Oleh: Ir. H. Agus Priono,M.S.,
Amir Majelis Dakwah Pusat Jama’ah Muslimin (Hizbullah)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ- اللهُ أَكْبَر وَلِلّهِ الْحَمْدُ
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا.
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي شَرَعَ لِعِبَادِهِ عِيْدًا يَذْكُرُوْنَهُ فِيْهِ، وَيَشْكُرُوْنَهُ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ يَسْتَوِي عِنْدَهُ مَا فِيْسِرِّ الْعَبْدِ وَإِعْلَانِهِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ اللهُ بِالْحَقِّ وَتِبْيَانِهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ.
أَمَّا بَعْدُ:
Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar… walillahil hamd.
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri rahimakumullah
Baca Juga: Khutbah Jumat: Kewajiban dan Hak dalam Pandangan Islam
Pertama-tama, hendaklah kita tetap bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menganugerahkan kepada kita dîn (agama) yang mulia ini, yaitu Al-Islam. Allah telah menyempurnakan dan ridha Islam menjadi agama kita, dan sungguh, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kita.
Selanjutnya, alhamdulillah pada hari yang berbahagia ini, kaum Muslimin seluruh dunia melantunkan syukur atas kenikmatan yang dianugerahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, setelah melaksanakan ibadah di bulan yang dimuliakan Allah, yaitu ibadah di bulan Ramadhan. Kemenangan ini, insya Allah kita raih, yang tidak lain dengan meningkatkan taqwa dan amal shalih. Dan jadilah diri kita sebagai insan yang benar dalam keimanan. Maka, hendaklah kita juga bersyukur, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memberikan hidayah kepada kita berupa aqidah yang benar, sementara itu masih banyak orang yang belum mendapatkannya.
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri rahimakumullah
Bulan Ramadhan adalah bulan yang Allah khususkan bagi pembinaan ibadah ummat. Amalan sebulan Ramadhan lalu hendaknya benar-benar menghasilkan pribadi-pribadi yang bertaqwa, semakin bertaqwa. Shoum dan ibadah kita akan menjadi gagal manakala selepas Ramadhan tidak ada perubahan positif pada nilai taqwa kita.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menggapai Syahid di Jalan Allah Ta’ala
Sebulan penuh ummat Islam melaksanakan shoum di siang hari, berusaha keras mengendalikan dorongan-dorongan hawa nafsu yang dapat menjerumuskan manusia ke jurang kehinaan dan kejahatan. Betapa banyaknya kerusakan di muka bumi ini, fisik maupun moral, disebabkan ulah manusia-manusia yang lepas kendali moralnya. Tidak kenal belas kasihan dan tanggung jawab sesama. Yang dipikirkan hanyalah ambisi pribadi dan golongannya, ketamakan dan kerakusan yang meledak-ledak dengan menghalalkan segala cara.
Manusia memang memendam potensi baik maupun potensi buruk – fa’al hamahaa fujuuroha wa taqwaahaa – Dengan potensi tersebut sebagian manusia menyadari, memahami dan mengikuti jalan hidup yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan, dan sebagian lagi ingkar dan ma’shiyat sehingga berada dalam jurang kejahatan dan kehinaan, sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala nyatakan:
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيْلَ إِمَّا شَاكِرًا وَّإِمَّا كَفُوْرًا. {الإنسان [٧٦]: ٣}
“Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.” (Q.S. Al-Insan [76]: 3)
Munculnya manusia-manusia jahat yang terjerat dengan potensi buruknya dengan mengingkari hukum-hukum Allah Subhanahu Wa Ta’ala, telah menimbulkan kerusakan di muka bumi ini, baik kerusakan fisik maupun moral. Allah mengingatkan:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mempersiapkan Generasi Pembebas Masjid Al-Aqsa
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيْقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ. {الروم [٣٠]: ٤١}
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar-Rum [30]: 41)
