Islam di Amerika dan Paradoks (oleh: Shamsi Ali)

(Foto: Istimewa)

Oleh: Shamsi Ali,  Presiden Nusantara Foundation

Setiap kali saya pulang kampung, Indonesia, di berbagai acara baik pertemuan maupun ceramah selalu ditanya tentang perkembangan di . Bagaimana keadaan umat, meningginya , hingga dampak berbagai kebijakan pemerintahan Donald Trump saat ini.

Merespon berbagai pertanyaan ini memang agak kesulitan menjawab dengan jawaban langsung dan hitam putih. Masalahnya adalah Islam dan umat di Amerika itu berada dalam situasi yang . Di satu sisi Islamophobia dan kasus-kasus kekerasan kepada komnitas Muslim cukup meninggi. Bahkan sejak terpilihnya Donald Trump sebagai presiden, ragam kasus kekerasan terjadi di sana sini.

Namun demikian di sisi lain perkembangan Islam juga semakin meninggi bahkan tidak lagi terbendung. Setiap tahun puluhan ribu warga Amerika memilih Islam sebagai jalan hidupnya. Masyarakat Amerika secara umum juga semakin terbuka untuk mengetahui Islam. Dan simpati kepada umat ini juga semakin meluas, bahkan dari masyarakat yang selama ini dipersepsikan sebagai “musuh”, seperti masyarakat Yahudi.

Saya ingin mengulang kembali sejarah yang pernah terjadi di bulan Februari lalu. Puluhan ribu warga Amerika non Muslim hadir mendukung kami dalam sebuah demonstrasi besar-besaran di Time Square, jantung kota New York. Demo yang dihadiri oleh Walikota New York dan pembesar lainnya itu mengusung tema: Today I am a Muslim too (hari ini saya juga Muslim). Sebuah pernyataan tegas bahwa teman-teman non Muslim di Amerika bersama kami komunitas Muslim menghadapi tendensi phobia pemerintahan Trump.

Pertanyaannya adalah kenapa terjadi paradoks ini? Kenapa Islam tetap berkembang pesat di tengah Islamophobia yang semakin meninggi? Apa faktor-faktor yang menjadikan Islam sehingga tidak lagi terhalangi?

Faktor Islam

Islam itu adalah kebenaran yang sempurna. Keindahan yang tiada tertandingi. Kekuatan yang tidak terkalahkan. Kekurangan dan keburukan (ugliness) Islam tidak pada nilai dan ajarannya. Tapi lebih pada prilaku pemeluknya melalui misreprsentasi yang terkadang sangat menyedihkan dan mengkhawatirkan. Islam itu damai, pemeluknya mudah emosi dan marah. Islam itu adil, pemeluknya seringkali melakukan kezholiman dalam berbagai aspek kehidupan. Islam itu maju, pemeluknya mayoritas terbelakang, bodoh dan miskin. Islam itu mengedepankan kerjasama, pemeluknya mudah membenci dan konflik. Demikian seterusnya.

Maka perkembangan Islam di Amerika tidak terlepas dari kesempurnaan Islam itu. Ketika warga Amerika mampu menembus batas-batas kesalah pahaman itu, galibnya karena propaganda media dan politisi, mereka akan menemukan keindahan agama ini. Keindahan dan kekuatan dalam segala aspeknya.

Saya masih teringat seorang diplomat Amerika yang pernah bertugas di Mesir, Libanon, dan Tunis. Beliau datang ke Islamic Center menyampaikan keinginannya masuk Islam karena keindahan Islam dalam aspek ruhiyahnya. Yang paling membekas dalam batin beliau ketika itu adalah suara azan.

“Suara itu masing terngiang-ngiang di telinga saya” katanya.

Singkat cerita sang diplomat itu mengikrarkan syahadah karena faktor keindahan sentuhan ruhiyah Islam melalui lantunan azan di saat sholat.

