Imaam Yakhsyallah: Tolak Kedutaan AS di Yerusalem

Jakarta, MINA – Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur mengutuk keras dan menolak pembukaan Kedutaan Besar Amerika Serikat (Kedubes AS) di pada Senin (14/5).

Imaam Yahsyallah menyerukan umat Islam dunia untuk terus melakukan aksi nyata sebagai bentuk perlawanan terhadap arogansi, kezaliman dan kesewenang-wenangan Israel dan sekutu utamanya AS.

“Umat Islam tidak boleh diam dan berhenti, terus mengadakan perlawanan menurut kadar kemampuan maksimal. Allahu Akbar!,” tegasnya kepada MINA, Selasa (15/5).

Menurut Imaam Yakhsyallah, keputusan Presiden AS Donald Trump sebagai pengakuan Yerusalem menjadi ibu kota Israel itu dinilai telah melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) internasional.

“Ini menunjukkan arogansi AS dan meneguhkan rezim apartheid Israel,” katanya.

Imaam Yakshallah juga menilai, pembukaan Kedubes AS di Yerusalem membuktikan bahwa AS adalah negara paling besar melakukan pelanggaran HAM.

“Sugguh ironis memang bila kita berbicara tentang pelanggaran HAM, AS selalu mengaku berdiri paling depan. Namun, pada kenyataannya AS sebagai sekutu utama Israel adalah sama-sama negara teroris yang telah meneror bangsa dan umat Islam di dunia,” tegasnya.

Imaam Yakshallah menilai, pembukaan Kedubes AS di Yerusalem sendiri menunjukkan kemandulan Organisasi internasional PBB. Keberpihakan AS terhadap Israel disinyalir sebagai penyebab mandulnya PBB jika berhadapan dengan negara zionis tersebut.

“Kita tidak tahu apa reaksi dunia apabila itu dilakukan oleh negara Muslim, misalkan Indonesia memindahkan ibukotanya ke Vatikan,” kata Imaam Jama’ah Muslimin sebagai wadah pemersatu umat Islam itu.

Untuk itu, Imaam Yakhsyallah menyerukan seluruh masyarakat Muslim dan lembaga-lembaga Islam dunia harus membuat mosi tidak percaya kepada PBB. Dia menilai, PBB tidak bisa lagi diandalkan untuk menuntaskan krisis di Timur Tengah dan negara-negara minoritas Muslim.

“Berikan mosi tidak percaya. Buat apa kita berhimpun di dalam lembaga yang tidak efektif, yang tidak mendengar aspirasi mayoritas,” ujarnya.

Imaam Yakhsyallah juga mendesak pemerintah negara-negara yang tergabung dengan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan AS.

Pemerintah Donald Trump telah meresmikan pembukaan Kedutaan Besar AS di Yerusalem, Senin (14/5). Langkah pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel itu menuai kecaman internasional sejak diumumkan Trump pada Desember lalu.

Sejak pendirian sepihak Negara Israel tahun 1948, kota Yerusalem terbagi dua. Antara kawasan barat yang dikuasai Israel dan kawasan Timur yang berada di bawah pengawasan aliansi Yordania-Arab.

Kota Yerusalem secara resmi berada di bawah pengawasan PBB. Namun tahun 1950, parlemen Israel secara sepihak mendeklarasikan kota Yerusalem sebagai ibukota negara itu. (L/R01/RS1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0