Istiqomah dalam Al-Jama’ah Syarat Utama Pembebasan Al-Aqsa

Oleh: Ustaz Wahyudi KS, Ulama Jawa Barat, Pimpinan Lembaga Bimbingan Penyuluhan Islam (LBPI)

Kata Istiqamah sangat sering kita dengar dari lisan seorang muslim, namun demikian tidak semua yang mengungkapkan kata tersebut memahami makna yang sebenarnya, dengan kata lain makna yang lebih mendalam. Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai Rasulnya, seyogianya ia harus senantiasa memahami arti ikrar ini dan mampu mewujudkan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya. Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik dalam kondisi aman maupun terancam.

Faktanya dalam realitas kehidupan dan fenomena ummat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam, sehingga mampu mengimplementasikan dalam seluruh kisi-kisi kehidupannya. Dan orang yang mampu mengamalkan pun belum tentu bisa bertahan sesuai yang diharapkan Islam, yaitu komitmen dan istiqamah dalam memegang ajarannya sepanjang perjalanan hidupnya.

Setelah kita ketahui, bahwa ada PR besar di depan mata kita, yakni kondisi Al-Aqsha yang menjadi kehormatan kaum muslimin, kini berada dalam penguasaan dan penjajahan zionis Israel. Kaum muslimin tidak leluasa beribadah di Al-Aqsha. Hal ini menjadi tanggung jawab seluruh muslimin untuk membebaskannya. Namun demikian tidaklah mudah untuk melakukan hal tersebut, diperlukan syarat-syarat tertentu untuk dapat membebaskan Al-Aqsha dari cengkeraman zionis Israel. Atas dasar itulah, tulisan ini mengambil judul “ Istiqamah dalam Al-Jama’ah syarat utama Pembebasan Al-Aqsha.”

Adapun menurut istilah, istiqomah adalah tetap dalam pendirian, yaitu ketetapan hati untuk selalu melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang baik atau berketetapan hati, tekun, dan terus-menerus menggiatkan usahanya untuk mencapai cita-citanya.

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Hud : 112)

Ibnu Abbas mengatakan, “Tidak pernah turun pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di semua Al-Qur’an suatu ayat yang lebih berat baginya dibandingkan ayat ini. Karena itu beliau bersabda :

شيبتني هود والواقعة والمرسلات و { عم يتساءلون } و { إذا الشمس كورت }

“Surat Hud, Al-Waqi’ah, Al-Mursalat, ‘Amma Yatasaa’aluun dan Idza asy Syamsu kuwwirat, membuat rambutku beruban” (1)

Al Wahidi dalam Asbaabun Nuzuul Al-Qur`an menulis, Atha` menerima riwayat dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu `anhuma yang mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Sahabat  Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu `anhu yang memberikan bantahan atas ucapan Kaum Musyrik dan Yahudi.

Kaum Musyrik berkata, “Allah adalah Tuhan kami, sementara para malaikat adalah anak-anak-Nya.” Kemudian orang-orang Yahudi berkata, “Allah adalah Tuhan kami dan Uzair adalah anak-Nya, sementara Muhammad bukanlah seorang Nabi.” Baik ucapan kaum musyrik maupun yahudi menunjukkan kebodohan dan tidak istiqamah.

Mendengar ucapan dari dua golongan tersebut, Abu Bakar mengatakan dengan tegas, “Allah adalah Tuhan Kami Yang Maha  Tunggal tiada sekutu bagi-Nya dan Muhammad Shallahu ‘alaihi Wassalam adalah hamba sekaligus utusan-Nya.” Selanjutnya turun ayat,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِالَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan”. (QS. Fushilat : 30)

Suatu kalimat yang disebut berulang-ulang dalam Al-Qur’an atau Hadits, menunjukkan pentingnya hal tersebut. Demikian pula dengan istiqamah hingga lebih dari 16x di beberapa ayat, hal ini karena merupakan perkara yang sangat penting. Karena itulah, harus dipahami dengan benar dan diamalkan dengan sebaik-baiknya.

عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِيِّ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ

أَحَدًا بَعْدَكَ – وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ غَيْرَكَ – قَالَ: ” قُلْ: آمَنْتُ بِاللهِ، فَاسْتَقِمْ “

“Dari Abu Amr, dan dikatakan : Abu Amrah, Sufyan bin Abdillah radliyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “ Aku berkata, Aku berkata, “Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku tentang Islam suatu ucapan yang aku tidak akan bertanya lagi mengenainya kepada seorangpun sesudahmu, Dan pada hadits Abu Usamah selainmu, ‘Beliau bersabda, ‘Katakanlah, Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah” (2).