Fakta yang dapat kita saksikan saat ini, sumberdaya daya alam yang Allah wariskan untuk keperluan hidup manusia nyaris habis dan hancur di mana-mana. Barang-barang tambang, mineral serta hutan belantara habis di tangan manusia-manusia rakus tanpa mempedulikan kepentingan dan kebutuhan manusia lainnya. Kemiskinan dan kesulitan hidup semakin subur karena korupsi yang merajalela di setiap sektor pembangunan. Sumberdaya alam rusak, moralpun semakin rusak. Pergaulan bebas, hura-hura dan kema’shiyatan lainnya difasilitasi dengan teknologi menjadi semakin canggih dan marak di mana-mana. Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengingatkan:
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوْا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوْا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا. إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُوْنَ شَيْئًا. {مريم [١٩]: ٥٩-٦٠}
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.” (QS. Maryam: 59-60)
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri rahimakumullah
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
Ibadah selama bulan Ramadhan telah membina umat Islam untuk menyadari betapa masih banyak umat manusia saat ini yang hidup dalam kesusahan, akibat himpitan ekonomi maupun akibat kedzoliman segolongan manusia atas golongan lainnya, kedzholiman satu bangsa atas bangsa lainnya. Perampasan tanah dan pengusiran warga Palestina oleh Zionis Yahudi masih terjadi hingga hari ini. Muslimin di Gaza laksana berada dalam penjara besar karena mereka dikurung bertahun-tahun hingga hari ini oleh milisi Zionis Yahudi, baik dari arah darat maupun lautnya. Para pengungsi muslimin di perbatasan negara-negara Timur Tengah dalam kondisi yang memprihatinkan tidak menentu nasibnya akibat perang saudara.
Muslimin Rohingya yang terdzolimi di negaranya sendiri hidup terlunta-lunda terhempas di tengah lautan dan diusir oleh negara-negara yang tidak mau bertanggung jawab. Alhamdulillah di tengah gersangnya nilai-nilai kemanusiaan saat ini, masih ada rasa ukhuwwah muslimin Indonesia, khususnya muslimin di Aceh yang rela membantu meringankan sebagian beban mereka. Allahu Akbar – Allahu Akbar – Allahu Akbar walillahil hamd !!!.
Potensi kedzoliman manusia atas manusia di abad modern ini justru terjadi pula di dalam tubuh ummat Islam. Potensi ummat 1,5 milyar jiwa di muka bumi ini terpecah-belah dan terkotak-kotak karena perbedaan wilayah politik, madzhab, harakah hingga ashobiyah kebangsaan. Masing-masing hanya bangga dan hanya mempedulikan golongannya.
مُنِيْبِيْنَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوْهُ وَأَقِيْمُوْا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ. {الروم [٣٠]: ٣١-٣٢}
“Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertaqwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Q.S. Ar-Ruum [30]: 31-32).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Perbedaan fikroh dalam mengamalkan syariah Islam telah melahirkan anarkhisme yang berkepanjangan bahkan saling membunuh sebagaimana kita saksikan di belahan bumi Timur Tengah saat ini, bukankah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah mengingatkan bahwa membunuh manusia itu diharamkan, konsekuensinya dia harus diqishos sesuai dengan perbuatannya yaitu dia juga harus dibunuh. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: الثَّيِّبُ الـزَّانِيْ، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْـمُـفَارِقُ لِلْجـَمَاعَةِ. {رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ}
“Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ‘Tidak halal darah seorang muslim, kecuali karena salah satu dari tiga hal: orang yang berzina padahal ia sudah menikah, membunuh jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jama’ah (kaum muslimin)’.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Sungguh sangat ironis, ketika Allah mengajarkan syariah Islam yang rahmatal lil ‘alamiin, namun justru fitnah terhadap Islam muncul akibat perbuatan anarkhis dan dzolim yang dipertontonkan segolongan manusia yang menyatakan dirinya muslim. Munculnya kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam namun dengan sosok monster garang dan sadis tentu bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan kesantunan, persaudaraan dan kedamaian.
