Jangan-Jangan Kita Termasuk Orang Fasik

Oleh Zaenal Muttaqin, wartawan MINA.

Makna Secara Bahasa

Imam Abu Ja’far At-Thabari menerangkan, makna kata ‘fasiq’ secara bahasa, dalam dialek Arab adalah الخروجُ عن الشيء: keluar dari sesuatu. Karena itu, tikus gurun juga dinamakan fuwaisiqah [فُوَيْسِقة] karena dia sering keluar dari tempat persembunyiannya. Begitu pula orang munafik dan orang kafir disebut orang fasik, karena dua orang ini telah keluar dari ketaatan kepada Allah.

Allah menyifati iblis dengan firman-Nya:

إِلا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

“Kecuali iblis (tidak mau sujud), dia termasuk golongan jin, dan dia berbuat fasik terhadap perintah Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 50)

Maksud “dia berbuat fasik” keluar dari ketaatan kepada-Nya dan tidak mengikuti perintahnya. (Tafsir At-Thabari)

Makna Fasik Secara Istilah

Ulama Syaikh Utsaimin mengatakan:

الفاسق هو الخارج عن طاعة الله ورسوله

Fasiq itu adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya

Fasiq terbagi dua, fasik besar yaitu kufur, dan fasik kecil.

Contoh fasik besar adalah sebagaimana di sebutkan dalam firman Allah surat As-Sajdah:

أَفَمَنْ كَانَ مُؤْمِنًا كَمَنْ كَانَ فَاسِقًا لَا يَسْتَوُونَ ( ١٨) أَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ جَنَّاتُ الْمَأْوَى نُزُلًا بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٩ ) وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ(٢٠

“Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? Mereka tidak sama. (18) Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka jannah tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang mereka kerjakan. (19) Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir) maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: “Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya.” (QS. As-Sajdah: 18 – 20)

Fasik dalam ayat ini maknanya adalah kekafiran, karena berlawanan dengan iman dan diberi ancaman dengan siksa abadi di neraka.

Sedangkan fasik kecil, adalah perbuatan kefasikan yang tidak sampai pada derajat kekafiran. Sebagaimana firman Allah:

وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ

“… tetapi Allah menjadikan kamu “cinta” kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. Al-Hujurat: 7)

Ayat ini Allah menyebutkan kekafiran, kemudian kefasikan, dan maksiat. Artinya tiga hal ini berbeda. Dan kefasikan dalam ayat ini adalah fasik kecil, artinya bukan kekufuran. Maknanya fasik kecil, termasuk dosa besar.

Orang Fasik Menurut Al-Qur’an

Fasik dapat diartikan sebagai ketidakpedulian terhadap perintah Tuhan baik dalam bentuk perbuatan dosa maupun tindak kejahatan meskipun disertai dengan kepercayaan kepada Allah. Keluar dari ketaatan bisa difahami sebagai bentuk pembangkangan baik menerjang larangan ataupun tidak menjalankan perintah yang kesemua ini dalam ajaran agama disederhanakan dengan istilah maksiat.

menyebut kata fasik tidak kurang dari 54 kali dan yang seakar dengannya. Al-Damighani menguraikan, setidaknya kefasikan dalam al-Quran mempunyai enam makna:

Pertama, mengingkari Nabi Shalallahu alaihi wasallam, sebagaimana dalam al-Quran surat al-Taubah [9] ayat 67 Allah berfirman:

اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

“… Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.”

Orang-orang munafik mereka adalah orang-orang yang fasik yakni yang mengingkari Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan ajarannya. Makna ini juga ditemukan dalam surah yang sama yaitu QS al-Taubah [9]: 80 Itu karena mereka kafir terhadap Allah dan Rasul-Nya, sehingga Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang fasik yakni mereka yang durhaka kepada Allah swt dengan mengingkari Nabi Shalallahu alaihi wasallam.

Kedua, musyrik sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Sajadah [32] ayat 20 Allah berfirman:

وَاَ مَّا الَّذِيْنَ فَسَقُوْا فَمَأْوٰٮهُمُ النَّا رُكُلَّمَاۤ اَرَا دُوْۤا اَنْ يَّخْرُجُوْا مِنْهَاۤ اُعِيْدُوْا فِيْهَا وَ قِيْلَ لَهُمْ ذُوْقُوْا عَذَا بَ النَّا رِ الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تُكَذِّبُوْنَ

Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir), maka tempat kediaman mereka adalah Neraka“.

Orang-orang yang fasik tempat mereka neraka yakni mereka yang musyrik. Makna ini juga ada dalam surah yang sama  as-Sajadah [32] ayat18, “Apakah sama orang yang mukmin dengan orang yang fasik yakni orang yang musyrik”.

Ketiga, maksiat tanpa unsur kemusyrikan sebagaimana ungkapan Nabi Musa as dalam QS al-Maidah [5]: 25, Dia (Musa) berkata, Tuhan aku sangat tidak memiliki kuasa kecuali pada diriku dan saudaraku, pisahkan antara kami dengan kaum yang fasik yakni mereka dari kaumnya yang membangkang memasuki tanah Syam saat diperintah oleh Nabi Musa as. Makna ini juga yang dimaksud dalam QS al-Maidah [5] ayat 26.

Keempat, dusta seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS al-Hujurat [49] ayat 6 yang menjelaskan tentang perintah klarifikasi (tabayyun) saat menerima berita, jika datang seorang fasik (pembohong) membawa berita, maka bertabayyunlah.

Menurut sejarahnya ayat ini dilatarbelakangi oleh pembohong bernama al-Walid bin Uqbah yang menginformasikan kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, bahwa kaum Bani Mushtaliq tidak berkenan menunaikan zakat. Makna bohong ini juga ada dalam QS al-Nur [24] ayat 4.

Kelima, dosa sebagaimana firman Allah swt dalam QS al-Baqarah [2] ayat 282:

وَلَا يُضَآ رَّ كَا تِبٌ وَّلَا شَهِيْدٌ ۗ وَاِ نْ تَفْعَلُوْا فَاِ نَّهٗ فُسُوْقٌ بِۢكُمْ 

“… dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu…”

Maksudnya penulis maupun saksi dalam masalah utang piutang tidak diperkenankan merugikan yang lain, jika kalian tidak melakukannya (yakni merugikan yang lain) maka kefasikan (dosa) bagi kalian.

Keenam, mencaci maki semisal dalam QS al-Baqarah [2] ayat 197 yang menerangkan adab menjalankan ibadah haji, siapapun yang melaksanakan kewajiban haji pada bulan-bulan tertentu tersebut, maka tidak diperkenankan baginya untuk bersetubuh, kefasikan (yakni mencaci maki.

Allah SWT berfirman:

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَا لَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِ نَّ خَيْرَ الزَّا دِ التَّقْوٰى ۖ وَا تَّقُوْنِ يٰۤاُ ولِى الْاَ لْبَا بِ

Haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barang siapa mengerjakan ibadah haji dalam bulan-bulan itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji….” Wallahu Aʻlam.

Disarikan dari banyak sumber. (A/B05/RS1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Zaenal Muttaqin

Editor: illa

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.