Harga Diri Wanita Muslimah

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Da’i Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor dan Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA

Begitu mahalnya seorang Muslimah, hingga ia pun harus ditutup rapat dengan kerudung dan jilbab ke seluruh tubuhnya, kecuali telapak tangan dan wajahnya.

Betapa Allah memuliakan dalam ayat:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزۡوَٲجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡہِنَّ مِن جَلَـٰبِيبِهِنَّۚ ذَٲلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا (٥٩)

Artinya: “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya [4] ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al-Ahzab [33]: 59).

Wanita pun tidak boleh disentuh oleh lelaki yang bukan mahramnya, kecuali nanti hanya untuk suaminya, imam di rumah tangganya. Kesucian, kehormatan dan harga dirinya begitu mahal, hingga kemaksiatan pun tak boleh menjamahnya.

Lisannya pun terjaga dari bercanda dan bercengkerama dengan lelaki lain, kecuali yang diperbolehkan secara syariat. Batas hijab menjadi tameng dari bujuk rayu syaitan yang disetujui nafsunya.

Ia sangat memahami kandungan ajaran mulia di dalam kitab suci Al-Quran:

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَـٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَا‌ۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِہِنَّ‌ۖ

Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang [biasa] nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya…”. (Q.S. An-Nuur [24]: 31).

Ia adalah wanita yang menjaga diri dari berhias dan bertingkah orang-orang jahiliyah. Wanita Muslimah sangat menjaga ayat:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu, dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti model berhias dan bertingkah lakunya orang-orang jahiliyah dahulu (tabarruj model jahiliyah).” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 33).

Ya, harga diri seorang Muslimah betapa mahal dan tak ternilai. Ia bukan seperti barang dagangan obralan yang boleh dipegang siapa saja calon pembeli, yang banyak hanya memegang saja tanpa membeli. Ia juga bukan seperti topeng monyet yang menjadi tontonan warga, siapa pun boleh melihat lenggak-lenggoknya, bedak dan lipstiknya, serta bahan tepuk tangan khalayak.

Karenanya, ia wanita Muslimah lebih memilih jalur pernikahan, walau masih dianggap miskin harta dan miskin pengalaman, daripada miskin iman. Ia pun lebih memilih pasangannya karena dasar ke-Islamannya, bukan karena harta, tahta dan keturunannya. Sebab keberkahan rumah tangga bukan karena material semata. Namun lebih pada nuansa Islami.

Ia sangat yakin akan arahan Allah, seperti di dalam ayat:

وَأَنكِحُواْ ٱلۡأَيَـٰمَىٰ مِنكُمۡ وَٱلصَّـٰلِحِينَ مِنۡ عِبَادِكُمۡ وَإِمَآٮِٕڪُمۡ‌ۚ إِن يَكُونُواْ فُقَرَآءَ يُغۡنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ‌ۗ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ۬ (٣٢)

Artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. An-Nuur[24]: 32).

Wanita Muslimah lebih memilih bimbingan Nabinya, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, agar selamat rumah tangganya, serta dunia akhiratnya.

Nabi yang telah mengarahkan dalam sabdanya:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Artinya: “Wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kemuliaan nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka nikahilah wanita yang baik agamanya niscaya kamu beruntung.” (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Kelak, wanita Muslimah setelah berumah tangga pun, setelah memiliki imam dalam rumah tangganya, ia menjaga diri lebih hati-hati lagi.

ٱلرِّجَالُ قَوَّٲمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡ‌ۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌ۬ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ‌ۚ

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka [laki-laki] atas sebahagian yang lain [wanita], dan karena mereka [laki-laki] telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihat, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara [mereka]….”. (QS An-Nisa [4]: 34).

Ia pun tetap memelihara fitrahnya dengan senantiasa membacakan ayat-ayat Al-Quran saat mengandung bayinya, serta kelak melahirkannya pun diserahkan pada bidan atau dokter sesama Muslimah. Sebab itu berkaitan dengan aurat terhormatnya, yang selama ini dijaganya mati-matian, jangan sampai dilihat dan dipegang oleh lelaki yang bukan mahramnya, dengan alasan darurat. Ia juga lebih memilih persalinan normal daripada dengan operasi cesar yang katanya lebih modern dan lebih aman, dan tentu lebih mahal. Walau harus membuka sebagian besar auratnya, membuka seluruh pakaiannya, di hadapan para lelaki yang juga bukan mahramnya.

Padahal dahulu sejak jaman Siti Hawa, Maryam, Khadjah Al-Kubra, dan wanita-wanita Muslimah lainnya, mereka lebih percaya pada kebesaran Allah daripada kecanggihan teknologi. Sebab pada akhirnya dan hakikatnya, yang membantu persalinan adalah Allah Sang Maha Pencipta, Sang Pencipta, bukan manusia.

Hingga setelah melahirkan, wanita shalihat pun memberikan ASI terbaiknya untuk anak-anaknya, generasi penerus perjuangan Islam. Ia pun mendidik anak-anak sendiri, dengan sentuhan jiwa, tangan dan fisiknya sendiri, bukan diserahkan kepada baby sitter atau pembantu.

Pada akhirnya, semoga harga diri Muslimah tetap terjaga di dunia modern yang penuh tipu daya ini, yang hendak menurunkan derajat wanita Muslimah ke lembah jahiliyah. Insya-Allah. (P4/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.