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri rahimakumullah
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Selanjutnya, sebagai evaluasi ibadah Ramadhan maka perwujudan taqwa kita dalam menatap ke depan adalah istiqomah dalam syariat Allah untuk memelihara fitrah kita sebagai sosok manusia agar tetap menjadi makhluk manusia yang Allah muliakan. Keluar dari Islam, menolak Islam berarti keluar/menolak tata nilai kebenaran dan perwujudan fitrah manusia yang benar. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ. {الروم [٣٠]: ٣٠}
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Ar-Ruum [30]: 30)
Ketika hewan saling memangsa dan membunuh, maka Islam mengajarkan manusia saling kasih sayang dan tolong menolong. Ketika hewan makan tanpa peduli sesamanya, maka Islam mengajarkan peduli sesama: ada zakat, infaq dan shodaqoh. Ketika hewan tidak peduli makanan siapa yang mereka makan, maka Islam mengajarkan hak dan kehalalan. Maka terorisme, keberingasan, kekejaman, penipuan, korupsi dan segala bentuk kejahatan bukanlah ajaran Islam. Islam membentuk manusia mulia, manusia yang shaleh karena amal perbuatannya berkualitas, penuh tanggung jawab, jujur, amanah, adil serta segala perbuatan yang membawa kebaikan dirinya serta masyarakat umumnya. Begitulah keindahan sosok fithrah manusia beriman yang harus dipelihara dan dipertahankan hingga akhir hayat kita.
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri rahimakumullah
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
Perkembangan peradaban manusia di era globalisasi yang dipacu dengan IPTEK telah membuka lebar-lebar pintu masuknya berbagai informasi, paham, budaya dan gaya hidup yang seharusnya dipilih dan dipilah mana yang baik dan mana yang buruk. Jika muslimin mampu mengendalikannya, maka globalisasi menjadi peluang emas bagi umat Islam untuk membangun ukhuwah Islamiyah. Namun jika tidak mampu memilih maka derasnya arus informasi negatif berupa gaya hidup hedonis, permisif, pergaulan bebas, serta hasutan ajaran-ajaran yang bertentangan dengan syariat Islam akan mengancam aqidah umat. Solusinya tidak lain adalah kembali kepada tuntunan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam secara konsisten.
Tantangan bersama ke depan umat Islam yang seharusnya mendapatkan perhatian umut Islam sebagai komitmen mewujudkan Islam yang rahmatal lil ‘alamiin adalah:
- Mengamalkan Islam secara Kaffah
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا ادْخُلُوْا فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ. {البقرة [٢]: ٢٠٨}
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagi kalian.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 208)
Perintah Allah dan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah satu paket amalan kehidupan yang lengkap dan tidak boleh dipisah-pisahkan. Aqidah, akhlaq, amalan-amalan syariah merupakan satu paket pembentukan karakter sesuai fitrah manusia. Islam adalah sebuah sistem kehidupan, yang mencakup tata aturan hidup pribadi, keluarga hingga masyarakat. Dari zikir, shalat, hingga jual beli bahkan jihad mempertahankan akidah dan keselamatan ummat. Keseluruhan amalan-amalan syariah tersebut Allah ajarkan untuk memelihara dinamika kehidupan sesuai fitrah manusia itu sendiri. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اسْتَجِيْبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُوْلِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيْكُمْ ۖ وَاعْلَمُوْآ أَنَّ اللَّهَ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ. {الأنفال [٨]: ٢٤}
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.” (Q.S. Al-Anfal [8]: 24)
Sungguh memperihatinkan ketika sebagian besar muslimin hanya merasa cukup keislamannya dengan dzikir dan shalatnya. Sementara urusan muamalah, pergaulan, apalagi perjuangan membela yang lemah, amar ma’ruf nahi munkar, jihad fii sabilillah, tidak dikenal sehingga terlepas dari amalan hidup sehari-hari. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabat beliau berhasil membangun peradaban Islam karena mereka totalitas memenuhi syariah yang kaffah, bukan memilih-milih yang sesuai hawa nafsunya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ أَمْرًا أَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَّعْصِ اللَّهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِيْنًا. {الأحزاب [٣٣]: ٣٦}
