ICC MULAI SELIDIKI KEJAHATAN PERANG ISRAEL DI PALESTINA

Rekonstruksi-Gaza

Rekonstruksi-Gaza
Serangan membabibuta dari segala arah ke Jalur selama 51 hari pada Juli-Agustus 2014 mengakibatkan ribuan gedung fasilitas umum dan permukiman hancur. (Foto : mirajnews.com)

Hague, 26 Rabi’uul Awwal 1436/17 Januari 2014 (MINA) – Mahkamah Pidana Internasional () telah membuka penyelidikan kejahatan perang yang dilakukan Israel di wilayah terutama selama serangan terakhir Israel di Jalur Gaza pada Juli-Agustus tahun lalu.

Harian Palestina The Three Dailies melaporkan, ICC membuka penyelidikan awal sejak Jumat (16/1) terhadap kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel di Wilayah Palestina dengan melancarkan Israel yang menewaskan lebih dari 2.200 warga Gaza, mayoritas warga sipil.

Keputusan Jaksa ICC, Fatou Bensouda ini, menyusul pengajuan Palestina untuk bergabung dalam Statuta Roma ICC dan penerimaan yurisdiksinya atas kejahatan yang diduga dilakukan di Wilayah Palestina, termasuk Timur sejak 13 Juni 2014, demikian menurut situs pers ICC di laman resmi mahkamah itu.

Al-Hayat al-Jadida melaporkan, Palestina menyatakan tidak ada yang bisa menghentikan prosedur yang diambil oleh ICC dalam hal ini. “Ini adalah peristiwa bersejarah dan kami akan bekerja sama dengan ICC, menyediakan dengan semua informasi dan dokumen,” kata Menteri Luar Negeri Palestina Riad al-Malki.

Gerakan Perlawanan Palestina Hamas, menyambut baik langkah ICC yang berkomitmen untuk rakyat Palestina, dengan melakukan penyelidikan kejahatan perang yang dituduhkan dilakukan para pemimpin Israel.

Juru bicara Hamas, Barhaoum Fawzi mengatakan dalam akun resmi Facebook-nya, penyelidikan mahkamah internasional ini, merupakan langkah penting bagi rakyat Palestina yang mengalami penderitan selama bertahun-tahun akibat konflik dengan pendudukan Israel.

Hamas sendiri telah menyatakan bersedia memberikan ribuan dokumen dan laporan yang akan memberatkan Israel atas kejahatan yang mengerikan terhadap Gaza dan penduduknya.

Keputusan ICC itu juga terjadi sehari setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sedang dalam “perjuangan menyedihkan” untuk menutupi kejahatan yang dia lakukan selama serangan udara dan darat militer entitas Zionis itu ke Jalur Gaza.

“Seruan Perdana Menteri Israel untuk mengecam pidato presiden kami [Erdogan] pada 14 Januari dan berusaha untuk menutupi kejahatan yang dilakukannya di Gaza, adalah memalukan dan munafik bagi kemanusiaan,” tegas Juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin,  dalam sebuah pernyataan resmi Kamis lalu.

Penyelidikan ICC itu segera direspon Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang mengecam penyelidikan tersebut, sebagai tindakan ‘skandal’ dan ‘tidak masuk akal’. Ia menyatakan tidak akan bekerja sama dengan ICC.

Kantor Kejaksaan ICC menegaskan,  pihaknya akan melakukan analisis dalam “kemerdekaan penuh” dan “tidak memihak”, dipandu secara ketat oleh persyaratan Statuta Roma secara independen dan tidak memihak mandatnya, tanpa batas waktu yang telah ditentukan untuk mencapai keputusan pada pemeriksaan pendahuluan.

ICC menjelaskan bahwa kejaksaan akan tergantung pada fakta dan keadaan dari setiap situasi untuk memutuskan “apakah akan terus mengumpulkan informasi untuk membangun dasar fakta dan hukum yang cukup untuk membuat tekad; melakukan penyelidikan, tunduk pada judicial review yang sesuai; atau menolak untuk melakukan investigasi. ”

Sebelumnya pada tahun 2009 Palestina berusaha untuk mengajukan pasal 12 (3) deklarasi di ICC, tetapi tidak dapat bergabung dengan Statuta Roma karena statusnya saat itu di PBB barulah sebagai entitas peninjau (observer).

Barulah kemudian dengan peningkatan status Palestina sebagai “non-anggota negara peninjau” di Majelis Umum PBB pada November 2012, memungkinkan Palestina untuk bergabung dengan Statuta dalam surat aksesi ditandatangani oleh Presiden Mahmoud Abbas pada 2 Januari 2015.

Abbas menandatangani surat pengajuan 16 perjanjian internasional, termasuk Statuta Roma, setelah Dewan Keamanan PBB gagal menyetujui rancangan resolusi untuk mengakhiri pendudukan Israel dari wilayah Palestina tersebut pada 2017.

Human Rights Watch mengatakan, keputusan Palestina untuk bergabung dengan ICC memerlukan dukungan semua pihak.

“Negara Terorisme”

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengomentari kehadiran kontroversial Perdana Menteri Israel di pawai anti-terorisme di Perancis pada Ahad (11/1) lalu.

“Saya merasa sangat sulit untuk memahami bagaimana ia berani untuk pergi setelah membunuh 2.500 orang di Gaza melalui negara terorisme,” kata Erdogan saat konferensi pers bersama dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Ankara, Senin (12/1).

Netanyahu menanggapi pada akun Twitter-nya, Rabu (14/1), mengatakan: “Saya belum pernah mendengar pemimpin dunia mengutuk komentar dengan RT_Erdogan yang mengatakan Israel seharusnya tidak terwakili dalam pawai di Paris.”

Kalin mengatakan serangan Israel Juli-Agustus 2014 lalu di Tepi Barat dan Jalur Gaza mengalibatkan sedikitnya 2.205 orang Palestina tewas, sekitar 1.483 di antaranya adalah warga sipil, dan lebih dari 11.000 lainnya luka-luka.

“Serangan-serangan juga mengakibatkan 110.000 warga Palestina jadi tunawisma, sekitar 20.000 rumah dihancurkan. Empat belas wartawan juga tewas selama serangan. Israel juga membom kantor PBB, sekolah dan rumah sakit,” ungkapnya.

Kalin juga menjelaskan upaya Netanyahu untuk memanfaatkan serangan pekan lalu di markas majalah satir Charlie Hebdo di Paris, di mana 12 orang tewas, dan pawai kesatuan Ahad di Perancis untuk kepentingan politik sendiri sebagai “tindakan tercela yang harus dikutuk oleh semua pihak.”(T/R05/P2)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0