KETUA LITBANG: DAKWAH CIPTAKAN KEHARMONISAN DAN KERUKUNAN

(Dok. Kemenag)
(Dok. Kemenag)

, 11 Sya’ban 1436/29 Mei 2015 (MINA) — pada dasarnya merupakan aktifitas mengajak dan menyeru ke arah yang lebih baik. Da’i, sudah semestinya bertindak sebagai fasilitator bagi mad’u (objek dakwah) untuk berubah ke arah yang lebih baik. Oleh karenanya, dakwah seharusnya mengantarkan kepada terciptanya keharmonisan dan kerukunan hidup.

Pesan ini disampaikan Kepala Badan dan , di hadapan peserta Training of Trainer (TOT) Dakwah dan Pendidikan Akhlak Bangsa yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (), Jum’at (29/05). TOT yang diselenggarakan di Menara ESQ 165, Jakarta, ini diikuti oleh 150 da’i utusan dari MUI Provinsi dan Ormas Islam, demikian rilis resmi Kemenag melaporkan.

Mengutip hasil Survey Kerukunan Umat Beragama yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat tahun  2012, Mas’ud menilai secara umum kondisi kehidupan beragama di Indonesia berada pada level cukup harmonis.

Survey Kerukunan Umat Beragam menilai indeks kerukunan berdasarkan tiga indikator. Pertama, persepsi tentang kerukunan beragama; kedua, sikap dan tindakan antarumat beragama; dan ketiga, kerjasama antarumat beragama. “Ketiga indikator mendapatkan skor rata-rata 3,67 pada skala 1 sampai 5. Itu artinya kondisi kerukunan umat beragama berada pada kategori cukup harmonis,” ujarnya.

Di hadapan peserta, Mas’ud menyampaikan secara umum, keharmonisan juga tercermin dari hasil temuan penelitian yang menunjukkan adanya tren positif dalam kehidupan keagamaan. Beberapa temuan di antaranya adalah: khilafiyah dalam bidang fiqih furu’iyah sudah tidak menjadi masalah antar ormas Islam meski berpotensi menimbulkan konflik di tingkat akar rumput. Selain itu, pemurtadan dan pendangkalan akidah menjadi tantangan bagi ormas-ormas Islam, sekaligus mendorong integrasi umat Islam dalam berdakwah.

Temuan lain penelitian ini adalah kerjasama fungsional bidang dakwah di kalangan ormas Islam, pada umumnya belum terjalin. Di samping itu juga tentang lahirnya kelompok dakwah baru yang merupakan bentuk respon terhadap kondisi dakwah ormas yang sudah mapan yang dinilai kurang peka terhadap permasalahan umat.

Meski terdapat tren positif, Mas’ud tetap mengingatkan bahwa kondisi harmonis yang selama ini tercipta, bukan tanpa tantangan. Menurutnya, pasca reformasi tahun 1998, bermunculan berbagai kelompok keagamaan yang berpotensi mengancam keharmonisan umat beragama.

Oleh karenanya, Mas’ud mengajak ormas keagamaan mainstream, yang oleh para peneliti asing disebut the smilling moslem, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Mathlaul Anwar, DDII dan ormas sejenis untuk lebih memainkan perannya sebagai organisasi moderat. “Selama ini, organisasi mainstream sering menjadi the silent majority, kelompok mayoritas yang diam. Sehingga seringkali ‘kalah’ dengan kelompok minoritas yang sangat aktif menyampaikan propaganda,” terangnya.

Di akhir pemaparannya, Mas’ud mengajak para da’i untuk melakukan dakwah yang ramah dan inklusif dengan mengedepankan pesan kerukunan dan dakwah multikultural. “Dakwah yang dilakukan seyogyanya tidak mengusung secara terbuka masalah khilafiyah, menampung kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam, saling memahami, menghormati perbedaan paham keagamaan dan menghindari tindak kekerasan, serta kebersamaan dalam pelaksanaan syiar,” ajaknya. (T/P011/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0