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 36)
Pengamalan Islam secara parsial serta mencampur-adukkan syariah Islam dengan pemikiran (ro’yu), tradisi budaya dan muatan politik telah terbukti melahirkan kelompok-kelompok ummat Islam lokal dan suburnya fanatisme ashobiyah.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
- Mengamalkan Islam secara Berjama’ah
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۚ وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ. {ال عمران [٣]: ١٠٣}
“Dan berpegang eratlah kalian kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. Ali Imran [3]: 103)
Manusia adalah mahluk sosial, tidak mampu hidup sendiri. Naluri manusia mendorong untuk hidup bersama saling mengisi keperluan dan kekurangan masing-masing. Maka sebagian manusia hidup bersama atas dasar kesamaan suku, bangsa, negara, atau atas dasar kesamaam profesi dan kesamaan paham hidup atau aliran tertentu. Maka Islam datang mengajarkan kebaikan dan memerintahkan muslimin berada dalam satu wadah sosial berjama’ah dengan ikatan ukhuwwah sesuai dengan fitrahnya. Sebuah wadah bagi mereka yang ingin bersama-sama mengamalkan Islam secara kaffah, karena amalan-amalan Islam memang memerlukan dan mengharuskan sistem kebersamaan–kal bunyaanun yasyuddu ba’duhu ba’dhon. Islam mengajarkan mukminin saling mengenal, saling memahami, saling menolong dan saling menanggung –
Maka jelas bahwa Islam menentang sikap egois, parsial, firqoh berpecah belah dalam menegakkan kehidupan. Keterpurukan umat Islam 1,5 milyar di dunia ini sekali lagi karena terpecah belah dalam madzhab-madzhab, ashobiyah hingga politik. Al haq bilaa nizhom yughlabul bathil bin nizhom – Amalan haq tak terorganisir terkalahkan oleh kebathilan yang terorganisir. Oleh karena itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Q.S. Ash-Shof [61]: 4, sebagai berikut:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِي سَبِيْلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَّرْصُوْصٌ. {الصف [٦١]: ٤}
“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Q.S. Ash-Shof [61]: 4)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
Subhanallah, tanpa kesatuan dengan ikatan ukhuwwah, maka kita saksikan muslimin 1,5 milyar di dunia serta menempati wilayah-wilayah yg sebenarnya kaya sumberdaya alam yang Allah sediakan, namun hanya menjadi negeri-negeri jajahan kapitalis kafir dan Zionis Yahudi tanpa ampun. Kenapa? karena muslimin terpecah belah sehingga mudah diadudomba dan dihancurkan musuh satu per satu, laksana hidangan yang tersaji di atas meja makan. Dengan demikian kesatuan ummat dalam satu komunitas Jama’ah Muslimin memang menjadi solusi teramalkannya pola hidup Islami sesuai tuntunan Allah dan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Kebersamaan kita selama ibadah bulan Ramadhan hendaknya kita pelihara. Tidak ada lagi Islam yang berfirqoh-firqoh (bergolong-golongan), yang ada adalah muslimin yang mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya secara berjama’ah dengan ikatan ukhuwwah.
- Menegakkan Kepemimpinan Umat Islam
Kepemimpinan dalam kehidupan manusia merupakan keharusan yang tidak bisa dielakkan. Bahkan masyarakat tradisionalpun memiliki pemimpin yang memimpin kehidupan mereka termasuk mempertahankan kelompoknya dari serangan kelompok lain. Masyarakat modern pun memerlukan dan mengangkat pemimpin-pemimpin politik mereka, bahkan meskipun dengan biaya trilyun-an. Tentu karena disadari bahwa tanpa pemimpin maka masyarakat akan kacau karena masing-masing bergerak atas kemauannya masing-masing tanpa ketertiban.
Maka Allah yang Maha Mengetahui telah mewajibkan umat Islam mentaati Ulil Amri sebagai pemimpin umat yang harus ditaati setelah Allah dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Allah berfirman:
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَطِيْعُوْا اللَّهَ وَأَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَّأَحْسَنُ تَأْوِيْلًا {النسآء [٤]: ٥٩}
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa [4]: 59)
Ulil Amri di antara orang-orang beriman bukanlah jabatan politis melainkan sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, yang memimpin umat Islam sedunia dalam beribadah kepada Allah. Mengajak umat dalam menegakkan syariah. Misi mulia yang hanya terwujud bagi orang-orang yang beriman yang ingin menegakkan syariah secara kaffah.
