MA’RUF AMIN: UMAT ISLAM HARAM MENAATI PEMIMPIN YANG MELANGGAR AGAMA

Pertemuan Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia ke-5  "Janji Pemimpin dalam Perspektif Fikih dan Konstitusi  (Foto : MINA/Khudzaifah)
Pertemuan Ulama Komisi Fatwa bahas” dalam Perspektif Fikih dan Konstitusi (Foto : MINA/Khudzaifah)

Jakarta, 18 Sya’ban 1436/5 Juni 2015 (MINA) – Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin mengatakan, Ijtima Ulama akan membahas salah satunya agenda fatwa tentang pemimpin yang tidak memenuhi janjinya saat kampanye.

Tiga isu yang akan dibahas dalam tersebut, di antaranya seperti Masail Assasiyah Wathaniyah (Masalah Strategis Kebangsaan), Masail Fiqhiyyah Mu’ashirah (Masalah Fikih Kontemporer) dan Masail Qanunniyyah (Masalah Hukum dan Perundang-undangan), jelas Ma’ruf.

“Ketika kita membahas masalah hukum halal haram atau (boleh-tidak boleh), namun akhinya bagaimana nanti undang-undangnya. Atau ketika membahas masalah bangsa dan negara yang menyangkut aspek-aspek hukum, misalnya bagaimana hukum janji-janji seorang pemimpin di negeri ini,” katanya.

Para ulama sepakat jika seorang berjanji akan melaksanakan sesuatu bertentangan dengan agama (syariat), maka tidak boleh dilaksanakan. Begitu juga andaikan ada pemimpin akan melakukan langkah-langkah yang bertentangan dengan ajaran agama.

“Maka haram bagi umat Islam taat kepada pemimpin yang melanggar aturan agama itu,” kata Ma’ruf dalam musyawarah pertemuan ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia ke-5 bertema “Janji Pemimpin dalam Perspektif Fikih dan Konstitusi” di Jakarta, Kamis (4/6).

Ia menambahkan, misalnya ada seorang pemimpin yang membuat lokalisasi pelacuran dan perjudian maka hal itu bertentangan dengan agama, atau jika ia tidak menepati janjinya maka haram bagi umat Islam menaatinya.

Menurutnya,  tidak ada sanksi hukumnya suatu janji yang memenuhi syarat wajib dipenuhi kecuali janjinya itu masuk pada sumpah jabatan. “Kami jihad lewat fatwa dan ada baiknya hal ini nantinya diperkuat dengan regulasi agar ke depan pemerintahan di negeri ini menjadi lebih baik lagi,” tegas Ma’ruf.

Ia juga menambahkan, siapapun yang dilantik menjadi pemimpin, termasuk presiden, memang harus diambil sumpah jabatan terlebih dulu. Namun ia menyesalkan, selama ini tidak ada sumpah jabatan menyebutkan agar pemimpin memenuhi janji-janjinya yang disampaikan saat kampanye.

Pembahasan tentang menepati janji kampanye, kata Ma’ruf, akan dibahas secara mendalam bersama para ulama MUI se-Indonesia pekan depan di Tegal.

Menurutnya, selama ini masih terdapat berbagai pendapat tentang seorang pemimpin yang tidak menepati janji kampanye itu masuk dalam ranah berdosa atau tidak. Lebih jauh lagi, pemimpin yang bersangkutan itu perlu ditaati atau tidak. “Inilah nanti yang akan dibahas para ulama,” kata Ma’ruf.

Sementara itu, mantan , mengatakan, janji presiden dalam bentuk visi dan misi saat kampanye tercatat dalam dokumen negara.

Hamdan juga mengatakan, penentuan hukum pemimpin ingkar janji harus hati-hati. Alasannya, pemimpin terkadang memiliki kendala dalam mewujudkan rencana program-programnya sebagaimana telah disampaikan saat kampanye. “Sebab hambatan itu bisa saja menyangkut anggaran. Misalnya DPR tidak setuju dengan program yang akan dilaksanakan presiden tersebut,” tendasnya. (L/P002/R0w)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0