Islam di Angola Berjuang Meraih Status Hukum

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA

Tidak banyak yang kenal dengan Republik , sebuah negara yang terletak di Afrika bagian barat daya. Angola berbatasan dengan Namibia, Republik Demokratik Kongo, Zambia dan Samudera Atlantik.

Luas wilayah Angola hampir dua kali luas pulau Borneo, menempati peringkat ke-22 sedunia. Negara ini merupakan salah satu produsen kopi utama di dunia dan termasuk negara terkaya di Afrika berkat sumber alamnya, terutama bijih besi, intan dan tembaga.

Terlebih bagaimana kondisi umat Islam di Angola. Dalam info Wikipedia, Islam di Negara ini adalah agama minoritas dengan 80.000-90.000 pengikut dari sekitar 25 juta penduduknya. Hanya sekitar 0,32%, tidak sampai satu persen, dari jumlah total penduduk.

Mayoritas penduduk Negara yang pernah dikuasai Portugis dan Belanda itu, sekitar 75% adalah Kristen Katolik.

Umat Islam di sana sebagian besar terdiri dari pendatang asal Afrika Barat dan keluarga asal Lebanon.

Agama Islam di Angola belum terdaftar secara hukum sebagai agama dalam negara itu.

Isu Pelarangan Islam

Sempat ada informasi adanya masjid sebagai tempat ibadah umat Islam di sana ditutup, dan informasi adanya masjid yang dirobohkan, menjadi viral di media sosial.

Isu ini sempat menghangat pada tahun 2013, dan muncul lagi tahun 2016. Juga awal tahun baru 2020 ini.

Menurut Kepala Komunitas Islam Angola, David Alberto Ja, penyebaran agama Islam secara terbuka dimulai sekitar 1990-an, ketika terjadi imigrasi besar-besaran di negara-negara Afrika Barat seperti Mali, Senegal, dan Guinea.

Kepada Anadolu Agency, ia mengatakan perkembangan agama Islam di negera itu tidaklah mudah karena sejarah politiknya ideologi sosialis dan realitas perang saudara selama bertahun-tahun.

Belum lagi reformasi politik dan hukum yang berjalan lambat. Rezim pemerintah pun sebelumnya tidak begitu terbuka dengan Islam pada khususnya dan kebebasan pada umumnya. Terutama yang menjadi masalah kontroversial adalah mengenai Undang-Undang tentang Agama.

Sejak 2004, undang-undang di Negara itu menetapkan bahwa agar suatu agama diakui oleh negara, maka harus memiliki lebih dari 100.000 anggota dan kehadiran di lebih dari dua pertiga wilayah negara.

Selain itu, sebuah kelompok agama harus menyerahkan minimal 60.000 tanda tangan kepada pemerintah untuk melegalkan kongregasinya.

Maka, tahun 2018-2019 kaum Muslim di Angola pun mulai memproses pengumpulan tanda tangan 60.000 pengikutnya.

Direktur Institut Nasional untuk Urusan Agama, yang merupakan bagian dari Kementerian Kebudayaan Angola, Manuel Fernando, seperti dikutip Al-Jazeera mengatakan,  tidak ada perang di Angola untuk melawan Islam atau agama tertentu.

Sementara itu, Ahmed Ould Taher, seorang saksi di Provinsi Uige (Carmona) mengatakan kepada alJazeera, bahwa pernah ada kasus masjid yang roboh dan ada yang ditutup pemerintah.

Itu merupakan masjid yang dibangun oleh komunitas ekspatriat dari Afrika Barat dan Afrika Utara, yang belum mendapatkan izin bangunan.

Sementara ada beberapa masjid di kota Luanda tetap masih beroperasi tanpa masalah, karena sesuai prosedur administrasi.

Bahkan seperti disebutkan GoMuslim, saat ini terdapat sekitar 84 komunitas Agama Islam yang telah disahkan oleh negara. Angka tersebut terbilang cukup untuk Ummat Islam Angola bebas menjalankan peribadatan.

Menurut Kepala Bimbingan Agama Islam dan kerjasama Angola, Mohamed Saleh Jabu, dengan jumlah populasi Muslim di negara tersebut maka memang secara resmi belum diakui secara formal hukum di Angola.

“Dalam kenegaraan, Islam memang belum diakui, tapi Komunitas Islam itu sendiri sudah dapat mewakili adanya keberadaan Islam di Angola, sehingga umat Muslim Angola dapat dengan bebas melakukan Ibadah,” ungkap Saleh, seperti dilansir Muslimnews, edisi 30 Januari 2019 lalu.

Optimis

Kepala Komunitas Islam Angola, David Alberto Ja, mengatakan, terlepas dari pembatasan hukum yang diberlakukan oleh pemerintah, dia optimis tentang masa depan agama Islam di Negara itu.

“Saya harus mengatakan bahwa sebagai hasil dari reformasi politik saat ini di Angola, umat Islam menyaksikan hubungan yang lebih baik dengan negara dan masyarakat,” ujarnya.

Meskipun kurangnya pengakuan hukum, umat Islam telah secara bebas menjalankan agama. Ini antara lain ditandai dengan  adanya sekitar 60 masjid di Angola, menurut sumber Anadolu Agency.

“Kami bebas menjalankan agama kami, walau pemerintah belum mengakui Islam sebagai salah satu agama resmi negara, dan itu harus berubah. Kami sedang dalam proses melegalkan agama kami,” ujar Mohammed Saleh Jabu, kepala Bimbingan Agama Islam dan Kerjasama di Angola.

Jabu menambahkan, Kementerian Kehakiman telah mengakui Dewan Tertinggi Muslim Angola di Luanda dan bahwa lembaga-lembaga lain akan mengikuti.

Ia juga menyebutkan masih ada masalah dengan jumlah buku-buku Islam yang beredar karena kendala pencetakan dan distribusi.

“Kaum Muslim Angola membutuhkan bantuan negara-negara Islam dalam banyak hal, termasuk pendidikan,” imbuhnya.

Tentu menjadi peluang dakwah bagi para da’i muda, termasuk dari Indonesia untuk ikut serta mengembangkan potensi kaum Muslimin di Angola. Terutama dalam bidang pengajaran Al-Quran, dan pendidikan Islam secara utuh, yang membawa nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin. (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)