Maka fitrah manusia akan terpelihara dan sistem kehidupan yang rahmah akan tercapai hanya dan hanya jika muslimin mengamalkan Islam secara kaffah, hidup berjama’ah dan terpimpin Khilaafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyampaikan dalam haditsnya:
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ قَالَ كُنَّا قُعُوْدًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ بَشِيْرٌ رَجُلًا يَكُفُّ حَدِيْثَهُ فَجَاءَ أَبُوْ ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيُّ فَقَالَ يَا بَشِيْرُ بْنَ سَعْدٍ أَتَحْفَظُ حَدِيْثَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأُمَرَاءِ فَقَالَ حُذَيْفَةُ أَنَا أَحْفَظُ خُطْبَتَهُ فَجَلَسَ أَبُوْ ثَعْلَبَةَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَكُوْنُ النُّبُوَّةُ فِيْكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُوْنُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَضًّا فَيَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَرِيَّةً فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُوْنُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ. {مسند أحمد بن حنبل مجلد ٤ صفحة ٢٧٣}
“Dari Nu’man bin Basyir dari Hudzaifah bin Yaman Radliyallahu ‘Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Masa kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (Khilaafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adlan), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyyah), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (Khilaafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (H.R. Ahmad dan Al Baihaqi. Misykatul Mashabih: Bab Al Indzar wa Tahdzir, Al-Maktabah Ar-Rahimiah, Delhi, India. Halaman 461. Musnad Ahmad, 4 juz, halaman 273 dari Nu’man bin Basyir)
Hadits tersebut menunjukkan bahwa keberadaan Khilaafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah atau Khilafah yang mengikuti jejak kenabian adalah sebuah keniscayaan yang harus diwujudkan dalam mengamalkan perintah Allah secara kaaffah.
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri Rahimakumullah
Tugas kita ke depan adalah membangun kesadaran akan kesempurnaan Islam serta membangun peradaban manusia beriman yang rahmah sebagai satu umat, ummatan waahidah. Jauhkan perselisihan dan perpecahan di antara umat Islam, karena kita mewarisi warisan yang sama yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kita dihadapkan pada musuh-musuh Islam dan muslimin yang selalu berupaya memecah belah umat serta tantangan peradaban lain yang bermotif eksploitatif, dzolim dan menyesatkan dari jalan Allah.
Globalisasi yang sedang menggejala saat ini bukan hanya di bidang ekonomi, namun justru kesempatan emas yang Allah siapkan agar umat Islam sedunia membangun kemasyarakatan global Ummatan Wahidah, serta kepemimpinan ummat Khilaafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah.
Alhamdulillah, dengan dibai’atnya Wali Al Fattaah pada 10 Dzulhijjah 1372 H/20 Agustus 1953 M muslimin telah memiliki Ulil Amri/ Khalifah dalam memenuhi perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana dalam Q.S. An-Nisaa [4]: 59 di atas. Ketika Wali Al Fattaah meninggal pada Sabtu, 28 Dzulqo’dah 1396 H/ 19 November 1976 H maka dibai’atlah Muhyiddin Hamidy untuk menggantikannya menjadi Imaamul Muslimin. Saat Imaam Hamidy meninggal pada Jum’at, 19 Shafar 1436 H/12 Desember 2014 M maka dibai’atlah Yakhsyallah Mansur sebagai Ulil Amri/Khalifah. Keberadaan Ulil Amri di tengah umat ini hendaknya kita syukuri sebagai bagian dari pengamalan Islam yang kaaffah.
