Inilah Pribadi Muslim

Oleh Bahron Ansori, Redaktur MINA

Dalam sebuah majelis, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah ditanya para sahabat. ”Ya Rasulullah, apa -ciri ?” Rasulullah menjawab, ”Ciri-ciri Muslim itu, apabila dia melihat kamu, maka dia mendekat kepadamu, kemudian dia menyegerakan salam. Lalu kau lihat tampak pada wajahnya selalu tersenyum. Lalu, dia akan lebih awal menjulurkan tangannya untuk bersalaman. Kalau kau dekat dengan dia, kau mencium wanginya. Kalau kau bicara dengan dia perhatikan baik-baik, pasti dia mengajakmu selamat dunia akhirat. Mau berbicara tentang apa saja, pada akhirnya mengajak kamu selamat di akhirat. Kalau berurusan dengannya, dia permudah. Itulah ciri-ciri pribadi Muslim.” (Muttafaq ‘Alaih).

Hadis riwayat Muttafaq ‘Alaihi atau yang diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim di atas, sungguh mempunyai pelajaran yang teramat penting bagi setiap orang (muslim) yang mau berfikir sehat dan cerdas. Dalam hadis singkat di atas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memberikan gambaran dengan jelas bahwa ada beberapa ciri atau tanda yang memenuhi dan mencakup sifat dan sikap seorang muslim. Berikut adalah jabaran dari ciri pribadi seorang muslim dari hadis di atas.

Pertama, bila melihat kamu (saudara sesama muslim), maka dia mendekat. Ini artinya, seorang muslim itu senang bergaul, bermasyarakat. Dia bukan pribadi yang mengurung diri dalam gedung tanpa mau peduli dengan orang disekitarnya. Kata-katanya baik, lisannya berucap dengan lembut dan penuh makna. Setiap yang berbicara dengannya akan merasa puas dan selalu ingin berbicara dengannya. Mengapa? Sebab setiap tema pembicaraannya selalu punya bobot. Bukan kata yang sia-sia yang disampaikannya, sebab Allah Ta’ala tidak suka dengan orang yang senang melakukan kesia-siaan (Qs. Al Mukminun ayat 3).

Inilah ciri pertama dari diri seorang muslim  yang dapat dikenal; mendekat dan tidak membuang muka bila berjumpa dengan sesama muslim lainnya. Selama yang menghampirinya adalah muslim, maka dia tidak akan bersikap sombong (jaim). Sebaliknya, ia akan menyambutnya dengan menjabat hangat tangannya, berpelukan.

Kedua, menyegerakan salam. Makna, ia akan mendahuli memberi salam kepada saudaranya tanpa harus menunggu orang lain yang memberi salam. Ia paham bahwa dengan memberi salam itu akan melahirkan rasa kasih sayang di antara sesama saudaranya. Ia berusaha mengamalkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mengatakan, afsus salaam “sebarkanlah salam”.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Demi Dia yang diriku berada di tangan-Nya! Kalian tidak akan masuk surga hingga kalianberiman. Dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling berkasih-sayang. Maukah kalian saya tunjukkan suatu perkara yang apabila kalian kerjakan, maka akan tumbuh rasa kasih-sayang di antara kalian? Sebarkan salam di antara kalian!” (Sahih, HR. Muslim).

Ketiga, wajahnya selalu tersenyum (ceria). Inilah ciri ketiga dari diri seorang muslim. Jika bertemu dengan saudaranya, ia selalu menampakkan wajah yang indah (senyum). Tidak terlihat pada wajahnya seperti orang yang sedang dirundung masalah. Padahal, bisa jadi ia memang sedang memikul begitu banyak masalah, tapi, ia selalu menampakkan wajah yang ceria dengan tersenyum selalu kepada setiap muslim yang dijumpai atau menjumpainya.

Dengan senyum itu, tak ada seorang pun yang menyangka jika sesungguhnya ia sedang mempunyai masalah. Hikmahnya, bisa jadi ia tidak ingin melibatkan saudaranya dalam menyelesaikan masalah-masalah atau beban hidup yang dialaminya. Bagaimana dengan kita? Senyum di wajahnya yang selalu terkembang itu muncul atas dasar pemahaman terhadap syariat Allah ini secara benar. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga sudah mengatakan senyum itu adalah sedekah.

