Ketahanan Nasional Ditafsir Kembali (Oleh: A. Hanief Saha Ghafur)

A. Hanief Saha Ghafur, Ketua Program Doktor Kajian Stratejik & Global, SKSG, Universitas Indonesia (dua dari kanan)(Foto: Istimewa)

Oleh: A. Hanief Saha Ghafur, Ketua Program Doktor Kajian Stratejik & Global, SKSG, *

Tulisan ini disampaikan sebagai materi menjadi narasumber atas undangan Lemhannas RI. Diskusi pakar diselenggarakan dua kali yaitu Rabu 10 Agustus dan Senin 5 September 2022.

Tema pokok diskusinya tentang “ Ditafsir Kembali”. Ada beberapa narasumber selain saya. Dengan tema pokok tersebut dimaksudkan untuk mengelaborasi ketangguhan dan keuletan bangsa menghadapi perubahan kondisi dan situasi geopolitik dunia.

Begitu pula ketahanan nasional yang dihadapkan oleh berbagai macam ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) serta berbagai dampak dari disrupsi oleh sebab terjadinya volatility, uncerteinty, complexity, dan ambiguity (VUCA).

Dengan perubahan dan permasalahan baru yang dihadapi, maka ketahanan nasional kita perlu ditinjau ulang dan ditafsir Kembali. Makalah ini dibuat sekedar bahan urun rembug dan sumbang pemikiran.

Memaknai Ketahanan Nasional

Ada banyak makna definitif ketahanan nasional yang dikemukakan para pakar. Namun saya mencoba mengemukakan definisi yang menurut saya tepat untuk memaknai substansi ketahanan nasional. Tetapi juga tepat untuk merespon kemampuan transformatifnya menghadapi perkembangan dunia ke depan.

Definisi yang ingin saya sampaikan yaitu: “Kekuatan, ketangguhan, dan keuletan dinamis suatu bangsa untuk beradaptasi dengan lingkungan dan bertransformasi menuju tercapainya kemajuan bangsa”.

Ada tiga unsur penting dalam ketahanan nasional dari definisi ini, yaitu unsur kekuatan, ketangguhan, dan keuletan, serta unsur daya adaptasi, dan unsur kemampuan bertransformasi.

Ketiga unsur saya sebut sebagai segi tiga emas yang sejatinya ada dalam satu kesatuan yang utuh. Pembagian unsur
hanyalah sekedar untuk membedakan, bukan untuk memisahkan satu dengan yang lain. Sedang Wawasan Nusantara dapat didefinisikan secara sederhana sebagai “suatu cara pandang tentang diri dan lingkungan kita yang sarwa nusantara”.

Dari definisi di atas, sejatinya ketahanan nasional harus selalu bersanding seiring dengan Wawasan Nusantara. Ketahanan nasional tidak bisa tegak berdiri tanpa Wawasan Nusantara, begitu pula sebaliknya. Bahkan keduanya harus selalu bisa berjalan seiring dan bersinergi dalam suatu neraca keseimbangan ekosistem nasional.

Sebab jati diri bangsa ada di dalam Wawasan Nusantara. Sedang Ketahanan Nasional memberi kekuatan dinamis pada jati diri bangsa untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Jati diri dan Wawasan Nusantara tanpa ketahanan nasional yang dinamis untuk beradaptasi adalah kejumudan yang tidak akan mampu beradaptasi dengan perubahan dan dinamika perkembangan geopolitik dan geostrategi dunia.

Begitu pula ketahanan nasional tanpa Wawasan Nusantara menjadikan kita kehilangan kesejatian dan citra diri sebagai bangsa.

Dengan demikian, ketahanan nasional kita harus dibangun berbasis kekuatan dan ketangguhan dinamis yang seimbang antara inward looking dan outward looking. Keseimbangan antara konsolidasi kesadaran internal atas citra diri sebagai bangsa dengan adaptasi terhadap perubahan lingkungan geopolitik dan geostrategi dunia.

Dari pengertian ketahanan nasional di atas kita dapat manarik dua point makna, yaitu konsolidasi wawasan nusantara dan adaptasi dengan perubahan lingkungan.

Ketahanan nasional intinya ada pada ketangguhan dan keuletan dinamis. Inti ketangguhan dan keuletan ada pada kemampuan beradaptasi terhadap perubahan.

Inti dari adaptasi adalah penyesuaian terhadap tuntutan kebutuhan geopolitik dan geostrategi dunia. Sebaliknya inti ketahanan nasional secara internal adalah konsolidasi. Inti konsolidasi adalah Wawasan Nusantara. Inti Wawasan Nusantara adalah menyatukan cara pandang dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa (NKRI).

Inti dari NKRI adalah identitas dan citra diri bangsa yaitu Pancasila & UUD 1945. Ketangguhan jati diri bangsa harus dilakukan dengan inward looking dengan memperkuat konsolidasi internal kita sebagai bangsa.