Semoga ibadah kita selama bulan Ramadhan semakin mengokohkan akidah dan semangat untuk tetap menolong menegakkan kalimah Allah. Allah menjanjikan dalam Al-Qur’an:
الَّذِيْنَ أُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّآ أَنْ يَّقُوْلُوْا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَّصَلَوَاتٌ وَّمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيْرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَّنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ. الَّذِيْنَ إِنْ مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوْا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُوْرِ. {الحج [٢٢]: ٤٠-٤١}
“(Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (Q.S. Al-Hajj [22]: 40-41)
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri Rahimakumullah
Marilah bersama-sama kita berdoa kepada Allah:
Allahumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aalihi washohbihi wasallam:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
Ya Allah di hari iedul fitri ini, setelah kami tunaikan perintah shoum Ramadhan-Mu, kami lakukan amalan-amalan ibadah semampu kami, yang tentu tidak sebanding dengan rahmat-Mu.
Ya Allah ampunilah kami, yang lalai terhadap tanggungjawab kami atas keluarga kami, suami-istri dan anak kami. Kami yang lalai terhadap orang tua kami. Kami yang melupakan janji-janji dan amanah-amanah kami. Hanya kepada-Mu di hari yang fitri ini, memohon ampunan dan kemudahan untuk memperbaiki urusan kami.
Ya Allah kami yang telah berbaiat untuk taat dan menolong agamamu, untuk mencintaimu lebih dari yang lain yang kami miliki. Tiap shalat kami berucap dengan lantang: Inna sholati wanusuki wamahyaaya wamamaati lillahi robbil aalamiin. Hidup matiku hanya untuk beribadah kepada-Mu. Namun kami belum mampu melepaskan kemalasan, kelalaian dan keingkaran kami. Ampunilah kami ya Allah.
Ya Allah, pantaskah kami menjadi penghuni surgaMu, pantaskah kami berdampingan dengan kekasih-kekasih-Mu di surgaMu, pantaskah kami yang masih bergelimang kesalahan dan dosa Ya Allah. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang hari ini kami bersujud kepada-Mu, karena masih ada rasa takut kami atas adzab-Mu.
Ya Allah, ampunilah kami, mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, perbaikilah di antara kami, lembutkanlah hati kami dan penuhilah hati kami keimanan dan hikmah, kokohkanlah kami atas agama Rasul-Mu Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mudahkanlah kami agar mampu menunaikan janji kami kepada-Mu.
Ya Allah, jadikanlah kami mencintai keimanan dan hiasilah keimanan tersebut dalam hati kami. Dan jadikanlah kami membenci kekufuruan, kefasikan dan kemaksiatan dan jadikanlah kami termasuk orang yang mendapat petunjuk.
Ya Allah siksalah orang kafir yang menghalangi jalan-Mu, dan mendustai Rasul-rasul-Mu, membunuh kekasih-kekasih-Mu.
Ya Allah, muliakanlah Islam dan umat Islam, hinakanlah syirik dan orang-orang musyrik, hancurkanlah musuh agama, jadikan keburukan melingkari mereka, wahai Rabb alam semesta.
Ya Allah, cerai beraikan persatuan dan kekuatan mereka, siksalah mereka, sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu, wahai Rabb alam semesta.
Ya Allah, Perbaikilah untuk kami agama kami, Yang menjadi benteng segala urusan kami. Perbaikilah urusan dunia kami, Yang di dalamnya terdapat penghidupan kami
Dan perbaikilah akhirat kami yang akan menjadi tempat kembali kami, Jadikanlah hidup ini wadah bertambahnya segala kebaikan bagi kami, Dan jadikanlah mati sebagai titik henti untuk kami dari segala keburukan.
Ya Allah kami memohon kepada-Mu keteguhan dalam melaksanakan ajaran-Mu dan kekuatan tekad untuk menepati jalan petunjuk-Mu. Kami memohon kepadaMu untuk dapat mensyukuri ni’matMu dan beribadah menghambakan diri dengan baik kepada-Mu.
Kami memohon kepadamu hati yang suci sejahtera dan lisan yang jujur
Kami memohon kepada-Mu kebaikan yang Engkau Maha Mengetahuinya
Dan kami berlindung kepadaMu dari kejahatan yang Engkau Maha Mengetahuinya
Wahai Tuhan kami, karuniakan kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan peliharalah kami dari adzab api neraka. (T/why/P4).
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِيْ أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Walhamdulillahi rabbil ‘alamiin
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)