Naypyidaw, 5 Rajab 1437/12 April 2016 (MINA) – Human Rights Watch (HRW) mendesak pemerintah baru Myanmar untuk membebaskan dua aktivis Muslim yang dijatuhi hukuman penjara dua tahun atas tuduhan menghubungi organisasi terlarang.
HRW pada Selasa (12/4) meminta Suu Kyi untuk bisa membebaskan dua aktivis yang diidentifikasi bernama Zaw Zaw Latt (28) dan Pyint Phyu Latt (34). Demikian yang diberitakan Miraj Islamic News Agency (MINA).
Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi mengeluarkan perintah amnesti untuk pembebasan 113 tahanan politik, di tengah proses hukuman penjara dua aktivis perdamaian Muslim.
Pembebasan ratusan narapidana tersebut untuk memperingati festival tradisional Tahun Baru di negara “Tanah Suci” itu.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Amnesti tersebut dikeluarkan pada Jumat (8/4), bertepatan dengan hukuman dua aktivis perdamaian Muslim yang dijatuhi hukuman dua tahun penjara.
Keduanya divonis atas dugaan menjalin kontak dengan kelompok etnis anti-pemerintah sebagaimana AP melaporkan.
Kedua aktivis Muslim itu dianggap melanggar hukum karena melakukan kontak dengan Kachin Independence Army, sebuak kelompok militan di Myanmar utara.
Keduanya divonis pada Februari lalu dengan dugaan pelanggaran hukum imigrasi. Mereka berdua adalah anggota dari sebuah organisasi keagamaan antar-agama dan sedang berupaya untuk menjaga pengungsi dari pertempuran.
Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar
Kasus kedua Muslim tersebut diabaikan dalam euforia atas pembebasan tahanan, terutama lebih dari 60 mahasiswa dan aktivis di Myanmar tengah disekap setelah ditahan karena melakukan protes terhadap perubahan kebijakan pendidikan.
Muslim adalah minoritas agama di Myanmar. Muslim Rohingya telah menghadapi tekanan dan kekerasan dalam beberapa tahun terakhir di negara yang warganya mayoritas penganut Buddha. Pemerintah Myanmar menolak mengakui Muslim Rohingya sebagai warga negara dan melabel mereka sebagai imigran “ilegal”.
Muslim Rohingya telah ditolak kewarganegaraannya di Myanmar sejak undang-undang kewarganegaraan baru diberlakukan pada 1982, dan telah ada sejumlah serangan terhadap etnis Rohingya selama beberapa tahun terakhir.
Suu Kyi yang telah menjabat sebagai “konselor negara” pada Kamis mengumumkan bahwa pembebasan tahanan politik adalah prioritas. (T/P004/P001)
Baca Juga: Taliban Larang Pendidikan Medis Bagi Perempuan, Dunia Mengecam
Miraj Islamic News Agency (MINA)