Jakarta, MINA – Direktur Sistem Inovasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Ophirtus Sumule menilai, alat radar di Indonesia masih kurang. Hal tersebut disebabkan karena teknologi ini masih terbilang cukup mahal.
Hal itu disampaikan Ophirtus saat Rapat Koordinasi untuk Audit Teknologi Industri Radar yang diselenggarakan di Gedung II Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), Jakarta Pusat, Kamis (25/7).
“Ketersediaan radar di Indonesia masih terbilang sedikit dibanding dengan luas wilayah Indonesia, masih banyak daerah di Indonesia yang tidak terpantau oleh radar yang sudah ada, khususnya di daerah terpencil serta daerah dengan lokasi pegunungan,” katanya.
Menurut Ophirtus, dibutuhkan penguasaan teknologi radar melalui alih teknologi. Kemampuan yang harus disediakan antara lain adalah kemampuan desain, konstruksi mekanik, elektronika, IT dan networking serta kemampuan teknologi material.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Saat ini, radar yang sudah beroperasi di Indonesia yaitu Radar Hanud, berjumlah 19 Unit dengan komposisi; 6 unit Radar Thomson TRS 2230 D Radar Generasi Ketiga, 4 unit Radar Plessey AWS II, 3 unit Radar Siemens-Plessey dan 6 unit Radar Master T buatan Thales-Perancis), Radar pesawat tempur dan Radar kapal perang.
Radar Hanud, tadar pesawat tempur dan radar kapal perang sebagian besar merupakan radar buatan luar negeri karena pada saat ini industri dalam negeri belum mampu membuat radar jenis tersebut.
Beberapa jenis radar pantai seperti Radar ISRA dan Radar INDRA telah dikembangkan oleh institusi Litbang dan industri swasta nasional. Pengembangan radar pantai perlu dilakukan untuk memenuhi spesifikasi pengguna antara lain peningkatan jarak jangkauan yang lebih jauh.
Ke depan industri nasional diharapkan mampu membuat Long Range Radar Surveillance 3D melalui produksi bersama maupun bentuk alih teknologi lainnya.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
Selain itu, ada kebutuhan radar jenis GCI (Ground Control Intercept) atau Radar Kontrol Darat untuk menjamin keamanan udara Indonesia. Radar jenis ini sangat dibutuhkan untuk memperkuat radar pertahanan nasional kita.
Radar pertahanan udara nasional adalah sistem kendali radar taktis, berbasis darat, 3D, kontrol udara dan sistem radar surveillance bekerja dalam rentang panjang dengan teknologi antena array slotted waveguide dan teknik pembentukan radiasi dengan cara digital dalam sisi penerimaan ini juga bertujuan untuk menentukan ketinggian.
Radar berbasis darat “ground based” ini bekerja di frekuensi S Band misinya adalah untuk mendeteksi dan melacak atau memindai target udara dan juga mengendalikan pesawat fighter dalam Sistem Pertahanan Udara sebagai Radar Kontrol Darat.
Radar ini dapat difungsikan sebagai sistem stasioner juga. Menurut kemampuan dan fasilitas Command Post (CP) dalam sistem ini, shelter komandan ini dapat bertindak sebagai pusat kontrol atau Control Report Center (CRC) dalam jaringan pertahanan udara yang menggabungkan informasi dari beberapa radar atau sensor. (L/R06/RS1)
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Mi’raj News Agency (MINA)