Kemenristekdikti Efektifkan Proses Izin Pembukaan Prodi dan Pendirian PTS

Surabaya, MINA – Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi () terus melakukan terobosan baik dalam program, kebijakan, maupun optimalisasi pelayanan dalam rangka pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Tanah Air.

Hal itu ditegaskan oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) dalam acara Sosialisasi Pengusulan Pendirian dan Perubahan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) serta Pembukaan Prodi Tahun 2019 di Surabaya, Rabu (30/1) malam.

“Salah satu cara yang ditempuh yakni mengefektifkan proses pendirian perguruan tinggi dan pembukaan program studi (prodi) sehingga dalam hitungan hari izin sudah dapat keluar,” kata Nasir dalam keterangannya yang diterima MINA.

Nasir menjelaskan, reformasi birokrasi sudah dilakukan oleh Kemenristekdikti sejak tahun 2017. Namun, masih ada sejumlah kendala, seperti lamanya validasi untuk izin pendirian perguruan tinggi atau prodi yang menyebabkan terhambatnya penerbitan surat keputusan (SK).

Oleh sebab itu, mulai tahun 2019 Kemenristekdikti membuat gebrakan proses perizinan akan selesai dalam 15 hari kerja, dengan estimasi proses maksimal lima hari kerja di setiap unit Eselon I Kemenristekdikti.

“Masalah saat ini adalah izin sulit keluar, bisa membutuhkan waktu enam bulan sampai satu tahun. Tetapi setelah berjalan, ternyata banyak juga prodi yang belum terakreditasi, atau akreditasinya sudah kadaluarsa,” katanya.

Nasir menjelaskan, untuk menyelesaikan masalah tersebut perlu komitmen, dan setelah dibahas bersama Biro Hukum dan Ditjen Kelembagaan maka ada kesepakatan selesai dalam 15 hari kerja, masing-masing lima hari di unit Eselon I, yaitu yang dalam hal ini Ditjen Kelembagaan, Ditjen Sumber Daya Iptek dan Dikti, dan Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan.

Proses perizinan sendiri melibatkan Kemenristekdikti dan LLDikti. Menteri Nasir mencontohkan, pada pendirian prodi, usulan dilakukan secara online. Kemudian, dilanjutkan dengan verifikasi dokumen serta evaluasi terkait kecukupan dosen. Setelah itu jika disetujui, proses evaluasi non dosen, seperti mengecek lokasi dan ketersediaan ruang kuliah dilimpahkan kepada oleh LLDikti.

Tak hanya itu, Nasir juga menyebut, sebagai langkah aksi percepatan, ke depan akan dikembangkan SK elektronik dengan digital signature.

“Pengawasan menjadi penting setelah proses perizinan ini dipercepat. Maka dari itu, monitoring dan evaluasi akan diperketat. Dalam menerima usulan pun juga akan diidentifikasi terlebih dahulu, disesuaikan dengan kebutuhan,” ujarnya.

Nasir mengaku saat ini pihaknya fokus pada pendidikan vokasi sehingga untuk izin pendirian perguruan tinggi, yang dibuka adalah perguruan tinggi vokasi dan institut teknologi. Sedangkan prodi yang diberikan izin adalah prodi bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika (STEM). Untuk prodi sosial dimoratorium dahulu.

Penyederhanaan tidak hanya pada waktu, tetapi juga pada instrumen. Menteri Nasir memaparkan, kriteria untuk perizinan pendirian program sarjana, magister, dan diploma yang sebelumnya lima kriteria sekarang menjadi tiga kriteria. Begitu juga untuk program doktor dari sembilan kriteria menjadi tiga kriteria.

Adapun Kemenristekdikti melakukan pelonggaran kebijakan yang tercantum dalam Permenristekdikti Nomor 51 Tahun 2018, mencakup jumlah dosen dan prodi minimal, serta batas usia dosen.

“Batas usia dosen yang sebelumnya 58 tahun, kini menjadi 58 tahun untuk dosen yang belum ber-NIDN. Sedangkan yang memiliki jabatan akademik non guru besar 65 tahun, dan 70 tahun bagi yang guru besar,” imbuhnya.

Dengan proses perizinan yang semakin sederhana, Menteri Nasir berharap akan muncul berbagai prodi inovatif yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sebagai contoh, di Universitas Riau belum lama ini mendirikan D-3 pulp dan kertas.

Kendati demikian, lanjut Nasir, harus diimbangi dengan kualitas pengajaran, dosen, serta akreditasi yang mumpuni. Ia menegaskan, perguruan tinggi yang mutunya tidak baik dalam berbagai aspek akan di-merger, bahkan ditutup. (R/R09/R06)

Mi’raj News Agency (MINA)