Kalau Besok Mati, Bawa Apa Kita?

Oleh Bahron Ansori, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Andai besok , bekal apa yang sudah kita siapkan? Andai besok mati, berapa banyak amal kebaikan yang sudah kita miliki? Andai besok mati, sudahkah kita siap dengan kondisi saat ini? Andai besok mati, sudah siapkah kita menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir? Andai besok mati, mengapa kita masih banyak tertawa, senda gurau dan membuang-buang waktu?

Tidak satu pun dari manusia mengetahui sampai kapan ia hidup. Bahkan sedetik ke depan pun ia tidak pernah tahu apakah masih hidup atau tidak. Kematian adalah ketetapan bagi setiap makhluk-Nya yang memiliki ruh, sekalipun makhluk yang paling mulia yaitu para nabi dan rasul. Mereka pun menemui ajal yang telah Allah tentukan. Setiap makhluk yang bernyawa pastinya akan merasakan mati, seperti dalam firman Allah Ta’ala:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran [3] ayat 185).

Mati adalah sesuatu yang haq (benar). Mesti kematian itu adalah benar dan pasti adanya, tapi kebanyakan manusia begitu takut menanti dan menghadapinya. Mengapa? Sebab mati berarti berakhir segala aktifitas hidup di dunia fana ini. Bukan hanya itu, mati bukan berarti berakhir segalanya. Justeru kematian adalah gerbang bagi setiap manusia untuk memasuki kehidupan sebenarnya di akhirat.

Kematian adalah jalan dari Allah yang PASTI terjadi dan dilalui oleh setiap makhluk yang bernyawa terutama manusia untuk memasuki dan menempati kehidupan yang kekal dan abadi di akhirat kelak. Tempat yang akan memberikan dua pilihan kepada manusia, surga atau neraka. Kedua pilihan itu sangat tergantung kepada manusia itu sendiri saat mereka menjalani kehidupan di alam dunia.

Sekali lagi, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan dia akan mati, pada umur berapa dia akan menemui ajalnya, dan di mana hidupnya akan  berakhir di dunia, di daratan ataukah di lautan, serta apa sebab kematiannya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

(34). إِنَّ الَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖوَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖوَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚإِنَّ الَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.”  (QS. Luqman [31] ayat 34).

Kematian bukan akhir dari segalanya, sebab segala amal perbuatan saat di dunia pasti kelak akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah Ta’ala di akhirat nanti. Allah akan membalas setiap amal perbuatan setiap manusia di dunia. Orang yang selamat dan sukses di akhirat sana, adalah orang yang diselamatkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan rahmat dan keutamaan dari-Nya.

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dialah orang yang berhasil/sukses. Maknanya, dia mendapatkan kesuksesan yang agung, selamat dari azab yang pedih, dan berhasil meraih surga yang penuh dengan kenikmatan, yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia.”

Adapun orang yang merugi adalah orang yang tertipu dengan dunia dan kenikmatan-kenikmatan semu yang ada di dalamnya, sehingga melupakannya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun [63] ayat 9).

Tak dipungkiri, ayat di atas menjadi jelas bagi setiap Muslim, jika tidak berhati-hati dan waspada menjalani kehidupan dunia fana ini, maka harta dan anak-anak yang Allah titipkan akan melalaikan dari mengingat Allah. Harta, anak-anak termasuk jabatan adalah ujian yang banyak sekali melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala.

Orang yang Cerdas

Selama ini, banyak orang mengira, orang yang cerdas adalah orang yang berpendidikan tinggi dengan gelar berderet. Atau orang yang mampu ‘menciptakan’ sesuatu dalam bidang teknologi. Tapi, tahukah kita ternyata orang yang cerdas dalam Islam adalah orang yang banyak mengingat pemutus segala kenikmatan (mati) dan paling bagus persiapan untuk menghadapinya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

أَفْضَلُ المُؤْمِنِينَ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَ أَكْيَسُهُمْ أَكْثَرُهُم لِلمَوتِ ذِكْرًا وَ أَحْسَنُهُم لَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ

“Orang mukmin yang paling utama adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang mukmin yang paling cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling bagus persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka semua adalah orang-orang cerdas (yang sesungguhnya, pent).” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan dinyatakan shohih oleh syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam Irwa’ul Gholiil no.682. Sedangkan di dalam Silsilatu Al-Ahaadiits Ash-Shohihah no. 1384 beliau menilai hadis ini derajatnya hasan dengan semua jalan periwayatannya).

Itulah mengapa, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa mengingatkan para sahabatnya agar senantiasa mengingat kematian. Ini seperti dalam sabdanya:

أَكْثِرُوا مِنْ ذِكْرِ هَادِمِ اللَّذَاتِ

“Perbanyaklah mengingat penghancur segala kelezatan (dunia). Yakni kematian.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan An-Nasa’i. Dan dinyatakan shohih oleh Ibnu Hibban).

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Ad-Daqqaq berkata,Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara: bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan giat/semangat dalam beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati ia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan perasaan cukup dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah, wahai orang yang tertipu, yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak akan merasa sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya. Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan menuntaskan angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan membayangkan datangnya hari kematianmu dan perpindahanmu dari tempat hidupmu yang sekarang?” (At-Tadzkirah, hal. 9)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata, Tidaklah hati seorang hamba sering mengingat mati melainkan dunia terasa kecil dan tiada berarti baginya. Dan semua yang ada di atas dunia ini hina baginya.

Adalah ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu bila mengingat mati ia gemetar seperti gemetarnya seekor burung. Ia mengumpulkan para ulama, maka mereka saling mengingatkan akan kematian, hari kiamat dan akhirat. Kemudian mereka menangis hingga seakan-akan di hadapan mereka ada jenazah. (At-Tadzkirah, hal. 9)

Tentunya tangis mereka diikuti oleh amal shalih setelahnya, berjihad di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan bersegera kepada kebaikan. Beda halnya dengan keadaan kebanyakan manusia pada hari ini. Mereka yakin adanya Surga tapi tidak mau beramal untuk meraihnya. Mereka juga yakin adanya Neraka tapi mereka tidak takut. Mereka tahu bahwa mereka akan mati, tapi mereka tidak mempersiapkan bekal.

Sejatinya, setiap Mukmin adalah orang-orang yang cerdas dalam mengingat penghancur segala kenikmatan itu. Cerdas dengan banyak mengingat Allah Ta’ala dan mempersiapkan bekal berupa amal sebanyak dan sebaik mungkin sebagai bekal menghadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. wallahua’lam. (R02/P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.