Kemenkes, Bio Farma Temui MUI Bahas Kehalalan Vaksin MR

Jakarta, MINA – Kementerian Kesehatan () bersama PT Bio Farma mendatangi Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Jumat (3/8),  untuk membahas terkait kehalalan vaksin Meales Rubela (MR) yang kembali ramai diperbincangkan masyarakat.

yang belum terjamin kehalalannya tersebut diproduksi oleh Serum Institute of India (SII) di India. Vaksin MR dari India ini digunakan di 141 negara karena sudah diakui Badan Kesehatan Dunia (WHO) termasuk negara negara Islam, Arab Saudi.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am Sholeh mengungkapkan bahwa pertemuan dengan Kemenkes dan PT Bio Farma itu adalah dalam rangka mencari solusi terkait munculnya keresahan masyarakat mengenai kepastian kehalalan produk vaksin MR.

“Sore ini MUI melakukan silaturrahim dengan Kemenkes dan PT Bio Farma untuk menjamin hak-hak keagamaan masyarakat setelah di beberapa daerah khususnya di luar Jawa ada keresahan,” kata Asrorun kepada MINA usai pertemuan tertutup itu.

Asrorun menegaskan, pada pertemuannya dengan Kemenkes dan PT Bio Farma, ada beberapa poin yang disepakati bersama. Pertama kesepahaman proses sertifikasi terhadap vaksin, ada komitmen secara lisan yang disampaikan Menkes RI dan Dirut PT Bio Farma sebagai pelaku import.

“Langkah percepatannya Bu Menteri atas nama negara meminta PT Bio Farma dan SII secara langsung untuk memberikan akses terkait dengan ingridien atau komposisi yang menjadi pembentuk vaksin MR,” katanya.

Selanjutnya, kata Asrorun, Komisi Fatma MUI mempertimbangkan untuk mempercepat proses penetapan fatwa setelah ada proses auditing yang dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM MUI).

“LPPOM MUI dalam posisi menunggu juga siap mengambil langkah-langkah ekstraordinari, langkah-langkah cepat proses pemeriksaan tentu dengan prinsip prudensialitas yang dimiliki oleh sistem LPPOM MUI dan Komisi Fatwa MUI,” katanya.

Menurut Asrorun, ada dua kemungkinan hasil auditing LPPOM MUI. Pertama clear dari sisi bahan. artinya bisa dikeluarkan sertifikat halal kalau memang tidak ada anasir yang terbukti haram atau najis, artinya halal maka cepat bisa keluarkan sertifikasinya.

Kedua, ada unsur pembentuknya dari unsur najis atau haram. Kalau itu ditemukan maka MUI akan melihat bagaimana dampaknya. Jika dampaknya tidak dilakukan proses imunisasi mengakibatkan mudarat secara kolektif di tengah masyarakat maka bisa dibolehkan untuk digunakan.

“Bisa digunakan ketika tidak ada alternatif lain, ketika tidak ada vaksin sejenis yang halal, ketika bahayanya sangat mendesak. Saya kira itu poin pentingnya,” katanya. (L/R06/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)