Mungkin contoh yang agak ekstrim dalam benak sebagian orang adalah kisah ini. Seorang wanita yang masih muda, berumur sekitar 24 tahun hadir di kelas muallaf saya dan berdiskusi dengan seorang feminis.

Sang feminis: “Islam is discriminative to women. Look at how Islam permits men to marry more than one” katanya.

Wanita muda: “Listen, I am a second wife. But Ibdon’t feel at all as having a half husband. My husband is fully responsible and taking care of me”.

Lanjutnya lagi: “I dropped out from my HS because I was pregnant and no one wanted to be responsible for my kid. But my husband married me, and takes my kid as his own kid”.

Ini mungkin contoh ekstrim dan berat bagi perasaan wanita khususnya. Tapi disitulah keindahan Islam dalam membangun keluarga. Bahwa ego pribadi bukan segalanya. Ada faktor-faktor sosial, moral dan masyarakat yang di kedepankan.

Semakin Islam terekspos ke masyarakat Amerika semakin pula ternampakkan keindahan itu. Dan keindahan itulah yang menjadi daya tarik bagi mereka untuk menerima Islam sebagai jalan hidup mereka.

Faktor Amerika

Pertumbuhan Islam juga tentunya sangat ditentukan oleh faktor Amerikanya. Bahwa antara Islam dan Amerika ada kesenyawaan, keselarasan dan komonalitas yang tinggi. Islam menjunjung tinggi kebebasan. Bahkan sering saya sampaikan bahwa Islam dan kebebasan itu bagaikan ikan dan air. Sebesar apapun ikan jika airnya kering, maka lambat laun ikan itu akan mati. Dan Amerika adalah negara yang menjadikan kebebasan sebagai pilar berbangsa.

Islam mengedepankan keadilan (justice) untuk semua manusia. Di Amerika kita kenal “justice for all” sebagai dasar perundang undangan. Dan hukum masih menjadi raja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Islam berwawasan kebaikan dan kebahagiaan bersama (hasanah fid dunia wa hasanah fil akhirah). Amerika juga mengamanatkan “pursuit of happiness” (mencari kebahagiaan) sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demikian seterusnya. Nilai-nilai yang dikandung Islam dan Amerika sejalan. Saya tidak mengatakan sejajar. Karena Islam itu adalah ajaran langit (firman Tuhan). Dan Amerika adalah kreasi bumi yang tidak suci. Langit dan bumi itu tidak akan pernah sejajar. Tapi realita pada tataran praktis kehidupan senyawa.

Maka dengan nilai-nilai yang diajarkan Islam itu menjadikannya sangat mudah diterima oleh warga Amerika. Karena sekali lagi, mereka telah memiliki filsafat hidup yang demikian. Tidaklah salah ketika orang mengatakan yang diperlukan orang-orang Amerika itu hanya “syahadat” saja. Secara karakter sosial, bahkan pandangan hidup sudah banyak yang sejalan dengan ajaran Islam.

Nilai dan semangat atau komonalitas keduanya (Islam dan Amerika) di atas itu menjadi faktor penting bagi perkembangan Islam yang tinggi di Amerika. Maka menghalagi Islam sejatinya seolah penghalangan nyata ke nilai-nilai yang sesungguhnya dibanggakan oleh orang-orang Amerika.

Tentu faktor lain yang penting juga adalah faktor karakter orang-orang Amerika. Mereka terbuka, luas wawasan, dan ada rasa keingin tahuan yang tinggi. Oleh karenanya ketika Islam sampai ke mereka, baik dengan wajah buruk (mispersepsi) apalagi memang dengan wajah indah, mereka dengan mudah menerimanya.

Ini yang menjadikan saya pribadi sangat iptimis bahwa apapun rintangannya Islam di Amerika akan tetap berkembang dan jaya. Bahkan saya melihat tantangan-tantangan itu justeru dihadirkan sebagai pemacu bagi kemajuannya. Dengan kata lain, tantangan sesungguhnya dapat dibalik menjadi peluang bagi kemajuan Islam di bumi Amerika. Insya Allah! (R07/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)