Minimal ada tiga hadis disamping puluhan hadis lainnya yang berbicara tentang “senyum”. Di antaranya; pertama, dari Abu Dzar ra, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

Kedua, dari Jarir bin Abdillah ra dia berkata, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah menolak aku untuk duduk bersama beliau. Dan tidaklah beliau melihatku kecuali beliau tersenyum kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketiga, dari Abdullah bin Al Harits bin Jaz`i ra dia berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak senyumannya selain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.” (HR. Tirmidzi)

Keempat, dari Abu Dzarr ra dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah, engkau memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah, engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah, engkau menuntun orang yang berpenglihatan kabur juga sedekah, menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan merupakan sedekah, dan engkau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu juga sedekah.” (HR. Tirmidzi)

Keempat, bersalaman. Seorang muslim, jika bertemu saudaranya, maka ia akan mendahului saudaranya untuk memberi salam, lalu menjabat tangannya dengan hangat (salaman). Inilah ciri keempat yang disampaikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadis di atas. Mendahulukan memberi salam dengan menjulurkan tangan kepada muslim lainnya adalah tanda keluhuran akhlak.

Dalam sebuah hadis dikatakan, dosa-dosa akan diampuni  bagi siapa saja dari kaum muslimin yang berjabat tangan. Dosa-dosanya akan diampuni selama kedua tangan itu sedang berjabatan. Dari al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu Daud)

Hadis yang mulia ini menunjukkan keutamaan berjabat tangan ketika bertemu, dan ini merupakan perkara yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan para ulama (liat, Shahih Muslim 17/101), bahkan ini merupakan sunnah yang muakkad (sangat ditekankan)(liat kitab Faidhul Qadir 5//99).

Kelima, selalu harum (wangi). Seorang muslim adalah orang yang selalu berusaha untuk menjaga kebersihan. Salah satu  cara menjaga kebersihan itu adalah dengan selalu tampil wangi / harum dihadapan saudara-saudaranya. Memakai minyak wangi non alcohol adalah salah satu cara agar selalu tercium harum jika bertemu dengan muslim lain.

Mencintai yang harum dengan senantiasa memakainya adalah salah satu yang sangat dicintai oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama para sahabatnya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang diberi harum-haruman, maka janganlah ia menolaknya, karena sesungguhnya ia itu ringan bebannya (ringan dibawa) dan harum baunya.” (Shahih Riwayat Ahmad, Nasa’i, Muslim dan Abu Dawud dari jalan Abi Hurairah).

Dalam hadis lain disebutkan, “Diberi kecintaan kepadaku dari (urusan) dunia kamu, ialah: wanita, harum-haruman/wangi-wangian dan dijadikan kesejukan mataku di dalam shalat.” (Shahih Riwayat Ahmad, Nasa’i, Hakim dan Baihaqi dari jalan Anas bin Malik).

Dan dalam hadis lain Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sebaik-baik harum-haruman (buat kamu) ialah: misk/kasturi.” (Shahih Riwayat Ahmad Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, dari jalan Abi Sa’id al Khudriyi).

Dari ketiga hadis di atas, paling tidak semakin menunjukkan bahwa ciri seorang muslim adalah selalu tampil dengan harum. Bukan hanya pakaiannya saja yang rapi dan baru, tapi juga harum. Walaupun pakaiannya biasa saja (murahan) asal ia oles dengan minyak wangi, maka pakaian itu menjadi indah karena pesona bau harum yang melekat padanya. Bahkan, sudah menjadi fitrah manusia senang dengan sesuatu yang harum/wangi.

Keenam, selalu mengingatkan kepada akhirat. Inilah puncak dari ciri khas pribadi seorang muslim. Apa pun topik dan tema pembicaraan, pada akhirnya semua perkataan itu akan dibawanya untuk mengingatkan kepada akhirat; sebuah kehidupan yang akan menentukan segala amal baik dan buruk. Ya, akhirat adalah sebuah kehidupan lain di mana semua amal perbuatan akan dipertanggungjawabkan.

Seorang muslim yang baik, akan membawa kebaikan kepada muslim lainnya termasuk kepada semua makhluk di muka bumi ini. Begitulah seharusnya seorang muslim menjalani hidup, sehingga tak ada satu pun celah dari dirinya kecuali semua dalam rangka ibadah kepada Allah tabaraka wa ta’ala. Seperti ditegaskan dalam firman Allah Ta’ala yang artinya, “Sesungguhnya, Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”). Wallahua’lam. (RS3/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

 

 

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.