Belgia Khawatirkan Keluarga Muslim Uyghur Hilang Saat Kembali ke Xinjiang

Xinjiang, MINA – Seorang diplomat Belgia dijadwalkan akan melakukan perjalanan ke Xinjiang di barat jauh Cina untuk mengkonfirmasi keberadaan keluarga Muslim Uygur yang dikawal dari Kedutaan Belgia di Beijing oleh polisi bulan lalu.

Hilangnya ibu dan keempat anaknya telah membuat suaminya khawatir, karena diperkirakan satu juta etnis Uygur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya dilaporkan ditahan di kamp-kamp pengasingan di Xinjiang.

Sang suami, Abdulhamid Tursun, seorang pengungsi politik di Belgia, mengatakan, ia belum mendengar kabar dari keluarganya sejak 31 Mei, beberapa hari setelah mereka meninggalkan kedutaan dalam situasi suram. Demikian South China Morning Post melaporkan, Kamis (20/6) lalu.

“Saya khawatir tentang keselamatan mereka,” ujarnya. “Saya harap mereka bisa kembali dengan aman di sisiku sesegera mungkin, dan keluarga kita bisa bersatu kembali.”

Keputusan Belgia untuk mengirim seorang diplomat ke Xinjiang muncul ketika kedutaan negara itu menghadapi kritik karena diduga memungkinkan polisi Tiongkok membawa keluarga Tursun kembali ke Xinjiang.

“Kasus ini memaparkan risiko tambahan yang dihadapi orang-orang Uygur di Tiongkok bahkan saat mereka ingin mencari bantuan dari pemerintah asing,” kata Patrick Poon, peneliti Cina di Amnesty International.

“Kedutaan Belgia memberikan contoh yang sangat buruk tentang bagaimana pemerintah menempatkan kepentingan ekonomi di atas hak asasi manusia,” tambahnya.

Kementerian Luar Negeri Cina dan pemerintah Xinjiang belum mau memberikan tanggapan atau komentar terkait masalah keluarga Tursun.

Sang ibu, Horiyat Abdulla, dan keempat anaknya melakukan perjalanan ke Beijing pada akhir Mei untuk menyelesaikan dokumen yang hilang untuk keperluan visa reunifikasi keluarga mereka.

Menurut Tursun, istri dan anak-anaknya panik setelah mengetahui mereka akan diperlukan “setidaknya tiga bulan” untuk visa mereka disetujui dan menolak untuk meninggalkan kedutaan.

Mereka takut untuk kembali ke hotel mereka karena polisi telah mengunjungi mereka beberapa kali sejak mereka tiba di Beijing, jelasnya.

“Polisi datang di tengah malam, menanyakan mengapa mereka datang ke Beijing, kapan mereka akan kembali,” ujarnya. “Mereka sangat takut, mereka tidak tidur sepanjang malam.” (T/R11/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)