Sedang kemampuan menghadapi perubahan dan perkembangan dunia dilakukan melalui melalui outward looking dengan memperkuat ketangguhan dinamis dan daya adaptasi perkembangan dan perubahan geopolitik dan geostrategi.

Ada dua dimensi kebutuhan keberlanjutan suatu ketahanan nasional, yaitu : Pertama, kebutuhan untuk meneguhkan dengan mengkonsolidasikan keutuhan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang sering kita kenal sebagai konsolidasi internal.

Jati diri sebagai bangsa terformulasi dan terjabarkan dalam Wawasan Nusantara. Termasuk di dalamnya adalah penguatan ideologi pancasila, peneguhan identitas nasional, persatuan dan kesatuan bangsa, dan lainnya.

Kedua, kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang kita kenal sebagai bentuk konsolidasi eksternal.

Beradaptasi dengan perubahan dan dinamika perkembangan nasional dan internasional. Perkembangan geopolitik dan geostrategi terkait masalah ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan (ipoleksusbudhankam), baik nasional maupun internasional.

Masalah kemampuan adaptasi bangsa dan negara terhadap perkembangan dinamis, khususnya terkait ATHG dan VUCA. Baik di tingkat nasional maupun internasional.

Dua sisi kebutuhan bagi keberlanjutan ketahanan nasional kita perlu terus dijaga dan dikawal dengan cermat dan seksama sehingga tidak ada celah untuk terjadinya destruksi terhadap stabilitas dan rusaknya ketahanan nasional
(destabilizing & deresilience factors).

Dua sisi kebutuhan bagi keberlanjutan harus dirajut dalam satu kesatuan ekosistem yang dinamis dan berkelanjutan.

Ketahanan Nasiona kita, baik berupa konsolidasi internal maupun kemampuan adaptasinya terhadap masalah eksternal, akan dihadapkan dengan berbagai macam ancaman, tantangan, hambatan, & gangguan (ATHG). Tekanan disrupsi sebagai akibat dari VUCA tidak cukup kita memberi solusi obat untuk sembuh sementara. Tetapi kita membutuhkan solusi transformatif dan keberlanjutan di masa depan.

Solusi obat sebagai akibat dan dampak dari disorientasi, harus diberi arah melalui reorientasi, sehingga lahir orientasi ketahanan nasional baru. Begitu pula disorganisasi yang terjadi, perlu dikonsolidasikan melalui reorganisasi sehingga lahir organisasi ketahanan nasional yang baru. Juga rapuh atau rusaknya ketahanan nasional itu sendiri (deresiliency) harus dibangun re-resiliency sehingga lahir kembali ketahanan nasional baru (new national resiliency).

Begitu seterusnya konsolidasi terus dilakukan menjadi perubahan transformatif dari ketahanan nasional
kita menghadapi berbagai macam ATHG dan VUCA yang akan terjadi ke depan.

Kesimpulan

Ketahanan Nasional harus berjalan seiring dengan Wawasan Nusantara. Bahkan keduanya harus saling bersinergi, saling menopang, dan meneguhkan.

Ketahanan Nasional adalah unsur dinamis dari ketangguhan & keuletan suatu bangsa untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

Sedang Wawasan Nusantara adalah cara pandang suatu bangsa yang dibutuhkan untuk dikonsolidasikan terus menerus. Ujung tombak dari dua sisi ini adalah kemampuan untuk bertransformasi menuju arah kemajuan bangsa dan negara dalam menghadapi masa depannya.

Transformasi kemajuan adalah suatu arah orientasi bangsa. Keberhasilan dari segi tiga emas yaitu ketahanan nasional, wawasan nusantara, dan transformasi kemajuan perlu terus ditera dan dievaluasi melalui sistem demokrasi nasional.

Dalam Wawasan Nusantara konsolidasi adalah suatu bentuk orientasi internal yang intinya adalah membangun kesejatian dan citra diri sebagai bangsa. Sedang kemampuan adaptasi adalah harus selalu ada dalam ketahanan suatu bangsa untuk merespon perubahan. Baik sebagai disrupsi sebagai akibat dan dampak dari VUCA maupun ATHG.

Dengan demikian, ketahanan nasional adalah solusi yang perlu terus dipelihara dan dikawal keberlanjutannya melalui kemampuan transformasi ke depan.

Menghadapi berbagai macam perubahan geopolitik dan geostrategi, baik internal maupun eksternal, baik nasional maupun internasional.(AK/R1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

*Ketua Umum Pengurus Pusat Perkumpulan Ahli Manajemen Mutu Pendidikan Indonesia (PP-PERAMUPADI) dan Ketua Umum Pengurus Pusat, Majelis Kridatama Pancasila (PP-MKP).

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.