Kelompok HAM: Hentikan Relokasi Pengungsi Rohingya ke Pulau Rawan Bencana Alam

Foto: Sindonews

Cox’s Bazar, MINA – Sebuah kelompok hak asasi Rohingya yang berbasis di Eropa mendesak Bangladesh untuk menghentikan relokasi lebih dari 100.000 ke sebuah pulau terpencil.

“Kami mendesak masyarakat internasional, termasuk pemerintahan Amerika Serikat yang baru terpilih, negara-negara Asia Selatan, kelompok masyarakat sipil dan organisasi internasional untuk membantu dan membujuk pemerintah Bangladesh segera menghentikan rencana ini,” kata Dewan Rohingya Eropa dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari Anadolu Agency, Ahad (6/12).

Kelompok tersebut mengatakan, ada lebih dari 1 juta orang Rohingya tanpa kewarganegaraan di distrik Cox’s Bazar di bagian selatan Bangladesh.

Meskipun ada protes keras dari komunitas internasional dan pembela hak, Bangladesh pada Jumat (4/12) mulai memindahkan gelombang pertama pengungsi Rohingya yang terdiri dari 1.642 orang ke Bhashan Char, sebuah pulau terpencil yang rawan topan dan bencana alam lainnya.

Rencananya 3.500 pengungsi lain akan dipindahkan ke pulau itu pekan ini dan relokasi diharapkan selesai dalam sepekan, kantor berita Bangladesh Sangbad Sangstha melaporkan, mengutip sumber angkatan laut.

Dewan Rohingya Eropa mengatakan: “Setiap tahun, Bhashan Char tetap terendam air hujan selama beberapa bulan dan Rohingya yang rentan akan semakin terpinggirkan jika mereka dipaksa pindah ke tempat itu”.

Badan HAM tersebut menyarankan Bangladesh untuk lebih memperhatikan pemulangan Rohingya secara damai dan berkelanjutan ke tanah kelahiran asli mereka di Negara Bagian Rakhine Myanmar.

“Bangladesh berusaha untuk memulai repatriasi pengungsi (Rohingya) ke Myanmar di bawah kerangka kerja bilateral November lalu, tetapi tidak ada pengungsi yang mau kembali karena kurangnya kondisi aman dan berlanjutnya genosida Rohingya di Myanmar,” katanya.

Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, kebanyakan wanita dan anak-anak, melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar menyerang komunitas Muslim minoritas itu pada Agustus 2017, sehingga angka pengungsi Rohingya melebihi 1,2 juta.

Sementara itu, puluhan pembela dan lembaga hak global lainnya termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Human Rights Watch, Amnesty International, dan Fortify Rights juga telah mendesak Bangladesh untuk menghentikan rencana relokasi sampai studi kelayakan komprehensif dilakukan atas kelayakan hunian pulau itu.

Namun, Kementerian Luar Negeri Bangladesh dalam siaran persnya pada Jumat mengklaim, pulau seluas 13.000 hektar itu memiliki semua fasilitas modern, air tawar sepanjang tahun, danau yang indah, dan infrastruktur yang layak serta fasilitas yang ditingkatkan. (T/RE1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)