Hanya 8,5 Persen Perusahaan Barat Tinggalkan Rusia Sejak Invasi

Jenewa, MINA – Sebuah penelitian di Swiss melaporkan, hanya sebagian kecil perusahaan Barat yang meninggalkan sejak invasi di Ukraina dimulai pada Februari 2022 lalu.

Para peneliti di University of St Gallen dan di institut IMD di Lausanne telah menyelidiki berapa banyak perusahaan yang berbasis di Uni Eropa dan di negara-negara G7 yang benar-benar hengkang dari Rusia. Media the strait times melaporkan.

Temuan para peneliti itu mengungkapkan, jumlah perusahaan Barat yang hengkang dari Rusia tidak terlalu masif. Studi itu menunjukkan bahwa hanya kurang dari 10 persen dari perusahaan Uni Eropa dan perusahaan G7, termasuk anak perusahaan mereka telah mendivestasi atau hengkang dari Rusia.

Hal ini bertentangan dengan narasi bahwa ada eksodus besar-besaran perusahaan Barat yang meninggalkan pasar Rusia.

“Akibatnya, banyak perusahaan yang berkantor pusat di negara-negara ini (Uni Eropa dan anggota G7) menolak tekanan dari pemerintah, media, dan LSM untuk meninggalkan Rusia sejak invasi ke Ukraina,” ujar pernyataan bersama para peneliti.

Studi tersebut menunjukkan, ketika Moskow melancarkan invasinya, terdapat 1.404 perusahaan yang berbasis di Uni Eropa dan G7 beserta 2.405 anak perusahaan yang aktif di Rusia.

Menurut penulis studi Niccolo Pisani dan Simon Evenett, pada akhir November, hanya 120, atau sekitar 8,5 persen dari perusahaan tersebut, yang telah mendivestasi setidaknya satu anak perusahaan di Rusia.

Perusahaan yang lebih banyak hengkang dari Rusia, justru merupakan perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat (AS). Namun, jumlah perusahaan AS yang mencabut investasinya dari Rusia tidak terlalu masif, yaitu kurang dari 18 persen.

Sementara 15 persen perusahaan Jepang dan 8,3 persen perusahaan Uni Eropa telah melakukan divestasi dari Rusia. Anak perusahaan Barat yang meninggalkan Rusia terdiri atas 19,5 persen perusahaan Jerman dan 12,4 persen perusahaan AS.

Penelitian juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan Barat, yang hengkang hanya menyumbang 6,5 persen dari total laba sebelum pajak bagi kantor pusat di Uni Eropa dan G7, dengan operasi komersial aktif di Rusia. Sementara itu, mereka menyumbang 15,3 persen dari jumlah total karyawan yang bekerja untuk perusahaan di Rusia.

Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata, perusahaan yang keluar cenderung memiliki profitabilitas yang lebih rendah dan tenaga kerja yang lebih besar, daripada perusahaan yang tetap berada di Rusia.

Para peneliti mengatakan, temuan ini mempertanyakan kesediaan perusahaan-perusahaan Barat untuk memisahkan diri antara urusan ekonomi dan politik, yang sekarang dianggap oleh pemerintah mereka sebagai saingan geopolitik. (L/R4/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.