Pada hadits ini menunjukkan betapa pentingnya Istiqamah dalam Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan Jawaami’ul Kalim, yakni kalimat yang ringkas tapi sarat dengan makna berbobot. Perintahnya kepada sahabat Sufyan bin Abdillah Radliyallahu ‘anhu adalah : ‘Katakanlah, Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah”

Istiqamah Dalam Aplikasi Harian

Kalimat istiqamah bukanlah hiasan bibir atau basa-basi, akan tetapi sebuah ungkapan yang mengandung konsekuensi. Di antara sikap istiqamah dalam kehidupan sehar-hari, adalah sebagai berikut :

  1. Memegang Teguh Ikrar Bai’at
  2. Komitmen dan Konsisten Shalat Berjama’ah (Istiqamah)
  3. Tiada Hari Tanpa Baca Al-Qur’an
  4. Tiada Hari Tanpa Sedekah
  5. Tiada Malam Tanpa Tahajud / Qiyamul Lail
  6. Selalu berusaha hadir di majelis ilmu
  7. Memiliki guru/ustadz/ syaikh untuk talaqi (belajar langsung)
  8. Tiada hari atau pekan tanpa dakwah
  9. Berusaha menambah jalinan shilaturrahim
  10. Musyawarah dan Konsolidasi rutin minimal setiap pekan
  11. Amal shaleh, kerja sama, gotong-royong dalam kebaikan dan taqwa
  12. Terpaut hatinya dengan 3 (tiga) masjid : Al-Haram, An-Nabawi dan Al-Aqsha
  13. Membangun Kesatuan Umat dan Sinergi dengan semua potensi positif
  14. Berjihad dengan harta, jiwa dan lisan
  15. Berkontribusi untuk pembebasan Al-Aqsha

Dalam Kehidupan Al-Jama’ah

Makna “ dalam Al-Jama’ah”  mengandung pengertian sbb :

  1. Tetap Istiqamah dengan bai’atnya kepada imaam dan tetap ta’at atas amanat, arahan dan perintahnya selama Imaam Taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (QS. 5 : 2, 16 : 92, 48 : 10)
  2. Tetap memegang teguh bai’atnya serta nyambung dalam Jama’ah Muslimin dimana dan kapanpun, sekalipun tidak bisa secara langsung datang. (QS. 4 : 83, 24 : 62)
  3. Tindakannya sesuai dengan aturan dan ketetapan Al-Jama’ah bukan persepsi pribadi atau komunitas lain yang kontra produktif dengan Al-Jama’ah.
  4. Skala prioritas untuk kepentingan internal Al-Jama’ah dengan tidak melupakan kepedulian kepada muslimin lainnya.
  5. Menyelesaikan permasalahan pribadi, keluarga dan umat pada umumnya kepada Ulil Amri yang telah dibai’atnya, yakni Imaam atau yang mewakilinya.
  6. Menerima dengan sepenuh hatinya terhadap putusan Ulil Amri dalam Al- Jama’ah, sebagaimana ridlanya para sahabat dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
  7. Al-Jama’ah = Kebenaran, maka dalam Al-Jama’ah artinya selama dalam kebenaran di manapun dan kapanpun.

Syarat Utama

الشرط : ما يوضع ليلتزم في بيع أو نحوه في الفقه ما لا يتم الشيء إلا به عند النحاة : ترتيب أمر على أمر أخر بأداة (المعجم الوسيط : ج 1 ص 504)

Syarat itu apa-apa yang dimasukkan dalam rangka komitmen / sepakat untuk melakukan jual beli atau yang lainnya.

Dalam Fiqh : Apa-apa yang tidak sempurna sesuatu kecuali dengannya.

Menurut Ahli Nahwu : Tertibnya suatu urusan diatas urusan lain dengan sebuah alat (Al-Mu’jam Al-Wasith, juz 1, hal. 504)

Syarat Utama berarti syarat yang harus dipenuhi oleh pelaksana dan tidak dapat ditinggalkan. Bebas artinya merdeka tidak terjajah.

