Hari Lingkungan Hidup Dunia Momentum Peningkatan Ketakwaan (Oleh: Dr. Hayu S. Prabowo)

Oleh: Dr. Ir. H. Hayu S. Prabowo, Ketua Lembaga Pemuliaan dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (Lembaga PLH & SDA MUI)

Dalam menyongsong Hari Lingkungan Hidup Dunia pada 5 Juni 2018 bertepatan dengan 20 1439H, maka hikmah yang dapat diambil adalah meningkatkan keimanan ibadah Ramadhan dengan mengendalikan nafsu dan syahwat.

Sebagai salah satu ibadah yang paling agung, puasa atau shaum merupakan sarana untuk melatih seorang Muslim agar memiliki kecerdasan emosional dan mental yang sehat. Shaum melatih seorang hamba untuk mengendalikan hawa nafsunya dari berbagai godaan untuk mencapai kesempurnaan akhlak.

Banyak kejadian yang telah diceritakan dalam Al-Quran terkait dengan kesalahan manusia akibat mengikuti syahwat perutnya. Mengikuti hawa nafsu akan menyebabkan seseorang mencari dunia dengan rakusnya dan menyukainya secara berlebih, yang dampak lebih jauhnya juga akan menyebabkan banyak kerusakan di bumi, termasuk rusaknya lingkungan hidup.

Agama Islam diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil-alamin). Karena itu, ajaran Islam memberikan panduan bagi umat manusia bukan saja tentang bagaimana menjaga hubungan kepada Sang Pencipta dan sesama manusia, tetapi juga bagaimana menjaga alam seisinya ini agar tetap membawa kebermanfaatan bagi umat manusia.

Manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai khalifah di bumi, mengemban amanah dan bertanggung jawab untuk memakmurkan bumi seisinya yang akan kita pertanggungjawabkan di kemudian hari.

Keberhasilan menciptakan kehidupan yang ramah lingkungan merupakan penjelmaan dari hati bersih dan pikiran jernih umat beragama dan merupakan titik-tolak upaya menciptakan negeri yang asri, nyaman, aman sentosa dan penuh ampunan: baldatun thoyyibatun wa Robbun Ghafur.

Menuju Negeri Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah.” (HR. Bukhari)

Hikmah dari hadits tersebut adalah bahwa kaum muslimin dianjurkan untuk menanam pohon serta menghijaukan lingkungan sebagai sedekah dan amal jariyah (amal yang terus mengalir) –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.

Saat ini ketergantungan impor bahan pangan bangsa Indonesia terhadap negara lain amatlah tinggi, diantaranya beras, jagung, kedelai, gandum, tepung terigu, gula pasir, garam, buah-buahan, daging sapi dan daging ayam.

Dengan menanam tanaman seperti tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam akan menjadikan sedekah jariyah sekaligus dapat mengurangi ketergantungan pangan negeri kita dari negara lain, untuk menuju negeri yang Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur.

Seperti yang dikisahkan negeri Saba’ yang makmur dalam Al-Quran dalam surat Saba’ ayat 15: “Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.””(AK/R01/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0