lurus apa Yang disebut “mirata”. Yaitu tempat yang telah ditetapkan sebagai tempat memulai niat, atau juga sebelum melewati tempat itu.

Jika karena satu dan lain hal seorang haji mengucapkan niatnya setelah melewati batas miqat tadi maka dia diharuskan memotong DAM sebagai komtimen.

Hal-hal lain yang menjadi sunnahnya adalah mandi (seperti mandi besar), potong-potong rambut yang perlu, beruwudhu jika harus, melepaskan semua pakaian regular yang berjahit. Setelah itu bagi pria memakai dua helai kain putih. Bagi wanita dengan pakaian Muslimah lengkap.

Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti

Sunnahnya mengucapkan niat setelah shalat. Walau sebagian besar ulama mengatakan bahwa dalam hukum Syariah sesungguhnya tidak ada yang disebut “sholat sunnah Ihram”. Maka sunnah melafazkan niat Ihram hendaknya dilakukan setalah shalat.

Setelah melafazkan niat (sesuai cara haji tadi; Ifrad, Quran atau tamattu) maka seluruh larangan-larangan selama ihram berlaku.

Di antara larangan-larangan itu adalah: memakai wangian, memotong kuku atau rambut, mencabut pepohonan, membunuh binatang yang tidak membahayakan, bercumbu apalagi berhubungan suami isteri. Menikah atau menikahkan juga dilarang.

Khusus bagi pria dilarang menutupi mata kaki dan kepala (yang melekat). Kalau tidak melekat di kepala, payung atau tenda tidak masalah. Untuk wanita secara khusus tidak boleh menutup wajahnya.

Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman

Masing-masing larangan di atas jika dilanggar ada tebusan yang harus dilakukan. Yang terbesar adalah ketika melakukan hubungan suami isteri di saat Ihram maka pelakunya diharuskan memotong onta dan harus kembali tahun berikutnya untuk menunaikan ibadah haji.

Pelanggaran lainnya ditebus sesuai aturan masing-masing yang diatur oleh hukum fiqh yang telah menjadi baku dalam agama kita. Semua itu dapat dirujukkan kepada ragam buku-buku fiqh yang ada. (AK/R07/RI-1)

(Bersambung)….

New York, 28 Juli 2019

Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina

* Presiden Nusantara Foundation & Pembimbing haji Nusantara USA.

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Dunia Islam
Indonesia
Indonesia
MINA Health