  • Kondisi Al-Aqsha saat ini dalam penguasaan Zionis Laknatullah ‘alaihim.
  • Kaum muslimin tidak leluasa beribadah di Masjid Al-Aqsha, padahal itu adalah satu di antara tiga masjid yang dimuliakan Allah dan menjadi kehormatan kaum muslimin.
  • Karena itu, menjadi tanggung jawab seluruh kaum muslimin untuk membebaskan Al-Aqsha dari penguasaaan dan penjajahan Zionis Israel.
  • Untuk membebaskannya, tentu diperlukan syarat-syarat yang memadai, sehingga dengannya Allah akan memberikan pertolongan kepada PARA HAMBA ALLAH dalam membebaskan Al-Aqsha dan kaum muslimin di sekitarnya.

Dari pengertian syarat dan bebas diatas, dapat kita pahami bahwa untuk mendapatkan sesuatu, ada syarat yang harus terpenuhi. Demikian pula dengan pembebasan Al-Aqsha, Allah ‘Azza wa Jalla telah menjelaskan dalam Al-Qur’an, bahwa untuk mendapat kekuatan dan meraih kemenangan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Syarat-syarat tersebut antara lain dapat dilihat dari beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits shahih terkait dengan keadaan orang-orang yahudi (zionis Israel) saat kehancurannya. Mari kita kaji dalil-dalil naqli berikut :

Relevansi QS. Al-Israa : 5 dan 7, Al-Anbiyaa : 105 dengan QS. Al-Furqaan : 63 – 74

فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا (5)

Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang perkasa, lalu mereka merajalela di kampung-kampung. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. (QS. Al-Isra [17] : 5)

فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا (7)…

Apabila datang saat (kerusakan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu, untuk memasuki masjid (Baitulmaqdis) sebagaimana memasukinya ketika pertama kali, dan untuk membinasakan apa saja yang mereka kuasai. (QS. Al Israa [17] : 7)

….أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ (105)

 “…bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shaleh.”(QS. Al Anbiya [21] : 105)

 

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64)…..

Pada QS. Al-Israa ayat 5, disebutkan bahwa yang akan mengalahkan Bani Israil adalah Hamba-hamba Allah yang memiliki kekuatan yang hebat. Ayat ini bila kita relevansikan dengan fakta sejarah, bahwa hamba-hamba Allah tersebut adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka. Adapun pada ayat ke 7, mereka adalah hamba-hamba Allah yang terpilih untuk membebaskan Al-Aqsha di masa yang akan datang.

Tentang pengusiran orang-orang Yahudi dari Madinah, diabadikan dalam QS. Al-Hasyr : 2, yang artinya : Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung halamannya pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan (siksaan) kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati mereka; sehingga memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangannya sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan!

Pada QS. Al-Israa ayat ke 7, bahwa pada  perjanjian yang akhir atau kedua, mereka (hamba-hamba Allah) akan memasuki masjid sebagaimana pertama kalinya, dan akan menghancurkan Bani Israil (zionis Israel) dengan sehancur-hancurnya.

Ayat ini memahamkan kita, bahwa peristiwa pengusiran yang kedua bagi Bani Israil (zionis Israel) adalah bukan dari Madinah, akan tetapi dari Al-Aqsha dan sekitarnya. Hal ini dapat dihubungkan dengan hadits berikut :

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ، فَيَقْتُلُهُمُ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ، فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوِ الشَّجَرُ: يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي، فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ، إِلَّا الْغَرْقَدَ، فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ “

“Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum Muslimin memerangi Yahudi, maka kaum muslimin membunuhi mereka (Yahudi) hingga orang Yahudi bersembunyi dibalik batu dan pohon. Maka berkatalah batu dan pohon, Wahai Muslim Wahai Hamba Allah, ini orang Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah ia. Kecuali Al Gharqad (yang tidak memberi tahu), karena ia adalah pohonnya orang Yahudi.”

Relevansi Kalimat Al-Qur’an dan Hadits

وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا (سورة الإسراء : 7)

  “….Dan untuk membinasakan apa saja yang mereka (kaum muslimin) kuasai”

هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي، فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ (متفق عليه)

  “… Ini Yahudi di belakangku, maka kemarilah, bunuhlah ia”

Bani Israil dihancurkan dengan sehancur-hancurnya = Dikejar-kejar muslimin dan dibunuh = Zionis Israel (penjajah) tidak ada lagi di Al-Aqsha = Al-Aqsha Bebas

Siapakah generasi pembebas Al-Aqsha ?

Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa yang akan dapat menghadapi Yahudi adalah Muslim yang berkarakter HAMBA ALLAH YANG SHALIH. Sebagaimana diinformasikan Al-Qur’an di surat Al-Anbiyaa : 105, sbb :

أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ (105)

“ …. Sesungguhnya bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih.” (QS.  Al-Anbiyaa [21]:105)

 

Ibnu Katsir dalam tafsirnya, menyebutkan bahwa akan diwariskan kepada Muhammad dan umatnya bumi ini, dan akan memasukkan mereka kedalam surga. (4) Kemudian Imam Ibnu Katsir menghubungkan ayat ini (QS. 21 : 105) dengan surat Al-A’raaf : 128, Al-Mukmin : 51 dan surat An-Nuur : 55,

إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ (128)

“…Sesungguhnya bumi ini milik Allah akan diwariskannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya, Dan kesudahan (yang baik) bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-A’raaf : 128)

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (55)

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka khalifah dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka khalifah, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. AN-Nuur [24] : 55)

Ayat ini mengabarkan kepada kita bahwa Allah berjanji kepada orang-orang beriman dan beramal shalih, pasti akan Allah jadikan khalifah di muka bumi, bukan khalifah dalam satu negara. Hal ini sebagaimana Allah menjadikan khalifah sebelumnya di muka bumi (QS. 6 : 165, 27 : 62), demikian pula kepada khulafaur rasyidin al-mahdiyyin yang mewarisi kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Oleh karena itu, khalifah bukan kepala suatu negara, tapi pemimpin kaum muslimin di muka bumi. Sebagaimana keberadaan Rasulullah Shallallallahu ‘alaihi wasallam menjadi rahmat seluruh alam (QS. 21 : 107), dan untuk seluruh manusia (QS. 34:28).

Maka Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwwah adalah Khilafah yang berada di atas manhaj kenabian. Karena itu, fungsional kepemimpinan khilafah adalah mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, menjadi rahmat seluruh alam dan sebagai pemberi kabar gembira serta pemberi peringatan kepada seluruh manusia.

Dengan sistem dan figur inilah, khilafah ‘alaa minhaajin nubuwwah pasti akan dikuatkan kedudukannya oleh Allah, dan akan diganti rasa takut mereka (kaum muslimin) dengan rasa aman. Mereka istiqamah beribadah dan tidak musyrik sedikitpun. Dengan keberadaaan inilah in syaa Allah Al-Aqsha akan terbebas dari cengkeraman penjajah zionis Israel.

Kajian selanjutnya adalah menghubungkan kalimat Hamba Allah dengan 13 karakternya dalam surat Al-Furqaan : 63 -74

Pada surat Al-Israa ayat 5 disebutkanعِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ

dengan surat Al-Furqaan : 63-74 diawali dengan kalimat yang bermakna sama, yakni hamba Allah وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا  , kemudian disebutkan

13 karakter Hamba-hamba Allah yang akhirnya mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Adapun 13 karakter tersebut adalah :

13, Ciri Ibaadallana / Ibaadurrahman

  1. Tidak sombong.
  2. Tidak syirik sedikitpun.
  3. Membalas keburukan dengan kebaikan.
  4. Senantiasa menghidupkan shalat malam.
  5. Berdo’a memohon perlindungan dari siksa Jahannam
  6. Berinfaq dengan tidak berlebihan dan tidak kikir.
  7. Tidak membunuh yang diharamkan Allah, kecuali benar.
  8. Tidak berzina.
  9. Tidak menjadi saksi palsu.
  10. Menjaga kehormatan diri di tengah kerusakan umat.
  11. Tidak buta dan tuli terhadap ayat Allah.
  12. Berdo’a untuk kebaikan keluarganya.
  13. Berdo’a untuk dijadikannya Imaam bagi orang-orang yang taqwa.

Ibaadurrahman = Mukmin Yang Benar / Sejati (QS. Al-Anfaal [8] : 2-4, An-Nuur [24] : 51) =  Mukmin Yang Shadiq tanpa ragu (QS. Al-Hujuraat [49] : 15)

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (2) الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (4)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah  mereka bertawakal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.  (QS. Al-Anfaal [8] : 2-4)

Allah Pasti Menolong 

Para mujahid di jalan Allah senantiasa yakin akan dekatnya pertolongan Allah, termasuk generasi pembebas Al-Aqsha, mereka adalah hamba-hamba Allah yang imannya teruji, tidak ada keraguan akan datangnya pertolongan Allah. Hal ini banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an, antara lain pada ayat-ayat berikut :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad [47] : 7)(AK/R4/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.