Oleh Raudah Jannah Oktaviani, Mahasiswa STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, jilbab dan niqab semakin semarak dan menjadi populer di berbagai kalangan masyarakat. Dulu, hanya sedikit muslimah yang berhijab syar’i dan berniqab. Dan itupun terkadang agak dipersulit. Baik bagi para pelajar dan karyawati. Sehingga ruang gerak mereka tidaklah sebebas sekarang.
Dulu juga, niqab dipandang sebagai sesuatu yang asing, aneh, ekstrem, seakan terbelakang dan dinilai menyerupai pakaian orang-orang Arab.
Keterasingan menutup aurat seperti itu, memang telah diingatkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya :
Baca Juga: Peran Muslimah di Akhir Zaman: Ibadah, Dakwah, dan Keluarga
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
Artinya : “Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” (H.R. Muslim).
Jilbab Perintah Allah
Jilbab merupakan perintah Allah yang wajib ditaati oleh muslimah. Bagi setiap wanita yang mengikrarkan diri sebagai muslimah, maka tidak ada keraguan sedikitpun akan wajibnya menutup aurat dengan jilbab.
Baca Juga: Kesabaran Seorang Istri
Berjilbab adalah sebuah bentuk ketundukkan, kepasrahan dan ketaatan kepada Allah. Karena Dialah yang telah menciptakan dan menjaga wanita dengan begitu mulia, dan menyeru kita untuk berjilbab sesuai dengan syari’atnya.
Adapun niqab/cadar/penutup muka, beberapa ulama memang berbeda pendapat, mulai dari yang mubah (membolehkan), sunah (utama) atau bahkan ada yang menyebutnya sebagai wajib dalam kondisi tertentu.
Namun mereka bersepakat bahwa wajah dan kecantikan memang bisa menjadi ladang fitnah bagi laki-laki. Karena daya tarik utama bagi laki-laki adalah wajah wanita.
Dalam sebuah riwayat dikatakan, bahwa ada salah seorang sahabat bernama Fadhl bin Abbas saudara dari Ibn Abbas pernah membonceng Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di belakang beliau, karena tunggangan Fadhl kelelahan. Fadhl adalah pemuda yang cerah, tampan wajahnya.
Baca Juga: Muslimat dan Dakwah, Menyebarkan Kebaikan Lewat Akhlak
Pada suatu tempat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhenti, dan tetap di atas tunggangannya. Nabi menjawab pertanyaan sahabat-sahabat yang mendatangi beliau. Tiba-tiba datanglah seorang wanita dari Bani Khats’am, wanita yang berwajah sangat cerah, vcantik, untuk menanyakan sesuatu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ibnu Abbas melanjutkan, Fadhl langsung mengarahkan pandangan kepada wanita itu, dan takjub atas kecantikannya. Sementara Rasulullah memalingkan wajahnya. Fadhl tetap mengarahkan pandangannya ke wanita tersebut. Lalu Nabi Shallahu ‘Alaihi Wasallam memegang rahang Fadhl dan memalingkan wajahnya agar tidak melihat wajah wanita itu. (H.R. Bukhari).
Dari hadits di atas tergambar bahwa laki-laki harus mampu mengalihkan pandangannya dari wanita yang bukan mahromnya. Dan wanita juga diharuskan tidak menebar pesona kepada laki-laki. Apalagi saat ini pasang kecantikan wajah di medsos dunia maya.
Mengenai hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan, “Pandangan merupakan anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Maka barangsiapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita karena Allah, niscaya Allah akan mewariskan rasa manis dalam hatinya sampai hari pertemuan dengan-Nya.” (H.R. Al-Hakim).
Baca Juga: Belajar dari Ibunda Khadijah RA, Teladan untuk Muslimah Akhir Zaman
Tren Niqab
Saat ini tentu kita semakin bersyukur penggunaan jilbab, khususnya niqab sudah mulai banyak dipakai kaum Muslimah. Namun perlu menjadi catatan adalah bahwa pemakaian niqab sebagai tren fashion yang menjamur di berbagai negara, yang merambah juga ke Indonesia.
Baju niqab yang tadinya terlihat simple dan tidak mencolok warnanya, kini sebagian model mulai berubah gaya layaknya gaun-gaun pesta dengan berbagai warna-warni yang menyelimuti.
