New York, MINA – Indonesia menyayangkan Dewan Keamanan (DK) PBB gagal mengadopsi draf resolusi tentang penuntutan, rehabilitasi, dan reintegrasi (PRR) teroris, karena adanya suara non-concurrence atau diveto oleh Amerika Serikat, salah satu anggota tetap DK PBB.
Padahal, resolusi usulan Indonesia mengenai tersebut telah mendapat dukungan 14 negara anggota DK PBB.
Wakil tetap RI untuk PBB Dian Triansyah Djani pada Senin (31/8) dalam pernyataannya mengatakan, seluruh negara anggota DK PBB menyesalkan penggunaan veto terhadap resolusi tersebut.
Resolusi itu bertujuan untuk memberikan panduan yang jelas bagi negara-negara anggota untuk mengembangkan dan melaksanakan strategi PRR yang komprehensif.
Baca Juga: Jerman Batalkan Acara Peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik dengan Israel
Selain itu, resolusi tersebut membangun aspek penuntutan yang kuat memberikan elemen rehabilitasi dan reintegrasi yang jelas dan praktis untuk melawan ekstremisme dan terorisme.
Indonesia baru saja mengakhiri Presidensi Dewan Keamanan (DK) PBB pada Agustus 2020 dengan menyelesaikan 50 kegiatan pertemuan, termasuk menghasilkan empat resolusi.
Sementara itu Amerika Serikat berdalih, resolusi itu tidak membahas bagian penting mengenai repatriasi pejuang asing ISIS dan keluarga mereka.
“Resolusi Indonesia di hadapan kami ini, yang harusnya memperkuat tindakan masyarakat internasional dalam kontra terorisme, lebih buruk dibandingkan tidak ada resolusi sama sekali,” kata Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft seperti dikutip dari Deutsche Welle, Selasa (1/9).
Baca Juga: Macron akan Umumkan Perdana Menteri Baru Hari Ini
AS mendorong agar pejuang asing ISIS dipersekusi dan rehabilitasi di negara asal. Tapi negara-negara Eropa seperti Inggris dan Prancis tidak setuju karena khawatir ada penolakan keras dari masyarakat atau serangan terorisme di wilayah mereka.
Negara-negara Eropa juga menilai akan sulit mengumpulkan bukti kejahatan warga mereka yang berperang untuk ISIS di Irak dan Suriah. (T/RE1/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Suriah akan Buka Kembali Wilayah Udara untuk Lalu Lintas Penerbangan