Gaza, MINA – Juru Bicara Hamas Jihad Taha mengatakan, pembantaian Sabra dan Shatila akan tetap menjadi saksi dari sifat haus darah dan kesadisan negara pendudukan Israel, yang menurutnya “didasarkan pada terorisme dan rasisme.”
Dalam sebuah pernyataan pada peringatan 41 tahun pembantaian Sabra dan Shatila, hari Sabtu (16/9), ia mengatakan rakyat Palestina tidak akan pernah melupakan dan memaafkan pembantaian yang dilakukan pasukan pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina, seraya menyatakan keyakinannya bahwa pelakunya cepat atau lambat akan dihukum dan dianiaya.
Taha menegaskan rakyat Palestina akan tetap patuh pada prinsip-prinsip dan hak-hak nasional mereka dan akan terus bekerja sama dengan perlawanan untuk pembebasan Palestina, dan menggambarkan pembantaian Israel terhadap mereka sebagai hal yang “tidak dapat dijelaskan.”
Menurutnya, semua upaya untuk melikuidasi perjuangan Palestina dengan mengacaukan situasi di kamp-kamp pengungsi Palestina dan menghapuskan hak para pengungsi untuk kembali ke rumah mereka akan gagal.
Baca Juga: Smotrich: Israel Tolak Normalisasi dengan Saudi jika Harus Ada Negara Palestina
Hari ini, 16 September, menandai peringatan 41 tahun pembantaian Sabra dan Shatila, yang dilakukan oleh tentara pendudukan Israel dan kelompok milisi lokal terhadap pengungsi Palestina di Lebanon.
Pada tanggal 16 September 1982, milisi yang didukung Israel membunuh antara 2.000 dan 3.500 pengungsi Palestina dan warga sipil Lebanon dalam dua hari di kamp pengungsi Palestina di Shatila dan lingkungan sekitar Sabra, yang terletak di barat daya Beirut.
Pengungsi Palestina yang terbunuh adalah korban Nakba (bencana) tahun 1948, yang terjadi selama pembersihan etnis Palestina oleh milisi Zionis. (T/R7/P1)
Baca Juga: Hamas Kutuk Agresi Penjajah Israel terhadap Suriah
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pemukim Yahudi Ekstremis Rebut Rumah Warga Yerusalem di Silwan