Berkembangnya ‘niqabis’, ini hanya istilah saja untuk para pemakai niqab, di Indonesia sendiri masih menimbulkan pro dan kontra pendapat. Mulai dari sulitnya diterima masyarakat hingga tuntutan agar para niqabis tampil sempurna tanpa kesalahan. Jika ditemukan satu celah kesalahan, maka tidak sedikit sindiran dan cacian yang diterimanya. Salah satunya adalah kasus niqabis selfie.
Baca Juga: Muslimah: Kekuatan Lembut Penggerak Perubahan
Penulis beberapa kali menemui niqabis selfie di berbagai akun media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, dan yang sedang booming saat ini adalah Instagram.
Padahal, bukankah hakikat niqab/cadar adalah menutupi, menjaga, menjauhi dari fitnah laki-laki? Namun mengapa Muslimah niqabis masa kini berlomba-lomba mengumbar foto selfienya dengan berbagai gaya, seolah-olah hendak menunjukkan eksistensi diri? Dan sangat ironis dari foto selfie tersebut terselip rangkaian kata-kata Islami beserta dalil Al-Qur’an dan atau Al-Hadits.
Bagi muslimah yang memiliki komitmen mengenakan niqab, setidaknya dapat meminimalisir atau tidak lagi mengupload foto selfie di dunia maya. Apa gunanya jika di dunia nyata dia menundukkan pandangan, tetapi ketika di dunia maya dia bebas sesuka hati meng-upload berbagai macam gaya selfienya?
Jadi, followers, seakan menyalahkan niqabnya. Padahal ini tentu adalah persepsi yang kurang pas. Bukan hijab ataupun cadarnya, tapi orang yang mengenakannya. Karena hijab/cadar dan akhlaq adalah sesuatu yang berbeda.
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta
Ketika kita menemukan ada muslimah yang berhijab dan bercadar tetapi masih suka selfie, berduaan dengan yang bukan mahrom ataupun melakukan sesuatu perbuatan yang tidak sesuai dengan syari’at. Maka kita tidak boleh langsung mencela, menjatuhkan atau mengasingkannya. Tapi tentu luruskanlah dengan santun.
Sebab dengan memakai jilbab/niqab, itu saja dinilai sudah baik, karena sudah melakukan suatu perubahan dalam dirinya, yang itu tidak mudah. Kita sendiri tidak pernah tahu masa lalu mereka itu bagaimana.
Muslimah yang berhijab khususnya niqabis, itu juga adalah juga manusia biasa, yang penuh khilaf, sama seperti kita. Mereka masih terus perlu bimbingan dan nasihat agar tak melakukan kesalahan yang sama.
Kembali ke Niat
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
Semua perbuatan memang harus dilandaskan dari niat seseorang. Jika niat berhijab hanya untuk mencari duniawi, maka tidak akan ada kenikmatan dalam hidup. Begitu juga dengan berniqab, ketika niat kita hanya untuk mencari perhatian manusia, ikut-ikutan trend fashion maka tak ada ketenteraman dalam jiwa. Yang ada hanya penilaian buruk yang terlontar dari manusia.
Kembalikan niat hanya untuk mencari ridha Allah dan untuk beribadah kepada Allah. Sebaiknya hapus saja foto-foto selfie kita, yang sudah memakai hijab ataupun cadar. Hapus juga foto-foto sebelum berjilbab, yang masih menampakkan aurat Muslimah, seperti rambut, leher dan anggota badan aurat lainnya.
Ini akan membantu para ikhwan, kaum Adam, untuk menundukkan pandangan mereka. Karena wanita adalah ujian terbesar bagi ikhwan (lelaki).
Mari kembali meluruskan niat kita, kaum Muslimah, hanya karena Allah dan untuk meraih ridha-Nya. Semoga kita tetap istiqamah dalam menutup aurat, dalam berjilbab dan dalam memakai niqab. Semua dalam kategori menutup aurat, menutup arus fitnah, menutup pintu-pintu maksiat.
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini
Salam Ukhuwah, keep syar’i. (R07/RS-2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Tujuh Peran Muslimah dalam Membela Palestina